Tujuan Utama Adalah Ridho Allah
Oleh Ustadz Muhamad Hadinni
Qoid Katibah Dakwah Ansharu Syariah Banten
Jika Memulai Karna Allah Maka Jangan Berhenti Karna Manusia
رَضِيْتُ بِاللهِ رَبًّ
Ridho Allah yang nantinya akan membalas segala perbuatan didunia ini. Yang memberikan balasan baik dan buruk adalah Allah, maka sudah selayaknya menjadikan Ridho Allah sebagai tujuan hidupnya dan bukan Ridho yang lain.
Yang paling berhak dicari keridhoannya adalah Allah. Tidak ada ketaatan sesama makhluk.
Allah dan Rosul lebih berhak dicari keridhoannya. Bahkan Ridho Allah lebih agung dari nikmat jannah, sebagaimana firman Allah dalam QS. At-taubah (9) : 72 yang berbunyi,
وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلْمُؤْمِنِينَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتِ جَنَّٰتٍ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَا وَمَسَٰكِنَ طَيِّبَةً فِى جَنَّٰتِ عَدْنٍ ۚ وَرِضْوَٰنٌ مِّنَ ٱللَّهِ أَكْبَرُ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ ٱلْفَوْزُ ٱلْعَظِيمُ
Artinya: “Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga ‘Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar.” (QS At-Taubah : 72).
Ibnu kasir mengatakan tentang ayat diatas adalah keridhoan Allah lebih besar, lebih agung, lebih banyak dari kenikmatan jannah.
Maka keridhoan Allah itu menjadi tujuan utama. Pondasi yang kuat dan kokoh adalah taqwa dan ridho Allah.
Jika manusia tidak menjadikan Allah sebagai tujuan hidupnya maka dia membangun keruntuhannya, ibarat membangun pondasi di tepi jurang.
Ada sebuah kisah tabi’in ad Rabi bin Khutsaim, putranya membawa roti untuknya.
“Wahai ayah, ibu membuatkan roti yang manis dan lezatagar ayah mau memakannya, berkenankah ayah jika aku bawakan kemari?”
Beliau berkata, “bawalah kemari.” Pada saat putranya keluar,terdengar orang meminta minta mengetuk pintu. Syaikh itu berkata, “Suruhlah dia masuk.”
Ternyata dia adalah seorang tua yang berpakaian compang camping. Air liurnya belepotan kesana kemari, terlihat dari wajahnya bahwa dia tidak begitu waras. Saya terus memperhatikan hingga kemudian masuklah putra Syaikh Rabi membawa roti ditangannya.
Ayahnya langsung mengisyaratkan agar roti tersebut diberikan kepada orang yang meminta minta tersebut. Roti itu diletakan ditangan pengemis tersebut. Sesegera mungkin orang itu memakannya dengan lahap. Air liurnya mengalir disela sela roti yang dimakannya. Dia melahapnya hingga habis tanpa sisa.
Putra syaikh yang membawakan roti tersebut berkata, “Semoga Allah Merahmati Ayah, Ibu telah bersusah payah untuk membuat roti untuk ayah, kami sangat berharap agar Ayah sudi menyantapnya, namun tiba tiba Ayah berikan roti itu kepada orang linglung yang tidak tahu apa yang sedang dimakannya.”
Syaikh menjawab “ Wahai putraku, jika dia tahu, maka sesungguhnya Allah ﷻ Maha Tahu.” Kemudian beliau membaca firman Allah,
“Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai.” (QS. Ali Imran: 92).
Yang dikehendaki oleh ar Rabi bin Khutsaim adalah keridhoan Allah, bukan keridhoan manusia. Berbicara tentang Ridho maka hal ini berhubungan dengan Niat.
Menurut Imam Syafi’I bahwa sepertiga ilmu Islam itu adalah Niat.
Setiap amalan itu tergantung pada niatnya.
Dari Amirul Mukminin, Abu Hafsh ‘Umar bin Al-Khattab, ia berkata bahwa ia mendengar Rosulullah ﷺ bersabda,
إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُولِهِ فهِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُوْلِهِ ومَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُها أو امرأةٍ يَنْكِحُهَا فهِجْرَتُهُ إلى ما هَاجَرَ إليهِ
Artinya: “Sesungguhnya amal seseorang itu tergantung dengan niatnya, dan bagi setiap orang balasannya sesuai dengan apa yang diniatkannya. Barang siapa berhijrah dengan niat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka ia mendapatkan balasan hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barang siapa berhijrah dengan niat kepada keuntungan dunia yang akan diperolehnya, atau wanita yang akan dinikahinya, maka (ia mendapatkan balasan) hijrahnya kepada apa yang ia niatkan tersebut,” (HR Bukhari dan Muslim).
“Mencari ridho Allah adalah niat utama atau tujuan utama bagi setiap pendakwah dalam perjuangan. Karena ridho Allah adalah yang paling layak untuk dicari oleh setiap muslim.”
Semoga kita para pendakwah meniatkan amalannya hanya untuk mencari keridhoan Allah.