News

Khutbah Jumat Edisi 028 : “Mendidik Diri Berlaku Shiddiq Kepada Alloh”

Materi Khutbah Jum’at Edisi 028 Tanggal 25 Sya’ban 1436 H ini dikeluarkan oleh

Sariyah Dakwah Jama’ah Ansharusy Syari’ah dapat download di :

 

 

“Mendidik Diri Berlaku Shiddiq Kepada Allah SWT di dalam Puasa Ramadhan”

(Dikeluarkan Oleh Sariyah Dakwah Jama’ah Ansharusy Syari’ah)

 

KHUTBAH PERTAMA

 

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا

أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِيْ النَّارِ

Hadirin … jama’ah Jum’ah yang dimuliakan Allah

Segala puji hanya bagi Allah Rabb, satu-satunya yang berhak diibadahi tanpa ada sekutu baginya, dan shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Marilah kita tingkatkan kualitas iman dan taqwa kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Adapun tema khutbah kali ini adalah : Mendidik Diri Berlaku Shiddiq Kepada Allah SWT di dalam Puasa Ramadhan!!

Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah, rahmat, ampunan, keridhoaan, dan pertolongan Allah SWT kepada orang yang beriman atas musuh-musuh mereka. Di dalam bulan Ramadhan banyak nilai-nilai pendidikan langsung berupa praktek nyata dalam kehidupan manusia khususnya orang yang beriman.

Diantara pendidikan Ramadhan adalah pendidikan akhlak mulia berupa shiddiq. Shiddiq merupakan akhlak yang mulia dan termasuk akhlak manusia yang paling mulia Nabi Muhammad SAW.

PENGERTIAN SHIDDIQ

Dari segi bahasa, shiddiq berasal dari kata ‘shadaqa’ yang memiliki beberapa arti yang satu sama lain saling melengkapi. Bertentangan dengan siddiq adalah kadzib (dusta). Di antara arti siddiq adalah benar, jujur / dapat dipercaya, ikhlas, tulus, keutamaan, kebaikan, dan kesungguhan. Namun shiddiq di sini lebih menjurus kepada sebuah sikap membenarkan sesuatu yang datang dari Allah SWT dan Rasulullah SAW yang timbul dari rasa dan naluri keimanan yang mendalam.

HADIS-HADIS TENTANG SIFAT SHIDDIQ

Imam Nawawi dalam Riyadhus Shalihin menyebutkan 6 hadis dalam bab shiddiq. Dari 6 hadits tersebut dapat disimpulkan hal-hal berikut :

1. Bahwa shiddiq itu memimpin seseorang menuju kebaikan, dan kebaikan akan membawanya ke surga. Hal ini digambarkan oleh Rasulullah SAW dalam hadits berikut: “Dari Ibnu Mas’ud ra, Rasulullah SAW bersabda : ” Sesungguhnya shiddiq itu memimpin kepada kebaikan, dan kebaikan itu akan membawanya ke dalam surga …”

2. Sementara itu lawan dari shiddiq, yaitu kadzib merupakan sumber dari keburukan: “Dan sesungguhnya kedustaan itu membawa kepada keburukan, dan keburukan itu membawa ke neraka.”

3. Shiddiq merupakan ketenangan. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah SAW: Dari Abu Haura ‘As-Sa’dy, aku berkata kepada Hasan bin Ali RA: “Apa yang kamu hafal dari hadits Rasulullah?” Beliau berkata: “Aku hafal hadits dari Rasulullah SAW:” Tinggalkanlah sesuatu yang meragukanmu kepada sesuatu yang tidak meragukanmu. Sesungguhnya kebenaran membawa pada ketenangan dan dusta itu membawa pada keraguan. “(HR Tirmidzi)

4. Shiddiq merupakan perintah Rasulullah SAW. Hal ini dikatakan oleh Abu Sufyan ketika bertemu dengan raja Hiraklius: “Apa yang dia perintahkan pada kalian?” Abu Sufyan menjawab: “Untuk menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, meninggalkan semua ajaran nenek moyang, mendirikan shalat, bersikap shiddiq (jujur/benar), bersopan santun dan menyambung tali persaudaraan. “

5. Dengan shiddiq seseorang akan mendapatkan pahala sesuatu yang dicita-citakannya, meskipun ia belum atau tidak dapat melakukan sesuatu yang menjadi cita-citanya. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang meminta kesyahidan kepada Allah SWT dengan shiddiq (sebenarnya), maka Allah akan menempatkannya pada posisi syuhada ‘, meskipun ia meninggal di tempat tidurnya.”

6. Keutamaan dan kemuliaan sifat benar itu diperkuat dan dijelaskan dalam firman Allah :

وَلَمَّا رَأَى الْمُؤْمِنُونَ الْأَحْزَابَ قَالُوا هَٰذَا مَا وَعَدَنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَصَدَقَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَمَا زَادَهُمْ إِلَّا إِيمَانًا وَتَسْلِيمًا

“Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata, “inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita”. Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka, kecuali iman dan kedudukan.” (Q.S. al-Ahzab : 22)

Begitu juga Allah menjanjikan pahala bagi orang-orang yang benar dan mengancam orang yang berdusta dengan siksaan. Seperti yang telah difirmankan dalam ayat-ayat berikut :

لِّيَسْأَلَ الصَّادِقِينَ عَن صِدْقِهِمْ وَأَعَدَّ لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا أَلِيمًا

“Agar Dia menanyakan kepada orang-orang yang benar tentang kebenaran mereka dan Dia menyediakan bagi orang-orang kafir siksa yang pedih.” (Q.S. Al-Ahzab : 8)

لِّيَجْزِيَ اللَّهُ الصَّادِقِينَ بِصِدْقِهِمْ وَيُعَذِّبَ الْمُنَافِقِينَ إِن شَاءَ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَّحِيمًا

“Supaya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu karena kebenarannya, dan menyiksa orang-orang munafik jika dikehendaki-Nya atau menerima tobat mereka. Sesungguhnya Allah adalah maha pengampun lagi maha penyayang.” (Q.S. Al-Ahzab : 24)

7. Shiddiq akan membawa seseorang pada keberkahan dari Allah SWT.Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda : “Penjual dan pembeli keduanya bebas belum terikat selagi mereka belum berpisah. Maka jika benar dan jelas kedua, diberkahi jual beli itu. Tetapi jika menyembunyikan dan berdusta maka terhapuslah berkah jual beli tersebut.”

KEDUDUKAN ORANG YANG MEMILIKI SIFAT SHIDDIQ

Para shiddiqin akan mendapatkan ampunan dan pahala yang besar. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT memuji orang yang shiddiq, baik dari kaum mukminin maupun mukminat. Bahkan Allah SWT menjanjikan kepada mereka mendapatkan ampunan dan pahala yang besar melalui firmanNya: “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar , laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. “(QS Al-Ahzab: 35)

Selain mendapat ampunan dan pahala yang besar, para shiddiqin juga akan mendapat tempat yang tinggi di sisi Allah SWT. Mereka akan disatukan bersama para nabi dan orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Allah berfirman : “Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS An-Nisa ‘: 69)

Wahai mereka yang telah ridha Allah sebagai Rabb-nya, Islam sebagai Diennya, dan Muhammad sebagai Nabi dan RasulNya. Ketahuilah, bahwasanya Allah telah menurunkan ayat dalam surat At Taubah ayat 119 :

Yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.”

Shiddiq yang dibicarakan oleh ayat ini ialah persesuaian perkara antara kenyataan dan hakekatnya, atau persamaan antara hal yang tersembunyi dengan dengan segi lahirnya, atau persamaan antara perkara batin yang tersembunyi dengan perkara lahir yang nampak nyata. Seandainya dada seorang manusia yang siddiq itu dibuka, lalu Allah memberikan kepadamu kesempatan untuk melihatnya, niscaya engkau tiada dapati pertentangan antara lahir dan batinnya. Itulah keadaan orang yang benar. Bahkan sebagian mereka batinnya lebih baik daripada lahirnya. Dan adalah orang-orang salaf, semoga Allah meridlai mereka, senantiasa berdoa ; “Ya Allah, jadikanlah batin kami lebih baik dari lahir kami, dan jadikanlah lahir kami yang baik”.

PERSESUAIAN ANTARA LAHIR DAN BATIN

Diantara kenikmatan Allah ‘Azza wa Jalla ialah bahwa hati itu senantiasa berhubungan bersama Dzat yang Maha Mengetahui perkara-perkara yang ghaib. Sedangkan rahasia itu tersimpan itu tidakakan lama bertahan dalam keadaan tersembunyi. Kadang-kadang ia akan berpisah dengan lahirnya, namun ia tak akan mampu terus-menerus berpisah. Kelak suatu saat keduanya akan bersesuaian kembali. Jika batinnya baik, pasti Allah akan menampakannya, dan jika batinnya jelek pasti Allah akan menampakkannya pula. Dan tiada seseorang itu menyembunyikan suatu rahasia, melainkan Allah ‘Azza wa Jalla akan memperlihatkan melalui kesalahan-kesalahan lesannya atau melalui roman mukanya, mustahil seseorang itu dapat lama-lama menipu dirinya sendiri, karena ia adalah fitrah seperti Allah telah menciptakan manusia berdasarkan fitrah tersebut. Fitrah Allah, dimana lahir manusia itu akan senantiasa bersesuaian dengan batinnya. Apabila garis lahir itu suatu ketika berpisah dengan garis batin, dengan nifak atau dusta atau riya’ atau perbuatan yang serupa itu, maka hal tersebut tidak akan berlangsung lama sebab fitrah yang telah diciptakan Allah tidak akan menerima kebathilan dan tidak akan kompromi dengan kebathilan dalam waktu yang lama.

Setiap fitrah dan setiap hati ingin kembali kepada fitrahnya seperti Allah telah menciptakan berdasarkan fitrah tersebut. Firman Allah Ta’ala :

“Shibghah Allah dan siapakah yang lebih baik shibghahnya dari pada Allah? dan hanya kepada-Nya-lah Kami menyembah.” (QS Al Baqarah : 138)

Dan

 

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS Ar Ruum : 30)

Dari ayat ini dapatlah diketahui, bahwa fitrah hakiki yang dicelup dan diciptakan oleh Allah dengan tangan-Nya tidak mampu berdusta atau berbohong dalam waktu yang lama. Dengan peringatan dari seorang da’I atau mendengar ayat-ayat Al Qur’an, fitrah tersebut akan bergetar keras dan berdoa sehingga menggoncangkan tumbukkan kebohongan, kedustaan dan kebathilan dan selanjutnya ia akan mengucapkan kebenaran.

Berapa banyak manusia yang ingin menzhalimimu atau mendustaimu atau merencanakan makar jahat terhadapmu, namun ketika panjang maka kamu dapati firthrahnya berguncang, mungkin dengan air matanya yang terus menerus mengalir di hadapanmu atau dengan taubat yang jujur melalui tanganmu. hati yang tidak mampu terus-menerus dalam kebathilan dan kedustaan itu telah membuka bagimu.

Jujur adalah sebuah ungkapan yang acap kali kita dengar dan menjadi pembicaraan. Akan tetapi bisa jadi pembicaraan tersebut hanya mencakup sisi luarnya saja dan belum menyentuh pembahasan inti dari makna jujur itu sendiri. Apalagi perkara kejujuran merupakan perkara yang berkaitan dengan banyak masalah keislaman, baik itu aqidah, akhlak ataupun muamalah; di mana yang terakhir ini memiliki banyak cabang, seperti perkara jual-beli, utang-piutang, sumpah, dan sebagainya. Jujur merupakan sifat yang terpuji. Allah menyanjung orang-orang yang mempunyai sifat jujur dan menjanjikan balasan yang berlimpah untuk mereka. Termasuk dalam jujur adalah jujur kepada Allah, jujur dengan sesama dan jujur kepada diri sendiri. Sebagaimana yang terdapat dalam hadits yang shahih bahwa Nabi bersabda,

“Senantiasalah kalian jujur, karena sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebajikan, dan kebajikan membawa kepada surga. Seseorang yang senantiasa jujur dan berusaha untuk selalu jujur, akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai seorang yang selalu jujur. Dan jauhilah kedustaan karena kedustaan itu membawa kepada kemaksiatan, dan kemaksiatan membawa ke neraka. Seseorang yang senantiasa berdusta dan selalu berdusta, hingga akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai seorang pendusta.”

Definisi Jujur

Jujur bermakna keselarasan antara berita dengan kenyataan yang ada. Jadi, kalau suatu berita sesuai dengan keadaan yang ada, maka dikatakan benar/jujur, tetapi kalau tidak, maka dikatakan dusta. Kejujuran itu ada pada ucapan, juga ada pada perbuatan, sebagaimana seorang yang melakukan suatu perbuatan, tentu sesuai dengan yang ada pada batinnya. Seorang yang berbuat riya’ tidaklah dikatakan sebagai seorang yang jujur karena dia telah menampakkan sesuatu yang berbeda dengan apa yang dia sembunyikan (di dalam batinnya). Demikian juga seorang munafik tidaklah dikatakan sebagai seorang yang jujur karena dia menampakkan dirinya sebagai seorang yang bertauhid, padahal sebaliknya. Hal yang sama berlaku juga pada pelaku bid’ah; secara lahiriah tampak sebagai seorang pengikut Nabi, tetapi hakikatnya dia menyelisihi beliau. Yang jelas, kejujuran merupakan sifat seorang yang beriman, sedangkan lawannya, dusta, merupakan sifat orang yang munafik.

Imam Ibnul Qayyim berkata, Iman asasnya adalah kejujuran (kebenaran) dan nifaq asasnya adalah kedustaan. Maka, tidak akan pernah bertemu antara kedustaan dan keimanan melainkan akan saling bertentangan satu sama lain. Allah mengabarkan bahwa tidak ada yang bermanfaat bagi seorang hamba dan yang mampu menyelamatkannya dari azab, kecuali kejujurannya (kebenarannya).

Allah berfirman,

“Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran mereka.” (QS. al-Maidah: 119)

“Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS. az-Zumar: 33)

Khatimah

Orang yang selalu berbuat kebenaran dan kejujuran, niscaya ucapan, perbuatan, dan keadaannya selalu menunjukkan hal tersebut. Allah telah memerintahkan Nabi untuk memohon kepada-Nya agar menjadikan setiap langkahnya berada di atas kebenaran sebagaimana firman Allah :

“Dan katakanlah (wahai Muhammad), ‘Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi-Mu kekuasaan yang menolong.” (QS. al-Isra’: 80)

Hakikat kejujuran dalam hal ini adalah hak yang telah tertetapkan, dan terhubung kepada Allah. Ia akan sampai kepada-Nya, sehingga balasannya akan didapatkan di dunia dan akhirat. Allah telah menjelaskan tentang orang-orang yang berbuat kebajikan, dan memuji mereka atas apa yang telah diperbuat, baik berupa keimanan, sedekah ataupun kesabaran. Bahwa mereka itu adalah orang-orang jujur dan benar. Allah berfirman,

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintai kepada karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila dia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS. al-Baqarah: 177)

Di sini dijelaskan dengan terang bahwa kebenaran itu tampak dalam amal lahiriah dan ini merupakan kedudukan dalam Islam dan Iman. Kejujuran serta keikhlasan keduanya merupakan realisasi dari keislaman dan keamanan.

Orang yang menampakkan keislaman pada dhahir (penampilannya) terbagi menjadi dua : mukmin (orang yang beriman) dan munafik (orang munafik). Yang membedakan diantara keduanya adalah kejujuran dan kebenaran atas keyakinannya. Oleh sebab itu, Allah menyebut hakekat keimanan dan mensifatinya dengan kebenaran dan kejujuran, sebagaimana firman Allah,

“(Juga) bagi para fuqara yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan (Nya) dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. al-Hasyr: 8)

Lawan dari jujur adalah dusta. Dan dusta termasuk dosa besar, sebagaimana firman Allah, “Kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.” (QS. Ali Imran: 61)

Dusta merupakan tanda dari kemunafikan sebagaimana yang disebutkan dalam hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda,

“Tanda-tanda orang munafik ada tiga perkara, yaitu apabila berbicara dia dusta, apabila berjanji dia mungkiri dan apabila diberi amanah dia mengkhianati.” (HR. Bukhari, Kitab-Iman: 32)

Kedustaan akan mengantarkan kepada kemaksiatan, dan kemaksiatan akan menjerumuskan ke dalam neraka. Bahaya kedustaan sangatlah besar, dan siksa yang diakibatkannya amatlah dahsyat, maka wajib bagi kita untuk selalu jujur dalam ucapan, perbuatan, dan muamalah kita. Dengan demikian jika kita senantiasa menjauhi kedustaan, niscaya kita akan mendapatkan pahala sebagai orang-orang yang jujur dan selamat dari siksa para pendusta. Waallahu A’lam.

“Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah dan mendustakan kebenaran ketika datang kepadanya? Bukankah di neraka Jahannam tersedia tempat tinggal bagi orang-orang yang kafir? Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa. Mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki pada sisi Tuhan mereka. Demikianlah balasan orang-orang yang berbuat baik, agar Allah akan menutupi (mengampuni) bagi mereka perbuatan yang paling buruk yang mereka kerjakan dan membalas mereka dengan upah yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. az-Zumar: 32 – 35)

وصلى الله على محمد وعلى آله وأصحابه وسلم

سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا اله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِيِمْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

 

KHUTBAH KEDUA

 

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا أَمَرَ فَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى عَنْهُ وَحَذَّرَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، اَلْوَاحِدُ الْقَهَّارُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. قَالَ اللهُ تَعَالَى ِفْي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

Lihat lebih banyak

Artikel terkait

Back to top button