Khutbah Jum'at

Khutbah Jumat Edisi 075: “Usahakanlah Faktor-Faktor Kemenangan”

Materi Khutbah Jumat Edisi 075 tanggal 5 Sya’ban 1437 H ini dikeluarkan oleh

Sariyah Da’wah Jama’ah Ansharusy Syariah dapat download di:

 

 

Usahakanlah Faktor-Faktor Kemenangan

(Dikeluarkan Oleh Sariyah Dakwah Jama’ah Ansharusy Syari’ah)

 

KHUTBAH PERTAMA

 

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ وَلاَ رَسُوْلَ بَعْدَهُ، قَدْ أَدَّى اْلأَمَانَةَ وَبَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَنَصَحَ اْلأُمَّةَ وَجَاهَدَ فِيْ سَبِيْلِهِ حَقَّ جِهَادِهِ

اَلصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا الْمُصْطَفَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ سَلَكَ سَبِيْلَهُ وَاهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.رَبِّ اشْرَحْ لِيْ صَدْرِيْ وَيَسِّرْ لِيْ أَمْرِيْ وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِيْ يَفْقَهُوْا قَوْلِيْ

قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. وَقَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. وَقَالَ: وَتَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى

وَقَالَ النَّبِيُ: اِتَّقِ اللهَ حَيْثُ مَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بَخُلُقٍ حَسَنٍ. (رواه الترمذي، حديث حسن)

Jamaah Jum’at  hamba Alloh yang  dirahmati Alloh SWT.

Segala puji bagi Alloh SWT, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepadajunjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga, dan para sahabatnya.

Khotib berwasiat kepada diri sendiri khususnya dan jama’ah sekalian marilah kita bertaqwa kepada Alloh dengan sebenar-benarnya taqwa, semoga kita akan menjadi orang yang istiqamah sampai akhir hayat kita.

Alloh SWT berfirman :

الَّذِينَ يَتَرَبَّصُونَ بِكُمْ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ فَتْحٌ مِنَ اللَّهِ قَالُوا أَلَمْ نَكُنْ مَعَكُمْ وَإِنْ كَانَ لِلْكَافِرِينَ نَصِيبٌ قَالُوا أَلَمْ نَسْتَحْوِذْ عَلَيْكُمْ وَنَمْنَعْكُمْ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فَاللَّهُ يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا

Artinya: “(yaitu) orang-orang yang menunggu-nunggu (peristiwa) yang akan terjadi pada di rimu (hai orang-orang mukmin). Maka jika terjadi bagimu kemenangan dari Alloh mereka berkata: “Bukankah Kami (turut berperang) beserta kamu ?” dan jika orang-orang kafir mendapat keberuntungan (kemenangan) mereka berkata: “Bukankah Kami turut memenangkanmu, dan membela kamu dari orang-orang mukmin?” Maka Alloh akan memberi keputusan di antara kamu di hari kiamat dan Alloh sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman. (QS. An-Nisa’: 141)

Pertolongan Alloh itu mahal dan tidak diberikan kepada sembarang muslim. Pertolongan dari Alloh hanya diberikan kepada satu thaifah (kelompok) khusus yang memiliki sifat-sifat tertentu. Thaifah ini telah dipersiapkan oleh Alloh untuk mendapatkan pertolongan dari-Nya dan untuk melaksanakan perintah-Nya. Alloh mentarbiyah mereka dengan tarbiyah khusus sehingga nantinya mereka layak dikuasakan di muka bumi dan sanggup untuk menegakkan dien dengan segala keistimewaan Dien itu.

Thaifah yang akan mendapatkan pertolongan inilah thaifah yang disebut oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya:

لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِيْ ظَاهِرَةً عَلَى الْحَقِّ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللهِ وَهُمْ كَذَلِكَ

“Akan senantiasa ada satu thaifah dari umatku yang berdiri kukuh di atas kebenaran. Orang-orang yang menghinakan mereka tidaklah mendatangkan mudharat bagi mereka. Sampai tiba keputusan Alloh, mereka tetap dalam keadaan itu.” (HR. Bukhari dan Muslim )

Dalam memenangkan pertempuran melawan musuh, thaifah yang berdiri kukuh di atas kebenaran ini tidak pernah mendapatkan kemenangan itu dikarenakan jumlah mereka yang banyak. Sebaliknya, jumlah mereka selalu sedikit. Dan sepanjang zaman, ahlul-iman dapat mengalahkan musuh-musuh mereka bukan dengan jumlah dan bekal logistik mereka, tetapi mereka dapat memenangkannya dengan berbekalkan dien ini. Dien yang dengannya Alloh memuliakan mereka, seperti yang dikatakan oleh ‘Abdullah bin Rawahah dalam perang Mu’tah.

وَمَا نُقَاتِلُ النَّاسَ بِعَدَدٍ وَلاَ قُوَّةٍ وَلاَ كَثْرَةٍ مَا نُقَاتِلُهُمْ إِلاَّ بِهَذَا الدِّيْنِ الَّذِيْ أَكْرَمَنَا اللهُ بِهِ

“Kita tidak memerangi manusia dengan bilangan, kekuatan, dan jumlah kita. Kita hanya memerangi mereka karena dien ini. Dien yang Alloh memuliakan kita dengannya.[1]

Bahkan, jika kita memperhatikan semua kancah peperangan antara kaum muslimin dengan musuh-musuh mereka Anda akan mendapati selalunya jumlah dan perbekalan kaum muslimin jauh lebih sedikit dibandingkan jumlah dan perbekalan musuh. Kebenaran ada pada Abu Bakar ash-Shiddiq. Beliau menulis surat kepada panglima perangnya, ‘Amru bin ’Ash. Bunyinya, “Semoga keselamatan senantiasa dilimpahkan kepadamu! Suratmu yang mengabarkan bahwa Romawi telah mengumpulkan pasukannya yang jumlahnya sangat banyak telah sampai. Sesungguhnya Alloh tidak memberikan kemenangan kepada kita kala bersama Nabi-Nya SAW dengan banyaknya perbekalan dan jumlah pasukan. Dahulu, kita pernah berperang bersama Rasulullah SAW sedangkan yang kita miliki hanyalah dua ekor kuda. Adapun kita sendiri, waktu itu hanya berjalan di belakang onta. Dalam perang Uhud yang disertai Rasulullah SAW pun kami hanya membawa seekor kuda yang ditunggangi oleh beliau SAW. Meski demikian, Alloh tetap memenangkan dan menolong kita atas orang-orang yang menyelisihi kita. Juga, ketahuilah bahwa manusia yang paling taat kepada Alloh adalah orang yang paling benci kepada kemaksiatan. Maka, taatilah Alloh dan perintahkan sahabat-sahabatmu untuk mentaatiNya!.” (Diriwayatkan Ath-Thayalisi)

Sungguh sunnatullah itu tidak berlaku bagi orang-orang tertentu saja. Baik untuk kemenangan atau pun kekalahan, keduanya ada sebabnya. Barangsiapa diberi taufiq oleh Alloh berupa sebab-sebab kemenangan, niscaya Alloh akan memenangkannya. Begitu pun sebaliknya, barangsiapa tidak diberi taufiq oleh Alloh hendaknya ia tidak mencela selain mencela dirinya sendiri.

لَيْسَ بِأَمَانِيِّكُمْ وَلاَ أَمَانِيِّ أَهْلِ الْكِتَابِ مَنْ يَعْمَلْ سُوْءًا يُجْزَ بِهِ

“(Pahala dari Alloh) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak (pula) menurut angan-angan Ahli Kitab. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu.”(QS. An-Nisa`: 123)

Jika sebuah jamaah Islam menghajatkan kemenangan atas musuh-musuhnya, maka ia harus memenuhi sebab-sebab datangnya kemenangan. Sama seperti yang dilakukan oleh para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.

Memerinci sebab-sebab kemenangan secara detail akan menghabiskan banyak waktu dan banyak halaman. Karenanya kita hanya akan menyebutkannya secara global. Sebab-sebab yang melatarbelakangi seluruh kemenangan agung yang dicapai oleh para sahabat dan para tabi’in.

Tersebut di dalam sirah, bahwa musuh-musuh para sahabat itu tidak pernah mampu bertahan lama di dalam peperangan melawan mereka. Bahkan ketika Heraclius mendengar kabar bahwa Romawi telah bertekuk lutut, ia berkata, “Celaka kalian! Coba ceritakan tentang musuh yang memerangi kalian itu! Bukankah mereka juga manusia seperti kalian?!” Mereka menjawab, “Benar..” “Jumlah kalian lebih banyak ataukah sebaliknya?”, tanyanya lagi. “Bahkan jumlah kami berlipat-lipat lebih banyak daripada jumlah mereka di dalam setiap kancah.”, jawab mereka. “Lalu, ada apa dengan kalian sehingga kalian menjadi pecundang?” Salah seorang pembesar mereka menjawab, “Karena mereka semua bangun menunaikan shalat malam, mereka berpuasa di siang hari, mereka menepati janji, mereka beramar makruf nahi munkar, serta mereka saling tolong-menolong. Juga karena kami semua meminum arak, berzina, melanggar yang haram, menyelisihi janji, berbuat ghashab, berbuat zhalim, menyebarkan perseteruan, meninggalkan hal-hal yang diridlai oleh Alloh, serta membuat kerusakan di muka bumi.” “Benar yang kamu katakan.”, komentar Heraclius.[2]

Dengan kecerdasannya seorang pembesar Romawi telah menyimpulkan tentang sebab-sebab kemenangan dan kekalahan. Ia menjelaskan bahwa pasukan muslimin telah memenuhi semua sebab untuk mendapatkan kemenangan, total. Sebaliknya, Romawi telah memenuhi semua sebab untuk mendapatkan kekalahan, total. Maka Alloh pun memberikan kemenangan bagi yang berhak dan menimpakan kekalahan bagi musuhnya.

Seorang mata-mata Romawi yang dikirim untuk mencari tahu kabar dan keadaan kaum muslimin, menguatkan pernyataan di atas. Waktu itu menjelang penaklukan kota Syam, sepulang dari memata-matai pasukan muslimin ia melaporkan semuanya. Ia berkata, “Mereka adalah pendeta di waktu malam dan ahli menunggang kuda di siang hari. Jika salah seorang anak raja mereka mencuri, mereka tetap memotong tangannya. Jika ia berzina ia pun akan dirajam, demi menegakkan kebenaran pada diri mereka.” Petinggi yang dilapori pun berkata, “Apabila yang kamu katakan itu benar, perut bumi jauh lebih baik daripada berjumpa mereka di permukaannya. Yang aku inginkan sekarang hanyalah, Alloh membiarkanku bertempur melawan mereka, lalu Dia tidak menolongku, pun tidak menolong mereka.”[3]

Ada juga salah seorang pengikut setia Thulaihah al-Asadiy yang menceritakan tentang sebab-sebab kemenangan dan kekalahan. Ketika Thulaihah melihat banyak sekali pasukannya yang menjadi pecundang di medan perang, ia berkata, “Celaka! Apa yang membuat kalian kocar-kacir begini?!” Salah seorang pengikut setianya itu menjawab, “Saya beritahukan kepadamu apa yang membuat kita kalah total. Sesungguhnya tidak seorang pun dari mereka yang menginginkan sahabatnya terbunuh lebih dahulu. Kami benar-benar mendapati suatu kaum yang semuanya ingin kematiannya datang lebih dulu daripada kematian sahabatnya!”[4]

Ada pula seorang mata-mata Romawi yang diutus oleh penguasa Damaskus. Ketika itu pasukan muslimin datang dari arah Yordania. Mata-mata itu berkata, “Saya datang kepada Anda usai berjumpa dengan kaum yang tubuh mereka kurus kering, mereka mengendarai kuda-kuda pilihan, di malam hari mereka bagai pendeta, dan di siang hari mereka adalah penunggang kuda nan tangkas… Seandainya Anda mengajak bicara orang yang ada di samping Anda, niscaya ia tidak memahami apa yang mereka katakan karena begitu gegap gempita suara mereka oleh bacaan al-Qur`an dan dzikir.” Lalu penguasa Damaskus itu menoleh kepada sahabat-sahabatnya seraya berkata, “Mereka mengamalkan sesuatu yang tidak mungkin kalian mampu melakukannya.”

Setelah kita sama-sama mengerti keadaan tiap-tiap personal pasukan Islam, semoga Anda bisa mengerti bagaimana mereka meraih kemenangan demi kemenangan dan apa yang menjadi sebab dari semua itu.

Di dalam Tarikh at-Thabariy disebutkan, “Ketika kaum muslimin menaklukkan Madain mereka mengumpulkan semua harta rampasan perang. Ada seorang laki-laki membawa wadah untuk mengumpulkannya lalu ia serahkan kepada yang bertanggungjawab untuk selanjutnya dibagi. Orang-orang bertanya kepadanya, ‘Wow, kami belum pernah melihat yang seperti itu! Dari apa yang kami kumpulkan, tidak ada sesuatu pun yang senilai dengannya atau bahkan mendekatinya. Apakah kamu mengambilnya barang sebuah?’ Laki-laki itu menjawab, ‘Demi Alloh, jika bukan karena Alloh aku tidak akan mengumpulkannya.’ Maka orang-orang pun mengerti bahwa orang itu bukan sembarang laki-laki. Mereka bertanya, ‘Siapakah Anda ini?’ Laki-laki itu menjawab, ‘Demi Alloh, aku tidak akan memberitahukan kepada kalian karena aku khawatir akan pujian. Pun tidak akan kuberitahukan kepada selain kalian karena aku khawatir akan sanjungan. Sungguh, aku memuji Alloh dan ridha terhadap pahala dari-Nya.’ Lalu mereka menyuruh seseorang untuk membuntutinya sampai ketika ia telah berkumpul dengan teman-temannya, suruhan itu bertanya kepada mereka. Laki-laki itu adalah ‘Amir bin ‘Abdu Qais.”[5]

At-Thabariy juga menyebutkan, “Ketika pedang, ikat pinggang, dan mahkota Kisra diserahkan kepada ‘Umar RA, beliau berkata, ‘Sungguh, kaum yang menyerahkan semua ini adalah kaum yang benar-benar beramanah.’ Mendengar hal itu ‘Ali RA berkata, ‘Sesungguhnya Anda bersikap ‘iffah (menjaga diri) sehingga semua rakyat pun memilih sikap yang sama.’”[6]

 

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ

 

Wallahul muwaffiq.

 

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَالْعَصْرِ، إِنَّ الإِنسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ، إِلاَّ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ

 

Khutbah Kedua

 

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

جَمَاعَةَ الْجُمُعَةِ، أَرْشَدَكُمُ اللهُ. أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا وَيَرْزُقُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ.اَللَّهُمَ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ.اَللَّهُمَّ انْصُرِ الْمُجَاهِدِيْنِ فِيْ كُلِّ مَكَانٍ وَزَمَانٍ

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ.رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ اْلأَبْرَارِ.رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَّسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا، رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِن قَبْلِنَا، رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ، وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنتَ مَوْلاَنَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.اَللَّهُمَّ إِنَا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَجَنَّتَكَ وَنَسْأَلُكَ شَهَادَةً فِيْ سَبِيْلِكَ.اَللَّهُمَّ أَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُبْتَدِعَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ أَعْدَائَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ

اَللَّهُمَّ شَتِّتْ شَمْلَهُمْ وَمَزِّقْ جَمْعَهُمْ وَزَلْزِلْ أَقْدَامَهُمْ وَأَلْقِ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الرُّعْبَ.اَللَّهُمَّ عَذِّبْهُمْ عَذَابًا شَدِيْدًا وَحَسِّبْهُمْ حِسَابًا ثَقِيْلاً.رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

 

[1] Dr. Najih Ibrahim, Risalatun ila kulli man ya’malu lil Islam, terj. Taushiyah Untuk Aktivis, ( An-Nadwah : Jakarta Timur, 2003), hlm.108.

[2] Riwayat Ahmad bin Marwan Al-Maliki dan Ibnu Asakir.

[3] Op.Cit.

[4] Ibid.

[5] Ibid

[6] Riwayat Ibnu Jarir.

Lihat lebih banyak

Artikel terkait

Back to top button