Khutbah Jumat Edisi 103: “Kewajiban Berpartisipasi Dalam Jihad”
Materi Khutbah Jumat Edisi 103 tanggal 24 Shafar 1438 H ini dikeluarkan oleh
Sariyah Da’wah Jama’ah Ansharusy Syari’ah dapat download di:
Kewajiban Berpartisipasi Dalam Jihad
(Dikeluarkan Oleh Sariyah Dakwah Jama’ah Ansharusy Syari’ah)
KHUTBAH PERTAMA
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ وَلاَ رَسُوْلَ بَعْدَهُ، قَدْ أَدَّى اْلأَمَانَةَ وَبَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَنَصَحَ اْلأُمَّةَ وَجَاهَدَ فِيْ سَبِيْلِهِ حَقَّ جِهَادِهِ
اَلصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا الْمُصْطَفَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ سَلَكَ سَبِيْلَهُ وَاهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.رَبِّ اشْرَحْ لِيْ صَدْرِيْ وَيَسِّرْ لِيْ أَمْرِيْ وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِيْ يَفْقَهُوْا قَوْلِيْ
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. وَقَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. وَقَالَ: وَتَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى
وَقَالَ النَّبِيُ: اِتَّقِ اللهَ حَيْثُ مَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بَخُلُقٍ حَسَنٍ. (رواه الترمذي، حديث حسن)
Jamaah Jum’at hamba Allah yang dirahmati Allah SWT.
Segala puji bagi Allah SWT, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepadajunjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya.
Khotib berwasiat kepada diri sendiri khususnya dan jama’ah sekita marilah kita bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa, semoga kita akan menjadi orang yang istiqamah sampai akhir hayat kita.
Termasuk fiqih dakwah adalah bagi para da’i dan thalibul ilmi untuk memperhatikan keadaan umat Islam, apa yang mereka butuhkan, apa yang belum mereka ketahui, apa yang mereka lalaikan. Hari ini, mayoritas umat Islam tidak mengerti fiqih jihad dengan makna perang ini. Musuh-musuh Islam menghinakan dan membantai kaum muslimin di mana-mana, sementara para penguasa di negara-negara berpenduduk muslim justru mengekor kepada musuh-musuh Islam dan menyambut mereka dengan penuh penghormatan dan kekeluargaan, dengan alasan membuat perdamaian padahal hal itu tak lebih dari sikap menyerah dan menghinakan diri. Sudah sepantasnya para da’I dan thalibul ilmi menerangkan makna syar’I jihad ini dan mengajak umat untuk melakukan i’dad dalam kondisi lemah seperti saat ini, untuk bisa melakukan faridhah jihad ini dikala mampu. Bukannya malah mengangkat pemahaman bahwa jihad di artikan perang itu salah. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
“Siapa mati dan belum pernah berperang atau meniatkan diri berperang maka ia mati dalam salah satu cabang dari kemunafikan.” [HR. Muslim no. 1910, Abu Daud no. 2502, Nasa’I 6/8].
Dinamika Sejarah Islam Bergantung Kepada Jihad.
Wahai saudaraku, kita harus mengetahui bahwa tugas kita dalam hidup ini adalah menegakkan Dienullah (agama Allah). Dan menegakkan Dienullah dibumi ini merupakan suatu pekerjaaan yang mesti disertai jihad, tak pernah lepas darinya untuk selamanya.Dan mesti pula disertai taushiyah bil haq dan taushiyah bish shabr. Adapun orang-orang yang menyangka bahwa kehidupan atau jihad itu hanya semata-mata memerangi suatu kaum atau pergulatan demi mempertahankan hidup atau mengusir musuh yang menguasai sejengkal tanah, maka mereka itu tidak mengetahui tabi’at agama ini dan tidak pula mengerti sunah Sayyidil Mursalin SAW. Sesunguhnya jihad itu adalah tugas wajib yang tergantung di leher setiap muslim sejak qalam berjalan mencatat amal perbuatannya, sampai qalam tersebut diangkat karena dia gila atau pingsan atau karena sebab yang lain. Tanpa alasan itu, maka tugas jihad akan tetap terus berlaku. Tak ada jalan lolos baginya. Jika seseorang meninggalkan kewajiban jihad, yang dalam masa-masa seperti sekarang ini lebih didahulukan atas kewajiban shalat, maka boleh jadi dia menjadi orang fasiq atau pendurhaka. Kewajiban jihad lebih didahulukan atas shalat dan puasa.
Artinya, jihad itu didahulukan atas shalat, puasa, zakat, haji dan kewajiban yang lainnya. Jika berbenturan antara kewajiban jihad dengan haji, maka kewajiban haji ditangguhkan dan kewajiban jihad didahulukan. Apabila kewajiban puasa berbenturan dengan kewajiban jihad, maka kewajiban shalat ditangguhkan, sementara waktu, atau di qhashar atau dipersingklat atau berubah bentuk dan keadaanya demi menyesuaikan jihad. Karena menghentikan jihad sejenak saja sama artinya dengan menghentikan gerak laju agama Allah ‘Azza wa Jalla dalam kehidupan ini. lalu apa kehidupan itu? Apa sejarah itu? Sejarah kaum muslimin tidak lain adalah gerak perjuangan para tokoh bersama agama ini melalui pedang dan pemahaman Al-Qur’an. Pedang di satu tangan , dan Al-Qur’an di tangan yang lain. Jika jihad terhenti dari perjalanannya di muka bumi, maka dinamika sejarah Islam pun terhenti. Karena itu para fuqaha menamakan jihad dengan As Sairu/sirah, yang berarti perjalanan.
Mereka mengatakan: “As Sairu dan Al Maghazi”, maksudnya kisah perjalanan dan peperangan . perjalanan jihad adalah perjalanan hidup para tokoh. Jihad itu adalah kisah-kisah para syuhada’. Shirah agama adalah kisahnya para tokoh. Dan ia adalah gerak perjuangan para tokoh dalam menegakkan agama ini. Dan ia adalah perjalanan agama ini. Kumpulan kisah itu adalah kumpulan shirah (perjalanan hidup). Shirah si Fulan, si Fulan, dan si Fulan, keseluruhannya disebut sair (kisah-kisah perjalanan). Dan “sair” mereka adalah jihad dan peperangan.
Oleh karenanya terkadang syetan masuk dalam hatimu untuk memukul dan menggoda. Dia berkata; “Apa perlumu wahai saudaraku, membuang-buang waktu bersama orang-orang Afghan? Kaum yang tak memahami aqidah, kaum yang shalat mereka tidak tenang dan khusyu’, kaum yang para pemimpin mereka saling bermusuhan dalam soal politik dan kekuasaan, kaum yang diantara mereka terdapat para pembohong dan pencuri, kaum yang hendak menghisap harta kekayaanmu”.
Kadang syetan masuk ke dalam dirimu melalui berbagai kemaslahatan dan tanggung jawab. Syetan akan berkata kepadamu: “Kenapa kita tinggalkan negerimu. Ketahuilah masjid yang kau tinggalkan sekarang ini sedikit sekali yang memakmurkannya, perkampungan yang kita tinggalkan menjadi sedikit jumlah orang-orang shalehnya. Madrasah, sekolah yagn kau tinggalkan telah kehilangan anak-anak didik yang pernah kita asuh. Orang-orang telah bercerai berai dari masjidmu, maka kumpulkanlah mereka kembali yang berpisah-pisah dan satukan mereka. Keterikatan mereka hanya kepadamu, karena kita adalah lambang keimanan dan figur pemimpin di mata mereka. Mereka akan mengikuti jejakmu dan menelusuri langkahmu.
Maka bertambahlah keraguan, kebimbangan dan kebingungan manakala bertambah kepedihan dalam perjalanan jihad. Akan tetapi tidak ada jalan keluar. Jika kita meninggalkan bumi jihad dan kembali ke negerimu, maka kita akan membawa gelar fasiq dari Allah.
“Maka tunggulah Allah mendatangkan keputusan-Nya dan Allah tiada memberi petunjuk kepada orang-orang fasiq.” (QS. At-Taubah: 24).
Kita membawa gelar fasiq, meskipun kita mengerjakan shalat di malam hari dan berpuasa di siang hari. Meski kita mengerjakan shalat malam di negerimu dan berpuasa namun kita tetap fasiq. Setiap orang yang tidak berjihad di muka bumi sekarang ini, maka dia adalah fasiq. Meskipun dia adalah aktifis masjid, meskipun dia adalah dari golongan abid dan zahid (abid: yang selalu beribadah, zahid: yang menjauhi keduniawian).
Demi Allah, kutanyakan kepada kita, ibadah apa, kezuhudan apa dan ghirah iman yang bagaimanaa yang ada pada mereka yang menyaksikan kehormatan dirusak, kesucian diinjak-injak, kaum muslimin dibantai, darah mereka mengalir sia-sia, batas-batas mereka halalkan, agama mereka hina dan lecehkan.
Ghirah/kecemburuan apa, agama apa, kezuhudan apa dan shalat malam apa yang ada pada mereka itu? Sesungguhnya mereka yang lari dari bumi pertempuran untuk mencurahkan waktunya buat ibadah, karena dada mereka sempir berjuang di atas jalan jihad, maka dada mereka akan bertambah sempit manakala tujuan yang paling besar lenyap dari matanya, tujuan yang diciptakan untuknya.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ (٥٦)مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ (٥٧)
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan.” (QS. Adz-Dzariyat: 56-57).
Ya mungkin pengorbanan yang amat tinggi, mungkin beban tersebut sangat berat. Boleh jadi jalan yang akan kamu lalui menyusahkan, di sana sini penuh dengan onak-duri. Akan tetapi, tidak ada tempat lari dan tidak ada jalan untuk meloloskan diri, kita duduk dengan kefasikan atau kita berjihad dengan keimanan dan kita mencapai negeri syurga dengan jihad kita itu.
Hukum Jihad Hari Ini.
Jihad hari ini fardhu ‘ain karena terkumpulnya berbagai alasan, antara lain:
- Musuh yang menyerang dan menguasai satu daerah atau lebih dari daerah-daerah kaum muslimin.
Ini ditandai dengan jatuhnya Andalus (Spanyol) ke tangan orang-orang Nasrani dan terusirnya umat Islam dari sana tahun 1492 M. Sejak saat itu jihad fardhu ‘ain bagi kaum muslimin di Spanyol. Karena mereka tidak mampu mengusir musuh, maka jihad meluas sampai kepada seluruh kaum muslimin di seluruh dunia. Karena sampai hari ini Spanyol belum juga terbebaskan maka jihad samapi hari ini tetap fardhu ‘ain dan kaum muslimin berdosa atas kelalaian mereka membebaskan Andalus.
Pada tahun 1917 M Palestina jatuh ke tangan Inggris dan pada tahun 1948 M berdiri di atasnya negara Israel Raya. Dengan demikian, wajib bagi seluruh umat Islam untuk membebaskan Palestina sampai kapanpun jua.
Begitu pulalah hukum jihad pada hari ini, Dr. Abdulloh Azzam menyatakannya sebagai fardlu ‘ain sampai seluruh daerah yang pernah dikuasai kaum muslimin terbebaskan dari kekuasaan orang-orang kafir dan kembali lagi ke pangkuan kaum muslimin. [1]
- Tertawannya ribuan umat Islam di tangan musuh, demikian juga penuhnya penjara dengan para da’i dan umat Islam.
Telah kita sebutkan jika seorang perempuan muslimah tertawan maka seluruh umat Islam harus membebaskannya meskipun menghabiskan seluruh harta mereka, meskipun harus mengorbankan nyawa mereka. Hari ini ribuan nyawa umat Islam terbantai, wanita-wanitanya dinodai, harta mereka dirampas dan mereka tak menemukan perlindungan serta pembelaan, maka jihad menjadi fardhu ‘ain sampai mereka semua mendapatkan haknya seperti semula.
- Para penguasa yang murtad. Pemimpin yang murtad karena menerapkan sistem sekuler dan demokrasi serta meninggalkan dan mengganti syariat Islam dengan UU buatan manusia.
Telah disepakati bahwa mengganti hukum Allah dengan UU buatan manusia berarti telah kafir dan murtad. Sistem pemerintahan sekuler merupakan ideologi kufur yang telah disepakati ulama.
“Dari Ubadah bin Shamit ia berkata ”kami membai’at Rasulullah untuk mendengar dan taat baik dalam keadaan senang ataupun benci, ringan maupun berat dan atas para pemimpin yang mementingkan dirinya sendiri dan (kami berbaiat untuk tidak mencabut/memberontak urusan ini (kepemimpinan) dari yang berhak (imam) kecuali kalau kalian melihat kekufuran yang nyata yang kalian mempunyai dasar pasti dari Allah dalam hal itu..” [HR. Muttafaq ‘alaihi].
Imam Al Khathabi berkata”Makna bawahan adalah dhahir nyata, dari perkataan mereka,”Baaha bisya-i-yabuuhu-bawaahan-(باح بالشيء ـ يبوح ـ بواحا) maknanya mengumumkan dan menampakkannya.” [Fathul Bari 13/8]. Makna “Kalian mempunyai dasar pasti dari Allah dalam hal itu“ seperti dikatakan Ibnu Hajar adalah,” Nash ayat atau khabar (hadits) yang shahih yang tidak menerima ta’wilan lagi.” [Fathul Bari XIII/5].
Imam Nawawi berkata ”Makna kekafiran di sini adalah maksiat. Arti hadits jangan kalian merebut kekuasaan para penguasa dan jangan pula menentang mereka kecuali kalau kalian benar-benar melihat kemngkaran yang nyata yang kamu ketahui termasuk qawai’du Islam.” [Syarhu Muslim XII/229].Imam Nawawi berkata,” Al Qadhi (Iyadh) berkata,” Jika terjadi kekufuran atau merubah syari’at atau melakukan bid’ah maka ia keluar dari wilayah (hak menjadi imam) dan kewajiban mentaatinya gugur…..dan wajib bagi mereka untuk menjatuhkan imam yang kafir.” [Syarhu Muslim XII/229].
Imam Ibnu Taimiyah berkata ”Seseorang kapan saja ia menghalalkan hal yang telah di ijma’i (disepakati) keharamannya atau mengharamkan hal yang telah disepakati kehalalannya atau mengganti syari’at (hukum) yang telah disepakati maka ia telah kafir dan murtad menurut kesepakatan fuqaha’.” [Majmu’ Fatawa III/267].
Merupakan satu hal yang mustahil para pemimpin yang kafir menyerahkan kekuasannya kepada umat Islam secara suka rela. Untuk mengangkat seorang pemimpin yang muslim dan menegakkan syariat Allah tentu akan mereka hadapi dengan kekuatan, sehingga jihad merupakan alternatif yang tidak boleh tidak harus ditepuh. Jalan lain seperti dakwah, tarbiyah apalagi parlemen terbukti gagal menundukkan kekuatan penguasa kafir.
Allah berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قَاتِلُوا الَّذِينَ يَلُونَكُم مِّنَ الْكُفَّارِ وَلْيَجِدُوا فِيكُمْ غِلْظَةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
“Hai orang-orang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan ketahuilah, bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa.“(QS. At-Taubah: 123).
- Para penguasa yang murtad ini merupakan kelompok yang menolak memberlakukan syariat.
وَعَنْ ابْنِ عُمَرَ – رضي الله عنهما – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ – صلى الله عليه وسلم -: ” أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ، وَيُقِيمُوا الصَلَاةَ , وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَيُؤْمِنُوا بِمَا جِئْتُ بِهِفَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَعَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْإِلَّا بِحَقِّ الْإِسْلَامِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ
“Saya diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi tiada Ilah yang berhak diibadahi selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan sholat dan menunaikan zakat. Jika mereka telah melakukan hal itu maka mereka telah menjaga darah dan harta mereka, sedang perhitungan (amal) mereka urusan Allah.” (HR. Bukhori-Muslim).
Ibnu Taimiyah berkata ”Setiap kelompok yang menentang/menolak untuk melaksanakan syariat-syariat Islam yang dhahir seperti kaum Tatar atau lainnya, wajib diperangi sampai melaksanakan syariat Islam, sekalipun mereka mengucapkan dua kalimat syahadat dan melaksanakan sebagian syariat-syariat Islam , sebagaimana Abu Bakar dan para shahabat memerangi orang-orang yang menolak membayar zakat. Hal ini disepakati para fuqaha’ sesudah shahabat.” [Majmu’ Fatawa XXVIII/502].
و قاتلوهم حتى لاتكون فتنة و يكون الدين له لله
“Dan perangilah merekasampai tidak ada lagi kekafiran dan seluruh dien menjadi milik Allah semata.” (QS. Al-Anfaal: 39).
Imam Nawawi berkata ”dalam hadits diatas ada hukum wajibnya memerangi orang-orang yang menolak membayar zakat atau mengerjakan shalat atau kewajiban Islam selain keduanya baik sedikit maupun banyak berdsar perkataan Abu Bakar,” Kalau mereka menolak membayar iqalan atau inaqan.” Imam Malik berkata,” Masalahnya menurut kami setiap orang yang menolak salah satu faridhah dari faridhah-faridhah Allah dan kaum muslimin tisdak bisa mengambilnya darinya maka wajib bagi mereka untuk berjihad sampai mampu mengambil hak itu darinya.” [Syarhu Muslim 1/212].
- Runtuhnya khilafah Islamiyah sejak 1924 M.
Para ulama telah bersepakat menegakkan khilafah wajib hukumnya.
Imam Syaukani berkata ”Jika disyariatkan mengangkat amir untuk tiga orang yang berada di tempat yang luas atau bersafar maka pensyariatannya untuk jumlah yang lebih besar yang menempati desa-desa dan kota-kota dan dibutuhkan untuk mencegah kezaliman dan menyelesaikan persengketaan lebih penting dan lebih berhak lagi. Karena itu hal ini menjadi dalil bagi yang berpendapat,” Wajib bagi kaum muslimin utnuk menegakkan pemimpin, para wali dan penguasa.” [Nailul Authar VIII/288].
Wallahu A’lam bish Shawab.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ
Wallahul muwaffiq.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَالْعَصْرِ، إِنَّ الإِنسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ، إِلاَّ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ
KHUTBAH KEDUA
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
جَمَاعَةَ الْجُمُعَةِ، أَرْشَدَكُمُ اللهُ. أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا وَيَرْزُقُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ.اَللَّهُمَ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ.اَللَّهُمَّ انْصُرِ الْمُجَاهِدِيْنِ فِيْ كُلِّ مَكَانٍ وَزَمَانٍ
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ.رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ اْلأَبْرَارِ.رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَّسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا، رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِن قَبْلِنَا، رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ، وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنتَ مَوْلاَنَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.اَللَّهُمَّ إِنَا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَجَنَّتَكَ وَنَسْأَلُكَ شَهَادَةً فِيْ سَبِيْلِكَ.اَللَّهُمَّ أَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُبْتَدِعَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ أَعْدَائَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ
اَللَّهُمَّ شَتِّتْ شَمْلَهُمْ وَمَزِّقْ جَمْعَهُمْ وَزَلْزِلْ أَقْدَامَهُمْ وَأَلْقِ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الرُّعْبَ.اَللَّهُمَّ عَذِّبْهُمْ عَذَابًا شَدِيْدًا وَحَسِّبْهُمْ حِسَابًا ثَقِيْلاً.رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
[1] Ilhaq bil Qafilah. Hal. 53 juga Fatwa beliau : Ad Difa’ ‘an Aradhi al Muslimin