Khutbah Jum'at

Khutbah Jumat Edisi 127: “Aksi Bela Islam Bukanlah Aktivitas Sesaat”

Materi Khutbah Jumat Edisi 127 tanggal 15 Sya’ban 1438 H ini dikeluarkan oleh

Sariyah Da’wah Jama’ah Ansharusy Syari’ah dapat download di:

  

 

Aksi Bela Islam Bukanlah Aktivitas Sesaat

(Dikeluarkan Oleh Sariyah Dakwah Jama’ah Ansharusy Syari’ah)

 

KHUTBAH PERTAMA

 

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ قَدِيْمِ اْلإِحْسَانِ ذِي الْعَطَاءِ الْوَاسِعِ وَاْلاِمْتِنَانِ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَأَشْكُرُهُ عَلَى مَا أَوْلَدَهُ

وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمِّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ

أَمَّا بَعْدُ؛ فَيَا عِبَادَ اللهِ اِتَّقُوا اللهَ تَعَالَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ سُبْحَانَهُ هُوَ الْمُنْعِمُ الْمُتَفَضِّلُ

يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ

قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

Hadirin Ma’asyirol Muslimin Rohimakumulloh,

Marilah kita tingkatkan iman dan taqwa kita  kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala agar kita beruntung di dunia dan diakhirat.

Hadirin Ma’asyirol Muslimin Rohimakumulloh,

AKSI BELA ISLAM BUKANLAH AKTIVITAS SESAAT

Aksi bela Islam bukanlah aktivitas yang cukup dikerjakan di saat Anda memiliki waktu luang dan bisa Anda tinggalkan saat sibuk. Tidak! Aksi bela Islam terlalu agung dan mulia jika mesti diperlakukan begitu.

Perkara intima` kepada dien ini tentu saja jauh lebih serius daripada yang seperti itu. Islam tidak seperti klub ilmiyah, klub olahraga, atau kepanduan yang cukup dikerjakan saat masih menjadi pelajar/mahasiswa, lalu bisa ditinggalkan saat telah lulus. Atau cukup dikerjakan saat masih bujang dan boleh ditinggalkan setelah menikah. Atau Anda curahkan waktu sebelum Anda mendapat pekerjaan dan setelah mendapatkannya, atau Anda membuka klinik, apotek, biro konsultasi, atau Anda disibukkan dengan pelajaran-pelajaran khusus, maka Anda boleh meninggalkannya atau meremehkannya. Sekali-kali tidak! Aksi bela Islam bukanlah seperti itu.

Perkara aksi bela Islam dan intima` kepadanya sama dengan perkara ‘ubudiyah kepada Allah yang sebenarnya. Oleh karena itu, semestinya seorang muslim tidak melepaskan diri dari aksi bela Islamkecuali bersamaan dengan keluarnya ia dari kehidupan ini.. Bukankah Allah telah berfirman

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

“Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).” (QS. Al-Hijr: 99)

Sampai datang kematian!!!

Al-Qur`an tidak mengatakan ‘Sembahlah Rabbmu sampai kamu keluar dari Universitas atau saat menjadi pegawai atau sampai kamu menikah atau sampai kamu membuka klinik atau sampai kamu membuka biro konsultasi dst.”

Hadirin Ma’asyirol Muslimin Rohimakumulloh,

Para pendahulu kita, as-salafus shalih memahami benar hakekat yang sederhana namun sangat urgen dalam dienullah ini.

Kita dapati ‘Ammar bin Yasir, beliau berangkat perang saat usia beliau telah mencapai 90 tahun. Perang! Bukan berdakwah, mengajar orang-orang, atau beramar makruf nahi munkar. Beliau berangkat perang saat tulang-belulang beliau sudah rapuh, tubuh telah renta, rambut telah memutih, dan kekuatan sudah jauh berkurang.

Adalah Abu Sufyan masih membakar semangat para pasukan untuk berperang saat beliau berumur 70 tahun.

Begitu pun dengan Yaman, Tsabit bin Waqasy. Keduanya tetap berangkat ke medan Uhud meski telah lanjut usia dan meski Rasulullah menempatkan mereka bersama kaum wanita, di bagian belakang pasukan.

Mengapa kita mesti pergi jauh?! Bukankah Rasulullah SAW telah melaksanakan 27 pertempuran[1]. Semua peperangan itu beliau alami setelah usia beliau lewat 54 tahun. Bahkan perang Tabuk, perang yang paling berat bagi kaum muslimin, diikuti dan dipimpim langsung oleh beliau saat umur beliau telah mencapai 60 tahun.

Bagaimana dengan keadaan kita hari ini?! Kita dapat saksikan banyak sekali saudara kita  yang meninggalkan aksi bela Islam setelah lulus kuliah, menikah, sibuk dengan perdagangan, tugas, dsb.

Hadirin Ma’asyirol Muslimin Rohimakumulloh,

Kepada mereka, “Sesungguhnya urusan dien dan Islam itu bukan urusan main-main.”

وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِندَ اللهِ عَظِيمٌ

“Dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal Dia pada sisi Allah adalah besar.” (QS. An-Nur: 15 )

Saya katakan kepada mereka, “Mana janji kalian?! Janji yang telah kalian ikrarkan di hadapan Allah dan di hadapan orang banyak dulu?!”

وَكَانَ عَهْدُ اللهِ مَسْئُولاً

“Dan Sesungguhnya mereka sebelum itu telah berjanji kepada Allah: “Mereka tidak akan berbalik ke belakang (mundur)”. dan adalah Perjanjian dengan Allah akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al-Ahzab: 15)

Mana sajak pendek yang selama ini sering kalian perdengarkan?!

فِيْ سَبِيْلِ اللهِ قُمْنَا

        نَبْتَغِيْ رَفْعِ اللِّوَاءِ

مَالِحِزْبٍ قَدْ عَمِلْنَا

        نَحْنُ لِلدِّيْنِ فِدَاءُ

فَلْيَعُدْ لِلدِّيْنِ مَجْدُهُ

                أَوْ تُرَقْ مِنَّا الدِّمَاءُ

Di jalan Allah kami tegak berdiri

Mencitakan panji-panji menjulang tinggi

Bukan untuk golongan tertentu, semua amal kami

Bagi dien ini, kami menjadi pejuang sejati

Sampai kemuliaan dien ini kembali

Atau mengalir tetes-tetes darah kami

Saya katakan kepada mereka, “Sesungguhnya akibat dari pengunduran diri adalah keburukan. Apalagi bagi orang yang telah mengerti kebenaran lalu berpaling darinya. Bagi orang yang telah merasakan manisnya kebenaran lalu tenggelam dalam kebatilan. Sesungguhnya membatalkan janji kepada Allah termasuk dosa yang terbesar di sisi Allah dan di pandangan orang-orang yang beriman.”

فَمَن نَّكَثَ فَإِنَّمَا يَنكُثُ عَلَى نَفْسِهِ

“Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu Sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah[1396]. tangan Allah di atas tangan mereka[1397], Maka Barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan Barangsiapa menepati janjinya kepada Allah Maka Allah akan memberinya pahala yang besar.”  (QS. Al-Fath: 10)

Siapa pun yang dikuasai oleh nafsu ammarah bissu`, ditipu oleh setan, atau mengundurkan diri dari medan aksi bela Islam hendaklah merenungkan firman Allah ini

وَمِنْهُمْ مَنْ عَاهَدَ اللهَ لَئِنْ أَتَانَا مِنْ فَضْلِهِ لَنَصَّدَّقَنَّ وَلَنَكُوْنَنَّ مِنَ الصَّالِحِيْنَ فَلَمَّا آتَاهُمْ مِنْ فَضْلِهِ بَخِلُوْا بِهِ وَتَوَلَّوْا وَهُمْ مُعْرِضُوْنَ

“Dan diantara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah: “Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada Kami, pastilah Kami akan bersedekah dan pastilah Kami Termasuk orang-orang yang saleh. Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran).”  (QS.At-Taubah: 75-76).

Kemudian hendaknya pula merenungkan firman Allah tentang hukuman yang akan diterima

فَأَعْقَبَهُمْ نِفَاقًا فِيْ قُلُوْبِهِمْ إِلَى يَوْمِ يَلْقَوْنَهُ بِمَا أَخْلَفُوا اللهَ مَا وَعَدُوْهُ وَبِمَا كَانُوْا يُكَذِّبُوْنَ

“Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai kepada waktu mereka menemui Allah, karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan juga karena mereka selalu berdusta.”  (QS. At-Taubah: 77)

Sesungguhnya perkara aksi bela Islamadalah perkara yang sangat urgen.. Sayangnya, sebagian mereka yang lemah imannya ~beberapa di antaranya bergabung saat masih kuliyah~ beranggapan bahwa aksi bela Islamitu tak ubahnya dengan sarikat dagang untuk satu masa tertentu. Begitu masa kuliyah selesai, selesai pulalah amal islami. Atau mereka menyangka masa aksi bela Islamadalah masa terjalinnya persahabatan atau pertemanan saat masih kuliyah yang selesai begitu saja saat lulus. Semuanya selesai, tuntas!

Mereka disebutkan di sini sebagai orang-orang yang lemah imannya karena biasanya penyakit itu bermula dari lemahnya iman. Sakitnya hati, lemahnya semangat, dan tidak mengakarnya iman, terletak di dalam hati, bukan di akal. Seringnya ~bahkan selalunya~ kerusakan itu terletak pada hati bukan akal; disebabkan oleh bolongnya iman, bukan kurangnya ilmu; karena syahwat, bukan syubhat; dan buah dari cinta dunia, bukan kurangnya kesadaran. Maka siapa yang ingin menjalani terapi atau berobat, semestinya memperhatikan hatinya, membersihkannya dari berbagai kotoran dan mengobati penyakit-penyakitnya iu.

Sayangnya, sedikit sekali dokter yang ada di zaman ini. Tentu saja maksud saya adalah dokter untuk penyakit hati. Kalau dokter penyakit jasmani, banyak sekali jumlah mereka, namun parah sekali juga penyakit yang menimpa mereka.

Sesungguhnya seseorang yang berbalik dari kebenaran setelah mengetahuinya adalah seorang yang mendahulukan kelezatan sesaat dan kesenangan semusim serta mencari kegembiraan dengan membayar kesedihan sepanjang masa, menceburkan diri ke sumur maksiat, dan berpaling dari cita-cita mulia kepada keinginan rendah lagi hina.. Selanjutnya ia akan berada di bawah kungkungan setan, di lembah kebingungan, dan terbelenggu di penjara hawa nafsu.

Kita akan mendapati keadaan orang-orang seperti mereka jauh lebih buruk daripada kaum muslimin pada umumnya. kiranya itulah hukuman dari Allah bagi mereka …

Bagai rajawali yang telah rontok bulu-bulunya

Setiap kali melihat burung terbang ia melihat segala kegagalannya.

UJIAN DAPAT MENINGGIKAN DERAJAT DAN MENGGUGURKAN KESALAHAN

Sesungguhnya di surga ada tingkatan yang tidak dapat dicapai oleh seorang hamba dengan amalnya, apa pun amalnya.

Allah telah menyediakan kedudukan tertentu di surga bagi hamba-hambanya yang beriman bukan karena amal mereka melainkan karena ujian dan cobaan yang menerpa. Oleh karenanya Allah SWT menyiapkan bagi mereka sebab-sebab yang akan mengantarkan mereka kepada ujian dan cobaan itu. Ya, sama persis seperti halnya Dia memberikan taufik kepada mereka untuk beramal shalih yang juga merupakan sebab-sebab yang akan menyampaikan mereka ke sana.

Ada tingkatan iman yang tidak bisa dicapai oleh seorang hamba dengan amalnya. Ia hanya akan mencapainya dengan ujian dan cobaan. Allah beriradah untuk meningkatkan imannya, maka Allah pun menetapkan ujian dan menolongnya untuk bersabar dan teguh menghadapinya. Jadi ini merupakan rahmat dari-Nya bagi sang hamba.

Bukankah sekiranya orang-orang musyrik Quraisy tidak merampas harta Shuhaib ar-Rumiy niscaya ia tidak akan mencapai derajat “Wahai Abu Yahya, perniagaanmu benar-benar beruntung.”[2]

Bukankah sekiranya keluarga Yasir tidak merasakan pedihnya siksa yang dilakukan oleh orang-orang musyrik Quraisy niscaya tidak akan sampai ke darajat, “Bersabarlah wahai keluarga Yasir. Sesungguhnya yang dijanjikan bagi kalian adalah surga.”[3]

Demi, sekiranya bukan karena Anas bin Nadlar tercacah tubuhnya dalam perang Uhud, ia tidak akan mendapatkan kemuliaan ‘Seandainya ia bersumpah, memohon sesuatu kepada Allah, niscaya Allah akan mengabulkannya.’

Kalaulah bukan karena itu, niscaya wajahnya tidak akan berseri-seri dan tidak akan terealisirlah apa yang diinginkannya saat ia bersumpah, ‘Demi Allah, gigi depan Rubayyi’ tidak akan copot.’[4]

Jika bukan karena siksa yang dirasakan oleh Bilal bin Rabah dari tangan Umayyah bin Khalaf dan algojo-algojonya, niscaya ia tidak mendapatkan gelar ‘Bilal, penghulu kita’[5]

Kalaulah bukan karena kesabaran Yusuf ‘alaissalam saat digoda dan saat dipenjara, ia tidak akan mendapatkan panggilan ‘wahai yang terpercaya’ (QS. Yusuf: 46)

Sekiranya bukan karena kesabaran ‘Umar bin Khathab mengenyam pahit-getirnya kebenaran dan keadilan, niscaya tangannya tidak akan terbentang menguasai dunia seisinya, atau seperti banyak dikatakan, ‘Tangannya terbentang, menyentuh bumi dengan kilau perhiasan.’

Sekiranya bukan karena kesabaran ‘Umar bin ‘Abdul’aziz mengenyam pahit-getirnya kebenaran dan keadilan, ia tidak akan diakui sebagai khalifah yang kelima.[6]

Jika bukan karena kesabaran ashhaburraji’ atas apa yang menerpa mereka di jalan Allah, niscaya mereka tidak akan menjadi orang-orang yang dimaksud oleh Allah dalam firman-Nya

وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْرِى نَفْسَهُ ابْتِغَآءَ مَرْضَاتِ اللهِ

“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 207)

Dus, jika Allah beriradah untuk memilih sebagian hamba-Nya supaya menjadi syuhada`, Dia akan menguasakan musuh kepada mereka yang akan membunuh dan menumpahkan darah mereka dalam cinta dan ridla-Nya, supaya mereka mengorbankan jiwa mereka di jalan-Nya.

Syahadah adalah derajat tertinggi setelah derajat para Nabi dan Shiddiqin. Syuhada` adalah orang-orang yang berkorban untuk Rabbnya. Mereka telah ridha kepada Allah, dan Allah pun telah memilih mereka untuk-Nya sendiri.

Karena itulah Allah mengadakan sebab-sebab untuk itu. Allah menjadikan musuh-Nya ~yang juga musuh orang-orang yang beriman~ sebagai sebab tercapainya syahadah orang-orang yang beriman.

Sungguh derajat yang tinggi.

Apabila Allah beriradah untuk mengangkat para da’i dan para mujahid ke derajat ini, maka mereka harus terbunuh di tangan musuh.

Di sana ada dosa besar yang hanya dapat dihapus oleh kebaikan yang besar atau ujian yang berat. Maka Allah menetapkan ujian bagi wali-wali-nya, supaya dosa-dosa mereka terhapuskan; yang kecil ataupun yang besar, yang tampak ataupun yang kasat mata, yang awal ataupun yang akhir, sampai tak tersisa lagi satu kesalahan pun. Lalu mereka menghadap Rabbnya sedangkan dosa-dosa mereka telah berguguran.

Kemuliaan yang tak terkira dan derajat yang sangat tinggi!

Kiranya inilah yang diisyaratkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh at-Tirmidziy dari Abu Hurairah ra katanya, Rasulullah SAW bersabda,

مَا يَزَالُ الْبَلاَءُ بِالْمُؤْمِنِ وَالْمُؤْمِنَةِ فِي نَفْسِهِ وَوَلَدِهِ وَمَالِهِ حَتَّى يَلْقَى اللهَ وَمَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ

Ujian akan terus menimpa seorang mukmin; laki-laki dan perempuan, menimpa dirinya, anaknya, dan hartanya, sehingga ia berjumpa dengan Allah tanpa membawa dosa.[7]

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِاْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ. وَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

 

KHUTBAH KEDUA

 

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا أَمَرَ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، اَلْمُتَعَالِيْ عَنِ الْمُشَارَكَةِ وَالْمُشَاكَلَةِ لِسَائِرِ الْبَشَرِ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ النَّبِيُّ الْمُعْتَبَرُ. وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ سُبْحَانَهُ صَلَّى عَلَى نَبِيِّهِ قَدِيْمًا

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، فِي الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ،

اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا  .رَبِّ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ وَغَافِرَ الذُّنُوْبِ وَالْخَطِيْئَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَاللهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى أَعْلَمُ وَأَجَلُّ وَأَعْظَمُ وَأَكْبَرُ

 

[1] Muhammad bin Ishaq berkata, “Jumlah seluruh perang yang dikomandoi oleh Rasulullah saw adalah 27.” Lalu beliau menyebutnya satu persatu. al-Bidayah wan Nihayah 5/217

[2] Diriwayatkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak 3/398 dari Anas ra, “Ketika Shuhaib ra keluar dari Mekah untuk berhijrah, para penduduk Mekah mengikutinya. Shuhaib meraih kantung anak panahnya dan mengambil 40 batang anak panah seraya berkata, ‘Jangan mendekat, atau masing-masing kalian akan mendapatkan sebatang anak panah ini, lalu aku mencabut pedangku dan kalian akan tahu bahwa aku benar-benar laki-laki! Aku telah meninggalkan dua orang budak di Mekah, keduanya untuk kalian.’ Lalu Allah menurunkan firman-Nya

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِيْ نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللهِ

Ketika Shuhaib memasuki Madinah dan Nabi melihatnya, beliau saw bersabda, ‘Wahai Abu Yahya, perniagaanmu benar-benar beruntung.’ Lalu beliau membacakan ayat di atas.”

Al- Hakim berkata, “Shahih sesuai dengan syarat Muslim.”

Diriwayatkan pula oleh al-Baihaqiy dari Shuhaib seperti tertera dalam al-Bidayah 3/173 dan ath-Thabrani. Di dalam Majma’uz Zawaid 6/60, al-Baihaqiy berkata, “Ada beberapa perawi yang tidak saya kenal.”

Hadits di atas juga diriwayatkan secara mursal dari Sa’id bin Musayyib oleh Abu Sa’ad dalam ath-Thabaqat, 3/162, Ibnu ‘Abdulbarr dalam al-Isti’ab 2/180; dan Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliya`1/152.

Hadits ini banyak sekali ‘syahid’nya, sehingga ini menunjukkan kebenarannya.

[3] Diriwayatkan oleh al-Hakim dari jalur ‘Uqail dari az-Zuhriy dari Isma’il bin ‘Abdullah bin Ja’far dari ayahnya seperti tersebut di dalam al-Ishabah 10/331. Ini adalah contoh sanad yang shahih dari hadits-hadits mursal shahabi. Yang seperti ini diterima oleh para ulama. Diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad dalam Msnad 1/62, ath-Thabrani seperti tertera dalam Majma’uz Zawaid 9/293, dan Abu Nu’iam dalam Hilyatul Auliya` 1/140 dari jalur Salim bin Abu Ja’ad dari ‘Utsman ra. Al-Haitsmiy dalam Majma’ mengatakan bahwa para perawi hadits ini terpercaya. Hanyasaja, hadits dengan sanad tersebut munqathi’, karena Salim tidak pernah mendengar dari ‘Utsman.

Diriwayatkan pula oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak 3/388, ath- Thabarani dalam al-Mu’jamul Awsath 1531, al-Baihaqiy ~seperti tersebut dalam al-Bidayah wan Nihayah, Ibnu Katsir 3/59~, dan adz-Dzahabiy dalam Tarikh Islam 1/129 dari Abu Zubeir dari Jabir ra.

Di dalam Majma’uz Zawaid, al-Haitsamiy mengatakan, “Para perawinya orang-orang yang shahih selain Ibrahim bin ‘Abdul’aziz, ia seorang yang dapat dipercaya.”

Al-Hakim berkata, “Ini shahih sesuai dengan syarat Muslim, namun keduanya tidak meriwayatkannya.”

Adz-Dzahabi menyepakati al-Hakim.

[4] Diriwayatkan oleh al-Bukhariy 5/306, Abu Dawud 4595, an-Nasa`iy 8/26, Ibnu Majah 2649, dan Ahmad dalam Musnad 3/128 dari Anas bin Malik ra. Terjemahan lafaz al-Bukhariy  sebagai berikut, “Adalah Rubayyi’ ~putri Nadlar~ mematahkan gigi depan seorang anak perempuan. Keluarga Rubayyi’ meminta agar keluarga anak perempuan itu mau menerima uang tebusan dan memaafkan, namun mereka menolaknya. Maka mereka mendatangi Rasulullah saw dan Nabi pun memerintahkan qishash. Anas bin Nadlar berkata, ‘Haruskah gigi depan Rubayyi’ dipatahkan wahai Rasulullah? Tidak, demi yang telah mengutusmu dengan benar, gigi depannya tidak akan dipatahkan!’ Rasulullah membalas, ‘Wahai Anas, Allah memajibkan qishash.’ Setelah itu, keluarga anak perempuan itu ridla dan mau memaafkan. Maka Nabi saw bersabda, ‘Di antara sekian hamba Allah ada yang jika bersumpah kepada Allah, niscaya Allah akan mengabulkannya.’”

Diriwayatkan pula oleh Imam Muslim 11/162 dari hadits Anas dengan perbedaan orang yang mematahkan dan orang yang bersumpah. Para ulama mengatakan, ‘Riwayat yang lebih terkenal adalah riwayat al-Bukhariy.’ Imam an-Nawawiy berkata, “Memang ada dua kejadian yang melibatkan orang yang berbeda.”

[5] Diriwayatkan oleh al-Bukhariy 7/99 dari Jabir bin ‘Abdullah ra katanya, “‘Umar pernah berkata, ‘Abu Bakar tetua kita telah membebaskan tetua kita.’ Maksudnya Bilal.”

[6] Sufyan ats-Tsauriy mengatakan, “Khalifah itu ada lima; Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, dan ‘Umar bin ‘Abdul’aziz.”

Penuturan yang semisal diriwayatkan dari Mujahid dan Imam Ahmad. Bahkan kabarnya Sa’id bin Musayyib berkata, “Khalifah itu ada tiga; Abu Bakar, ‘Umar, dan ‘Umar”

Maksudnya ‘Umar bin Khathab dan ‘Umar bin ‘Abdul’aziz.

Baca kembali sirah beliau dalam karya Ibnul Jauzi hal. 59-60 cet. al-Muayyad tahun 1331 H.

[7]  Diriwayatkan oleh at-Tirmidziy, 2399 katanya, “Hadits hasan shahih.”

Diriwayatkan pula oleh Ahmad dalam Musnadnya 2/287 semisal dengannya dan dishahihkan oleh Syekh Ahmad Syakir. Al-Hakim juga meriwayatkannya dalam al-Mustadrak 4/314 dan berkata, “Shahih sesuai dengan syarat muslim, namun keduanya tidak meriwayatkannya.” Adz-Dzahabi menyetujuinya.

Diriwayatkan pula oleh Imam Malik dalam al-Muwatha` 558, artinya: “Seorang mukmin akan terus ditimpa musibah; anaknya dan orang-orang dekatnya, sehingga ia berjumpa dengan Allah tanpa membawa dosa.”

Lihat lebih banyak

Artikel terkait

Back to top button