Khutbah Jum'at

Khutbah Jumat Edisi 137: “Kewajiban Lebih Banyak Dari Waktu Yang Dimiliki”

Materi Khutbah Jumat Edisi 137 tanggal 4 Zulqaidah 1438 H ini dikeluarkan oleh

Sariyah Da’wah Jama’ah Ansharusy Syari’ah dapat download di:

 

 

Kewajiban Lebih Banyak Dari Waktu Yang Dimiliki

(Dikeluarkan Oleh Sariyah Dakwah Jama’ah Ansharusy Syari’ah)

 

KHUTBAH PERTAMA

 

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ وَلاَ رَسُوْلَ بَعْدَهُ، قَدْ أَدَّى اْلأَمَانَةَ وَبَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَنَصَحَ اْلأُمَّةَ وَجَاهَدَ فِيْ سَبِيْلِهِ حَقَّ جِهَادِهِ

اَلصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا الْمُصْطَفَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ سَلَكَ سَبِيْلَهُ وَاهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.رَبِّ اشْرَحْ لِيْ صَدْرِيْ وَيَسِّرْ لِيْ أَمْرِيْ وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِيْ يَفْقَهُوْا قَوْلِيْ

قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. وَقَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. وَقَالَ: وَتَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى

وَقَالَ النَّبِيُ: اِتَّقِ اللهَ حَيْثُ مَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بَخُلُقٍ حَسَنٍ. (رواه الترمذي، حديث حسن)

Jamaah Jum’at  hamba Allah yang  dirahmati Allah SWT.

Segala puji bagi Allah SWT, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepadajunjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya.

Khotib berwasiat kepada diri sendiri khususnya dan jama’ah sekalian marilah kita bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa, semoga kita akan menjadi orang yang istiqamah sampai akhir hayat kita.

MA’ASYIROL MUSLIMIN RAHIMANI WA RAHIMUKUMULLAH!!!

Memahami Kewajiban

Kebanyakan orang memahami kewajiban sebagai beban berat yang harus dipikul dan dipertanggungjawabkan di hadapan pemberi kewajiban itu. Sehingga yang terbayang adalah pemberat-pemberat yang ada di pundak. Dan semakin banyak kewajiban yang ada maka semakin terasa berat pula beban hidupnya. Sungguh kasihan hidup yang penuh beban, selalu merasa dalam penderitaan dan tekanan.

Berbeda dengan orang beriman, ia memahami kewajiban yang telah Allah tetapkan dengan pemahaman yang indah dan menyenangkan, ia memahami kewajiban itu sebagai:

  1. Peluang terbesar untuk mendekatkan diri kepada-Nya,
  2. Peluang untuk  meningkatkan kualitas diri, dan
  3. Tangga untuk memperoleh cinta Allah, yang dengan cinta itu manusia akan terjaga dirinya,
  4. Menjauhkan diri dari tarikan dunia dan menfokuskan diri pada sikap rabbani.

Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya Allah SWT berfirman dalam hadits Qudsi. 

“Barang siapa yang memusuhi kekasih-Ku maka Aku nyatakan perang kepadanya. Dan tidak ada amal ibadah yang dilakukan hamba-Ku untuk mendekatkan diri kepada-Ku lebih Aku cintai dari pada kewajiban yang telah Aku tetapkan atasnya. Dan hamba-Ku akan terus mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah sehingga Aku mencintainya. Maka ketika Aku telah mencintainya, Aku menjadi pendengaran yang dia gunakan untuk mendengar, mata yang dipergunakan untuk melihat, tangan yang dipergunakan untuk memegang, kaki yang dipergunakan untuk berjalan. Jika ia meminta-Ku pasti akan Aku berikan, dan jika ia meminta perlindungan-Ku pasti akan Aku lindungi.” (HR. Bukhari)

Kadar kewajiban

Allah SWT telah mendistribusikan kewajiban bagi manusia ini sesuai dengan kapasitas dan kemampuan setiap orang, Firman Allah:

“Allah tidak membebani seseorang melainkani sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah: 286)

Kewajiban guru berbeda dengan kewajiban murid, kewajiban imam berbeda dengan kewajiban makmum, kewajiban orang miskin berbeda dengan kewajiban orang kaya dst masing-masing telah mendapatkan porsi kewajiban yang sebanding dengan kebutuhan kebaikan yang hendak dicapai.

  1. Kewajiban dzatiyah (pada diri sendiri) menjadi kebutuhan orang untuk mendapatkan kualitas pribadi yang unggul, sehingga ia menjadi shalih bagi dirinya secara fisik, intelektual, dan spiritual.
  2. Kewajiban kepada Allah, berfungsi untuk tautsiqushshilah (menguatkan hubungan dengan Allah), sehingga setiap saat pertolongan Allah dapat diraih untuk mendapatkan sukses hidup dunia dan akhirat.
  3. Kewajiban kepada sesama manusia berfungsi untuk menata harmoni kehidupan dalam ikatan nilai dan kebaikan. Kewajiban itu mencakup:
    1. Kewajiban kepada kedua orang tua. 
    2. Kewajiban suami isteri
    3. Kewajiban kepada anak
    4. Kewajiban kepada kerabat
    5. Kewajiban kepada tetangga
    6. Kewajiban kepada saudara
    7. Kewajiban kepada manusia pada umumnya.

Dimana posisi kita dari semua kewajiban itu?

  1. Jika kita hanya dapat menunaikan kewajiban dzatiyah maka, kita baru dapat menshalihkan diri sendiri, secara fisik, intelektual, dan spiritual. Dan jika kita tidak mampu menshalihkan diri dalam apek-aspek penting itu, bagaimana mungkin kita akan mampu mesholihkan orang lain.
  2. Jika kewajiban kepada Allah tidak terpenuhi dengan baik, maka akankah ada kedekatan jarak dengan Allah? Jika tidak dekat dengan Allah, akankah pertolongan Allah  dapat diterima.
  3. Jika kewajiban kepada sesama manusia dalam berbagai statusnya tidak dapat dilaksanakan dengan baik, akankah mereka bersimpati dan berbaik sikap dengan kita? Rasulullah SAW yang senantiasa bersikap baik, menunaikan kewajiban kemanusiaan kepada siapapun masih saja mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan.
    1. Bagaimana mungkin orang tua akan bersimpati dan mau mendengar ucapan anaknya, jika sang anak tidak menunaikan kewajibannya kepada kedua orang tuanya?
    2. Bagaimana mungkin pasangan hidup akan mau menerima dengan utuh pasangannya jika ia tidak menunaikan kewajibannya dengan baik?
    3. Akankah anak menghargai dan menghormati kedua orang tuanya dengan ikhlas, jika kedua orang itu tidak menunaikan kewajibannya dengan baik?
    4. Akankah kerabat akan bersimpati jika kewajiban kepada mereka tidak terpenuhi?
    5. Akankah tetangga akan menjadi saksi dan pembela yang ikhlas kepada kita, jika kewajiban kepada mereka tidak ditunaikan?
    6. Akankah sanak saudara mau menjadi penolong kesulitan kita, jika kewajiban kepada mereka tidak dilaksanakan?
    7. Akankah publik mau memilih kita menyisihkan yang lainnya, jika kewajiban kepada mereka tidak kita berikan

Dan kita membutuhkan mereka semuanya, untuk kepentingan dakwah dan penataan kehidupan yang lebih baik dan lebih mulia. Tidak akan berarti apa-apa keshalihan pribadi yang kita bangun tinggi jika tidak memberi dampak bagi keshalihan lingkungan.

Semakin banyak peran yang ingin kita mainkan, maka semakin banyak pula kewajiban yang harus kita tegakkan. Banyak peran dengan sedikit kewajiban tertunaikan adalah kebangkrutan, dan banyak kewajiban tanpa peran adalah kemandulan. Dan kita hanya ingin memiliki kader yang berperan aktif, produktif, dan dinamis. Dan untuk semua itu, kewajiban di semua tingkatan harus terpenuhi.

SIAPA BERSANTAI SAAT  BEKERJA AKAN MENYESAL SAAT PEMBAGIAN UPAH

Sebagian kita benar-benar telah menyaksikan bagaimana orang-orang zhalim mengintimidasi orang-orang yang beriman di negeri Islam. Mereka melihat betapa polisi, tentara, para algojo, dan orang-orang yang zhalim itu menahan kaum muslimin. Tiada hari berlalu melainkan mereka menahan puluhan bahkan ratusan kaum muslimin. Bahkan para eksekutor itu tidak melewatkan satu malam pun tanpa menyiksa kaum muslimin sejak sekian lama; mereka tidak peduli lagi kepada anak-anak, wanita, orang tua, atau pun pemuda. Siapapun akan mendapatkan bagian terpaan siksa.

Selama tahun-tahun itu banyak akhawat yang dipaksa menggugurkan kandungannya, dipukuli, dan dibiarkan tidur di atas bebatuan di malam musim dingin. Balita pun mendapatkan siksa yang berat, bahkan mereka dibiarkan beberapa hari tanpa makanan.

Bertahun-tahun ikhwah melewati hari raya Idul Fithri antara rumah tahanan, penjara, pengasingan, orang-orang yang terbunuh, dan orang-orang yang terluka. Mereka, keluarga mereka, bapak-bapak mereka, ibu-ibu mereka, anak-anak mereka, dan istri-istri mereka tidak sedikit pun merasakan kegembiraan di hari raya…

Sebagian kita telah menyaksikan hal itu dan juga kejadian-kejadian lain yang terjadi di sekitar mereka, lalu setan menyusup ke dalam jiwa, menghembuskan rasa was-was supaya mereka mencela hikmah di balik takdir. Setan berkata, “Bagaimana bisa Allah membiarkan musuh-musuh-Nya dan para algojo mereka semakin bertambah kuat dari hari ke hari, bertambah canggih alat-alat yang mereka miliki dalam menghadapi orang-orang yang beriman? Mengapa mereka dibiarkan bertambah kokoh dari masa ke masa, mereka merajalela di berbagai penjuru negeri. Mereka memerintah semau mereka sendiri.

Bagaimana para pengikut mereka tunduk kepada mereka? Lalu, bagaimana keadaan kalian wahai wali-wali Allah? Kalian tergeletak di atas bebatuan yang bagai salju di musim dingin dan bagai bara di musim panas. Kalian tidak mendapati makanan, minuman, pakaian, selimut, dan bahkan udara yang mencukupi nafas kalian. Ini adalah suatu kenyataan yang tidak akan diyakini kecuali oleh orang-orang yang hidup di tempat seperti ini. bagaimana juga para penguasa sekuler bergelimang kenikmatan, kelezatan, naungan yang nyaman, sedangkan mereka dalam kekuatan penuh untuk menguasai dunia? Bahkan, bagaimana para algojo itu selalu hidup dalam tawa dan canda, sementara pada saat yang sama banyak ikhwah yang ditahan bagai binatang sembelihan oleh tangan mereka di belakang punggung mereka, ia berteriak sedemikian kerasnya sampai pingsan?”

Inilah was-was yang dihembuskan oleh setan di saat-saat yang berat seperti ini. Ini pulalah kata nafsu ammarah bissuu` di masa-masa yang sulit. Ini semua membutuhkan mujahadah yang serius. Ini semua adalah ujian besar yang benar-benar membutuhkan keteguhan untuk menghadapinya.

Kepada setiap aktivis hendaknya berbicara kepada diri sendiri, “Bukankah jika Allah hendak mengambil para syuhada, Dia menciptakan kaum yang membuka tangan mereka untuk membunuh orang-orang yang beriman. Apakah pantas ada orang yang menusuk Umar selain Abu Lu’lu’ah? Atau Ali selain Abu Muljam?[1] Atau Sumayyah selain Abu Jahal?”

Hendaknya pula setiap ikhwah mengingatkan diri masing-masing dengan firman Allah:

إِنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ لِيَزْدَادُوا إِثْمًا

“Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka, bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka.[2] Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan. (QS.Ali ‘Imran: 178)

Juga firman Allah:

سَنَسْتَدْرِجُهُم مِّنْ حَيْثُ لاَيَعْلَمُونَ وَأُمْلِي لَهُمْ إِنَّ كَيْدِي مَتِينٌ

Maka serahkanlah (ya Muhammad) kepada-Ku (urusan) orang-orang yang mendustakan Perkataan ini (Al Quran). nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui, dan aku memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencana-Ku Amat tangguh.” (QS. Al-Qalam: 44-45)

Karenanya, hendaknya ia menasehati diri sendiri dengan nasehat Ibnul Jauzi, “Ada dalil yang menjelaskan bahwa seorang yang beriman kepada Allah itu seperti seorang buruh harian. Masa kerjanya selama benderangnya siang. Nah, seorang yang dipekerjakan di sawah mestinya tidak memakai baju yang bersih. Semestinya ia bersabar selama masa kerja. Barulah seselesainya, ia membersihkan diri dan memakai pakaiannya yang terbaik. Barangsiapa bersantai-santai di saat bekerja akan menyesal saat pembagian upah, ia akan menanggung akibat atas kelambanannya dalam menuntaskan pekerjaannya. Poin ini akan menguatkan kesabaran.”[3]

Selanjutnya hendaklah berkata kepada diri sendiri, “Biarlah mereka mengambil dunia ~itu pun jika dunia mau~ sedangkan kita, cukuplah akhirat menjadi milik kita.”

Dunia seisinya ini adalah kelezatan sementara yang di sisi Allah tak sebanding dengan selembar sayap nyamuk. Dengan hati dan lisan, hendaknya ia mengulang-ulang pernyataan para mantan penyihir Fir’aun ~setelah hati mereka diluapi keimanan~ kepada Fir’aun masa kini dan masa yang akan datang.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ

Wallahul muwaffiq.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَالْعَصْرِ، إِنَّ الإِنسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ، إِلاَّ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ

 

KHUTBAH KEDUA

 

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

جَمَاعَةَ الْجُمُعَةِ، أَرْشَدَكُمُ اللهُ. أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا وَيَرْزُقُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ.اَللَّهُمَ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ.اَللَّهُمَّ انْصُرِ الْمُجَاهِدِيْنِ فِيْ كُلِّ مَكَانٍ وَزَمَانٍ

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ.رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ اْلأَبْرَارِ.رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَّسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا، رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِن قَبْلِنَا، رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ، وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنتَ مَوْلاَنَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.اَللَّهُمَّ إِنَا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَجَنَّتَكَ وَنَسْأَلُكَ شَهَادَةً فِيْ سَبِيْلِكَ.اَللَّهُمَّ أَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُبْتَدِعَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ أَعْدَائَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ

اَللَّهُمَّ شَتِّتْ شَمْلَهُمْ وَمَزِّقْ جَمْعَهُمْ وَزَلْزِلْ أَقْدَامَهُمْ وَأَلْقِ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الرُّعْبَ.اَللَّهُمَّ عَذِّبْهُمْ عَذَابًا شَدِيْدًا وَحَسِّبْهُمْ حِسَابًا ثَقِيْلاً.رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

 

[1]  Shaidul Khathir, Ibnul Jauzi hal. 103-104

[2] Yakni: dengan memperpanjang umur mereka dan membiarkan mereka berbuat dosa sesuka hatinya.

[3]  Shaidul Khathir, Ibnul Jauzi hal. 103

Lihat lebih banyak

Artikel terkait

Back to top button