Khutbah Jumat Edisi 138: “Melalaikan Amanah”
Materi Khutbah Jumat Edisi 138 tanggal 11 ZUlqaidah 1438 H ini dikeluarkan oleh
Sariyah Da’wah Jama’ah Ansharusy Syari’ah dapat download di:
Melalaikan Amanah
(Dikeluarkan Oleh Sariyah Dakwah Jama’ah Ansharusy Syari’ah)
KHUTBAH PERTAMA
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ وَلاَ رَسُوْلَ بَعْدَهُ، قَدْ أَدَّى اْلأَمَانَةَ وَبَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَنَصَحَ اْلأُمَّةَ وَجَاهَدَ فِيْ سَبِيْلِهِ حَقَّ جِهَادِهِ
اَلصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا الْمُصْطَفَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ سَلَكَ سَبِيْلَهُ وَاهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.رَبِّ اشْرَحْ لِيْ صَدْرِيْ وَيَسِّرْ لِيْ أَمْرِيْ وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِيْ يَفْقَهُوْا قَوْلِيْ
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. وَقَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. وَقَالَ: وَتَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى
وَقَالَ النَّبِيُ: اِتَّقِ اللهَ حَيْثُ مَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بَخُلُقٍ حَسَنٍ. (رواه الترمذي، حديث حسن)
Jamaah Jum’at hamba Allah yang dirahmati Allah SWT.
Segala puji bagi Allah SWT, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepadajunjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya.
Khotib berwasiat kepada diri sendiri khususnya dan jama’ah sekalian marilah kita bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa, semoga kita akan menjadi orang yang istiqamah sampai akhir hayat kita.
MA’ASYIROL MUSLIMIN RAHIMANI WA RAHIMUKUMULLAH!!!
Akibat Melalaikan Amanah adalah Jalan Menuju Kegagalan Dan Kehancuran
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.”(QS.Al-Anfal: 27).
Ayat di atas mengaitkan orang-orang beriman dengan amanah atau larangan berkhianat. Bahwa di antara indikator keimanan seseorang adalah sejauh mana dia mampu melaksanakan amanah. Demikian pula sebaliknya bahwa ciri khas orang munafik adalah khianat dan melalaikan amanah-amanahnya. Amanah, dari satu sisi dapat diartikan dengan tugas, dan dari sisi lain diartikan kredibilitas dalam menunaikan tugas. Sehingga amanah sering dihubungkan dengan kekuatan. Firman Allah,
قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَا أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ
“Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.” (QS. Al-Qhashash: 26).
Oleh karena itu wahai ikhwah, kuatkanlah keimanan dan ruhiyah kalian Kuatkanlah ilmu dan tsaqafah kalian, serta kuatkanlah fisik dan segala sarana yang dapat digunakan untuk memikul amanah. Dan Allah memerintahkan kepada kita untuk mempersiapkan segala bentuk kekuatan. Allah SWT berfirman:
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).”(QS. Al-Anfal:60)
Hadirin Rahimakumullah.
Hidup ini tidak lain adalah sebuah safari atau perjalanan panjang dalam melaksanakan amanah dari Allah. Dalam hidupnya manusia dibatasi oleh empat dimensi, bumi tempat beramal, waktu atau umur sebagai sebuah kesempatan beramal, nilai Islam yang menjadi landasan amal dan potensi diri sebagai modal beramal. Maka orang yang bijak adalah orang yang senantiasa mengukur keterbatasan-keterbatasan dirinya untuk sebuah produktivitas yang tinggi dan hasil yang membahagiakan. Orang-orang yang beriman adalah orang-orang yang senantiasa sadar bahwa detik-detik hidupnya adalah karya dan amal shalih. Kehidupannya di dunia sangat terbatas sehingga tidak akan disia-siakannya untuk hal-hal yang sepele, remeh, apalagi perbuatan yang dibenci (makruh) dan haram.
Amanah pertama yang harus dilakukan adalah Amanah Fitrah manusia, dimana makhluk lain enggan dan menolak menerimanya. Ia adalah amanah hidayah, ma’rifah dan iman kepada Allah atas dasar niat, kemauan, usaha dan orientasi. Amanah berikutnya adalah Amanah Syahadah (Kesaksian). Pertama, berupa kesaksian diri agar menjadi cermin bagi agamanya. Kedua, berupa kesaksian dakwah agar menyampaikan agama kepada manusia. Ketiga, berupa kesaksian agar menerapkan manhaj dan syariah Islam di bumi Allah.
Berkata Imam Syahid Hasan Al-Banna, “Wahai Muslimun! Ibadah kalian kepada Rabb kalian, jihad di jalan pengokohan agama kalian dan kemuliaan Syariat kalian adalah tugas kalian dalam hidup. Jika kalian melaksanakannya dengan benar, maka kalianlah orang yang sukses. Jika kalian melaksanakannya hanya sebagian atau melalaikan semuanya, maka aku sampaikan firman Allah Taala,
أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ
“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?“ (QS. Al-Mu’minun: 115).
Dan amanah itu akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Pertanyaan akan ditujukan atas amanah yang dibebankan kepada kita. Barangsiapa yang menunaikan amanah sekecil apapun, niscaya akan dilihat Allah. Dan barangsiapa yang melalaikan amanah sekecil apapun niscaya akan dilihat. Manusia tidak akan dapat lari dari tanggung jawab itu. Karena tempat yang ditinggali adalah bumi Allah, umur yang dimiliki adalah ketentuan Allah, potensi yang ada adalah anugerah Allah dan nilai Islam adalah tolak ukur dari pelaksanaan amanah tersebut. Kemudian mereka akan datang menghadap Allah.
Oleh karena itu sekecil apapun amanah yang dilaksanakan akan memiliki dampak positif berupa kebaikan. Dan sekecil apapun amanah yang disia-siakan, niscaya memiliki dampak negatif berupa keburukan. Dampak itu bukan hanya mengenai dirinya tetapi juga mengenai umat manusia secara umum. Seorang mukmin yang bekerja mencari nafkah dengan cara yang halal dan baik akan memberikan dampak positif berupa ketenangan jiwa dan kebahagiaan bagi keluarganya. Apalagi bila dia mampu memberi sedekah dan infak kepada yang membutuhkan. Sebaliknya seorang yang menganggur dan malas akan menimbulkan dampak negatif berupa keburukan, terlantarnya keluarga, kekisruhan, keributan dan beban bagi orang lain.
Kesalahan kecil dalam menunaikan amanah seringkali menimbulkan bahaya yang fatal. Bukankah terjadinya kecelakaan mobil ditabrak kereta, disebabkan hanya karena sopirnya lengah atau sang penjaga pintu rel kereta tidak menutupnya? Bahaya yang lebih fatal lagi adalah jika amanah dakwah tidak dilaksanakan sehingga kemaksiatan merebak, kematian hati, kerusakan moral dan tatanan sosial serta kepemimpinan di pegang oleh orang yang bodoh dan zhalim.
Hadirin Rahimakumullah.
Perjalanan dakwah telah menorehkan pengalaman betapa kesalahan dalam melaksanakan amanah mengakibatkan kerugian dan musibah. Pada saat perang Uhud, Rasulullah SAW memerintahkan satu pasukan pemanah untuk tetap berjaga di bukit Uhud dan tidak meninggalkan pos itu. Tetapi, ketika tentara Islam sudah di ambang kemenangan, dan sebagian yang lain bersorak sambil memunguti rampasan perang, maka pasukan pemanah pun tergoda dan ikut-ikutan mengambil rampasan perang itu. Akhirnya pasukan kafir berhasil memukul mundur pasukan umat Islam, dan rampasan perang raib dari tangan mereka. Lebih tragis dari itu adalah darah segar berceceran dari muka Rasulullah SAW akibat amanah yang dilalaikan.
Harta, wanita dan kekuasaan memang merupakan sarana yang paling ampuh digunakan setan untuk menggoda orang beriman agar melalaikan amanah, bahkan meninggalkannya sama sekali. Betapa sebagian dai yang ketika tidak memiliki sarana harta yang cukup dan tidak ada kekuasaan yang disandangnya, begitu istiqamah menjalankan amanah dakwah. Tetapi setelah dakwah menghasilkan harta dan kekuasaan, amanah dakwah itu ditinggalkan atau bahkan berhenti dari jalan dakwah dan futur dalam barisan jamaah dakwah!
Oleh karena itu waspadalah terhadap harta, wanita dan kekuasaan! Itu semua hanya sarana untuk melaksanakan amanah dan jangan sampai menimbulkan fitnah yang berakibat pada melalaikan amanah. Di balik menunaikan amanah, terkadang ada bunga-bunga yang mengiringinya, harta yang menggiurkan, wanita yang menggoda. Sehingga orang yang beriman harus senantiasa menguatkan taqarrub illallah dan istianah billah.
Amanah adalah perintah dari Allah yang harus ditunaikan dengan benar dan disampaikan kepada ahlinya. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. An-Nisaa’: 58)
Amanah yang paling tinggi adalah amanah untuk berbuat adil dalam menetapkan hukum pada kepemimpinan umat. Pahala yang paling tinggi adalah pahala dalam melaksanakan keadilan sebagai pemimpin umat. Begitulah sebaliknya, bahaya yang paling tinggi adalah bahaya melakukan kezhaliman pada saat memimpin umat. Kezhaliman pemimpin akan menimbulkan kehancuran dan kerusakan total dalam sebuah bangsa. Maka kezhaliman pemimpin merupakan sikap menyia-nyiakan amanah yang paling tinggi.
Dengan demikian orang-orang yang beriman harus benar-benar melaksanakan amanah kepemimpinan umat dan tidak memberikannya kepada orang-orang yang bukan ahlinya. Orang beriman adalah khairu ummah yang harus mengamankan amanah umat. Dan ketika amanah kepemimpinan dipegang oleh orang yang bukan ahlinya, maka umat Islam harus melakukan jihad dan amar ma’ruf nahi munkar. Rasulullah SAW bersabda:
أَفْضَلُ الْجِهَادِ مَنْ قَالَ كَلِمَةَ حَقٍّ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ
“Seutama-utamanya jihad adalah kalimat yang benar kepada penguasa yang zhalim”(HR Ibnu Majah, Ahmad, At-Thabrani, Al-Baihaqi dan An-Nasai). Hadits yang lain:
– سيد الشهداء حمزة بن عبد المطلب، ورجل قام إلى إمام جائر فأمره ونهاه، فقتله
”Penghulu para syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muthallib dan seorang yang bangkit menuju imam yang zhalim ia memerintahkan dan melarang sesuatu lalu ia dibunuh”(HR. Al-Hakim)
Hadirin Rahimakumullah
Hidup adalah pilihan-pilihan. Dan pilihan melaksanakan amanah adalah konsekuensi sebagai manusia, konsekuensi sebagai muslim dan konsekuensi sebagai dai. Oleh karenanya sandaran yang paling baik adalah Allah, teman yang paling baik adalah orang-orang yang shalih dan kelompok yang paling baik adalah jamaah Islam. Maka kuatkan hubungan dengan Allah dan tingkatkan ukhuwah Islamiyah, niscaya kita akan sukses melaksanakan amanah itu, sebesar apapun. Marilah kita melaksanakan amanah yang diberikan Allah kepada kita dengan penuh keikhlasan dan kesungguhan. Marilah kita melaksanakan amanah yang dibebankan kepada kita dengan penuh kesabaran dan lapang dada. Marilah kita melaksanakan amanah umat dengan penuh keseriusan dan tanggung jawab. Dan semuanya akan ditanya, siapkah kita? Jika tidak, maka akan terjadi kehancuran dan kerusakan.
Akibat Melalaikan Amanah.
Akibat buruk bagi yang tidak menunaikan amanah adalah berkhianat. Allah Ta’ala berfirman: (yang artinya) “Allah membuat istri Nuh dan istri Luth perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya di bawah pengawasan dua hamba yang sholeh di antara hamba-hamba kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya , maka kedua suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya); “masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk (nereka). (QS. At-Tahrim: 10)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إِذَا ضُيِّعَتِ اْلأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ. قَالَ: كَيْفَ إِضَاعَتُهَا يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: إِذَا أُسْنِدَ اْلأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ.
“Jika amanah telah disia-siakan, maka tunggulah hari Kiamat,’ dia (Abu Hurairah) bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bagaimanakah menyia-nyiakan amanah itu?’ Beliau menjawab, ‘Jika satu urusan diserahkan kepada bukan ahlinya, maka tunggulah hari Kiamat!” (Shahiih al-Bukhari, kitab ar-Riqaaq, bab Raf’ul Amaanah (XI/333, dalam al-Fat-hul).
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjelaskan bagaimana diangkatnya amanah dari hati. Tidak ada yang tersisa darinya di dalam hati kecuali bekas-bekasnya saja.
Hudzaifah Radhiallahu ‘anhu berkata:
حَدَّثَنَا رَسُـولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَدِيثَيْنِ، رَأَيْتُ أَحَدَهُمَا وَأَنَا أَنْتَظِرُ اْلآخَرَ، حَدَّثَنَا أَنَّ الأَمَانَةَ نَزَلَتْ فِي جَذْرِ قُلُوبِ الرِّجَالِ، ثُمَّ عَلِمُوا مِنَ الْقُرْآنِ، ثُمَّ عَلِمُوا مِنَ السُّنَّةِ، وَحَدَّثَنَا عَنْ رَفْعِهَا قَالَ: يَنَامُ الرَّجُلُ النَّوْمَةَ فَتُقْبَضُ اْلأَمَانَةُ مِنْ قَلْبِهِ فَيَظَلُّ أَثَرُهَا مِثْلَ أَثَرِ الْوَكْتِ، ثُمَّ يَنَامُ النَّوْمَةَ فَتُقْبَضُ، فَيَبْقَى أَثَرُهَا مِثْلَ الْمَجْلِ، كَجَمْرٍ دَحْرَجْتَهُ عَلَى رِجْلِكَ، فَنَفِطَ فَتَرَاهُ مُنْتَبِرًا، وَلَيْسَ فِيهِ شَيْءٌ، فَيُصْبِحُ النَّاسُ يَتَبَايَعُونَ، فَلاَ يَكَادُ أَحَدٌ يُؤَدِّي اْلأَمَانَةَ، فَيُقَالُ: إِنَّ فِي بَنِي فُلاَنٍ رَجُلاً أَمِينًا وَيُقَالُ لِلرَّجُلِ، مَا أَعْقَلَهُ! وَمَا أَظْرَفَهُ! وَمَا أَجْلَدَهُ! وَمَا فِـي قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةِ خَرْدَلٍ مِنْ إِيْمَانٍ، وَلَقَدْ أَتَى عَلَيَّ زَمَانٌ وَمَا أُبَالِي أَيَّكُمْ بَايَعْتُ، لَئِنْ كَانَ مُسْلِمًا؛ رَدَّهُ اْلإِسْلاَمُ، وَإِنْ كَانَ نَصْرَانِيًّا؛ رَدَّهُ عَلَيَّ سَاعِيهِ، فَأَمَّا الْيَوْمَ؛ فَمَا كُنْتُ أُبَايِعُ إِلاَّ فُلاَنًا وفُلاَنًا.
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meriwayatkan kepada kami dua hadits, (Yaitu tentang singgahnya amanah pada diri seseorang dan dicabutnya amanah.) salah satu dari keduanya telah aku lihat, dan saat ini aku sedang menunggu yang lainnya. Beliau meriwayatkan kepadaku bahwasanya amanah singgah pada pangkal hati manusia, kemudian mereka mengetahui sebagian dari al-Qur-an, mengetahui sebagian dari as-Sunnah, dan beliau meriwayatkan kepada kami bagaimana diangkatnya amanah itu, beliau bersabda, “Seseorang tidur, lalu amanah di dalam hatinya dicabut, maka bekasnya masih tetap ada bagaikan titik-titik, lalu dia tidur kemudian dicabut, maka bekasnya bagaikan lepuh, seperti sebongkah bara api yang digelindingkan ke kakimu, lalu ia melukainya sehingga engkau melihatnya melepuh, tidak ada apa-apa (sesuatu yang manfaat) di dalamnya. Lalu pagi harinya manusia melakukan jual beli, maka hampir saja salah seorang dari mereka tidak bisa melaksanakan amanah, dikatakan, ‘Sesungguhnya di bani Fulan ada seorang laki-laki yang terpercaya,’ dan dikatakan kepada seseorang, ‘Sungguh cerdas! Sungguh cerdik! dan sungguh kuat! Sementara di dalam hatinya tidak ada keimanan seberat biji sawi pun. Telah datang kepadaku satu zaman di mana aku tidak pernah peduli kepada siapa saja di antara kalian aku melakukan jual beli, jika ia seorang muslim, maka keislamannya yang akan mengembalikan (amanah), dan jika seorang Nasrani, maka walinyalah yang akan mengembalikan (amanah) kepadaku. Adapun hari ini, maka aku tidak melakukan jual beli kecuali kepada si fulan dan si fulan.” [Shahiih al-Bukhari, kitab ar-Riqaaq, bab Raf’ul Amaanah (XI/333, al-Fat-h), dan kitab al-Fitan, bab Idzaa Baqiya fii Hatsalatin minan Naas (XIII/38, al-Fat-h)].
Di dalam hadits ini terdapat penjelasan bahwa amanah akan diangkat dari hati, sehingga seseorang menjadi pengkhianat padahal sebelumnya dia adalah orang yang terpercaya. Hal ini hanyalah terjadi pada orang yang telah hilang rasa takutnya kepada Allah, lemah imannya, bergaul dengan orang yang selalu khianat sehingga dia menjadi seorang pengkhianat, karena seorang teman akan mengikuti orang yang menemaninya.
Di antara bentuk nyata hilangnya amanah adalah memberikan berbagai urusan, berupa kepemimpinan, khilafah, peradilah, dan pekerjaan dengan berbagai macamnya kepada yang bukan ahlinya, yaitu (bukan) kepada orang yang mampu untuk melaksanakannya juga menjaganya. Karena dalam hal itu ada unsur mengabaikan hak-hak orang lain, menganggap remeh kebaikan-kebaikan mereka, melukai hati mereka dan menimbulkan fitnah di antara mereka. [Lihat Qabasaat min Hadyir Rasuulil A’zham Shallallahu ‘alaihi wa sallam fil ‘Aqaa-id (hal. 66), karya ‘Ali asy-Syarbaji, cet. I th. 1398 H, Darul Qalam – Damaskus].
Lalu jika seseorang yang memegang urusan orang lain mengabaikan amanahnya -sementara manusia akan mengikuti orang yang memegang urusannya- maka mereka akan sama dengannya dalam mengabaikan amanah. Baiknya keadaan para pemimpin akan berakibat kepada baiknya keadaan orang yang dipimpin, sebaliknya rusaknya para pemimpin akan berakibat kepada rusaknya orang yang dipimpin.
Selanjutnya, sesungguhnya mempercayakan suatu urusan kepada yang bukan ahlinya merupakan bukti nyata tidak adanya perhatian manusia terhadap agamanya, sehingga mereka akan mempercayakan urusan mereka kepada orang-orang yang mengabaikan agama mereka. Hal ini hanyalah terjadi ketika kebodohan mendominasi dan diangkatnya ilmu. Karena itulah al-Bukhari rahimahullah menuturkan hadits Abu Hurairah yang terdahulu dalam kitab al-Ilmu sebagai isyarat kepada (apa yang saya jelaskan di atas).
Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Kesesuaian matan hadits ini dengan kitab al-Ilmu adalah sesungguhnya mempercayakan suatu urusan kepada orang yang bukan ahlinya hanyalah terjadi ketika kebodohan mendominasi dan ilmu diangkat, ini termasuk tanda-tanda Kiamat.” [Fat-hul Baari (I/143)].
Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah mengabarkan akan adanya tahun-tahun yang penuh dengan penghianatan, segala urusan berbalik, orang yang jujur dianggap bohong, orang yang bohong dianggap jujur, orang yang terpercaya dianggap berkhianat dan orang yang berkhianat dipercaya, sebagaimana akan dijelaskan bahwa di antara tanda-tanda Kiamat adalah terangkatnya orang-orang yang rendah.
hampir-hampir kita tidak menemukan seorang yang amanah, dan hampir-hampir cara pandang masyarakat dalam menilai sesuatu bertolak belakang dengan keadaan yang sebenarnya. Seperti ada seorang yang dipuji dengan ucapan: Alangkah sabarnya dia! Alangkah pahamnya dia! Alangkah cerdasnya dia! Padahal tidak ada dalam hatinya iman meski seberat biji sawi, kita berlindung kepada Allah dari lemahnya bersifat amanah dan sedikitnya orang-orang yang dapat dipercaya. Tunjukan kepadaku manusia yang manakah Jika aku memarahinya dan membodohkannya Ia menjawab dengan kesabaran dan ketenangan Kamu melihatnya mencamkan hadits dengan hati dan akalnya Mungkin saja dia adalah orang yang paling mengetahui hadits itu Apabila seorang Hudzifah bin Yaman –RadhiAllahuanhuma- seorang sahabat yang mulia mengeluh karena sediktnya orang-orang yang amanah pada zaman beliau, maka apa yang dikatakan oleh salah seorang diantara kita dan kita hidup diakhir zaman? Nabi kita saw bersabda: (yang artinya) “Apabila amanah telah disia-siakan maka tinggal tunggulah kehancuran” para sahabat bertanya: “Bagaimana menyia-nyiakan amanah itu?” Nabi bersabda: “Apabila suatu perkara itu diberikan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.”
Ya Allah kuatkanlah kelemahan-kelemahan kami, dan berilah taufikmu kepada kami agar kami bisa memegang tegung agama-Mu, syari’at-Mu dan Sunnah Nabi-Mu SAW, dan jadikanlah kami termasuk orang-orang yang disebutkan dalam sabda Nabi-Mu SAW: “Senantiasa akan ada sekelompok dari umatku membela kebenaran, tidaklah mencelakakan mereka orang-orang yang memusuhi dan menyelisihi mereka, senantiasa mereka akan tetap tegar hingga datangnya hari kiamat”
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ
Wallahul muwaffiq.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَالْعَصْرِ، إِنَّ الإِنسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ، إِلاَّ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ
KHUTBAH KEDUA
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
جَمَاعَةَ الْجُمُعَةِ، أَرْشَدَكُمُ اللهُ. أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا وَيَرْزُقُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ.اَللَّهُمَ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ.اَللَّهُمَّ انْصُرِ الْمُجَاهِدِيْنِ فِيْ كُلِّ مَكَانٍ وَزَمَانٍ
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ.رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ اْلأَبْرَارِ.رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَّسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا، رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِن قَبْلِنَا، رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ، وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنتَ مَوْلاَنَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.اَللَّهُمَّ إِنَا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَجَنَّتَكَ وَنَسْأَلُكَ شَهَادَةً فِيْ سَبِيْلِكَ.اَللَّهُمَّ أَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُبْتَدِعَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ أَعْدَائَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ
اَللَّهُمَّ شَتِّتْ شَمْلَهُمْ وَمَزِّقْ جَمْعَهُمْ وَزَلْزِلْ أَقْدَامَهُمْ وَأَلْقِ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الرُّعْبَ.اَللَّهُمَّ عَذِّبْهُمْ عَذَابًا شَدِيْدًا وَحَسِّبْهُمْ حِسَابًا ثَقِيْلاً.رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ