Khutbah Jumat Edisi 174: “Metode Rasulullah SAW Dalam Mengeluarkan Manusia Dari Jahiliyah”
Materi Khutbah Jumat Edisi 174 tanggal 11 Sya’ban 1439 H inidikeluarkan oleh
Sariyah Da’wah Jama’ah Ansharusy Syari’ah dapat download di:
Metode Rasulullah SAW Dalam Mengeluarkan Manusia Dari Jahiliyah
(Dikeluarkan Oleh Sariyah Dakwah Jama’ah Ansharusy Syari’ah)
KHUTBAH PERTAMA
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ وَلاَ رَسُوْلَ بَعْدَهُ، قَدْ أَدَّى اْلأَمَانَةَ وَبَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَنَصَحَ اْلأُمَّةَ وَجَاهَدَ فِيْ سَبِيْلِهِ حَقَّ جِهَادِهِ
اَلصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا الْمُصْطَفَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ سَلَكَ سَبِيْلَهُ وَاهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.رَبِّ اشْرَحْ لِيْ صَدْرِيْ وَيَسِّرْ لِيْ أَمْرِيْ وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِيْ يَفْقَهُوْا قَوْلِيْ
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. وَقَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. وَقَالَ: وَتَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى
وَقَالَ النَّبِيُ: اِتَّقِ اللهَ حَيْثُ مَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بَخُلُقٍ حَسَنٍ. (رواه الترمذي، حديث حسن)
Jamaah Jum’at hamba Allah yang dirahmati Allah SWT.
Segala puji bagi Allah SWT, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya.
Khotib berwasiat kepada diri sendiri khususnya dan jama’ah sekalian marilah kita bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa, semoga kita akan menjadi orang yang istiqamah sampai akhir hayat kita.
MA’ASYIROL MUSLIMIN RAHIMANI WA RAHIMUKUMULLAH!!!
Allah SWT berfirman:
الر كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ (١)اللَّهِ الَّذِي لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَوَيْلٌ لِلْكَافِرِينَ مِنْ عَذَابٍ شَدِيدٍ (٢)الَّذِينَ يَسْتَحِبُّونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا عَلَى الآخِرَةِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَيَبْغُونَهَا عِوَجًا أُولَئِكَ فِي ضَلالٍ بَعِيدٍ (٣)وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلا بِلِسَانِ قَوْمِهِ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ فَيُضِلُّ اللَّهُ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (٤)
“(1). Alif, laam raa. (ini adalah) kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji. (2). Allah-lah yang memiliki segala apa yang di langit dan di bumi. dan kecelakaanlah bagi orang-orang kafir karena siksaan yang sangat pedih, (3). (yaitu) orang-orang yang lebih menyukai kehidupan dunia dari pada kehidupan akhirat, dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan Allah itu bengkok. mereka itu berada dalam kesesatan yang jauh. (4). Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya[1], supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan[2] siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. dan Dia-lah Tuhan yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ibrahim: 1-4)
Dunia Yang Dihadapi Oleh Rasulullah SAW.
Nabi Muhammad SAW diutus Allah SWT sebagai Nabi dan Rasul ketika dunia laksana suatu bangunan yang sedang digoncang hebat oleh gempa sehingga semua isinya berantakan dan tidak berada di tempat yang semestinya. Sebagian dari tiang dan perkakasnya rusak dan hancur. Ada yang miring dan bengkok. Ada yang bergeser dari tempat semula dan berpindah ke tempat lain yang tidak pantas. Ada juga yang bertumpang tindih saling bertumpuk.
Dengan pandangan mata seorang Nabi dan Rasul, Sayyidina Muhammad SAW melihat manusia sudah kehilangan kemanusiaannya. Manusia yang dilihat ada yang bersujud pada batu, pepohonan, sungai, dan sebagainya yang tidak mendatangkan manfaat atau mudarat bagi dirinya.
Beliau SAW melihat manusia sudah berjungkir balik kehilangan akal pikirannya sehingga tidak dapat lagi menampung apa yang perlu dipikirkan dan tidak dapat memahami soal-soal yang sebenarnya amat jelas dan terang. Cara-cara berpikir manusia sudah terlampau rusak. Soal-soal teoretis oleh umat manusia dipandang sebagi soal penting dan mendesak, sedangkan soal yang sebenarnya penting lagi esensial dipandang sebagai soal teoretis. Soal-soal yang jelas dan pasti malah diragukan, sedangkan soal-soal yang meragukan justru diyakini kebenarannya. Demikian pula, seleranya pun sudah rusak. Rasa yang pahit disukai, yang buruk dan jahat disenangi, yang berbau busuk digemari dan dibangga-banggakan. Perasaannya tidak berfungsi lagi. Tidak dapat marah dan benci terhadap musuh yang zalim dan tidak dapat mencintai sahabat yang mau memberi nasehat baik.
Rasulullah SAW melihat masyarakat manusia dalam gambarannya yang sekecil itu. Semuanya tidak sesuai dengan bentuk aslinya atau berada di tempat yang tidak semestinya. Srigala telah berubah menjadi penggembala, musuh yang zalim berubah menjadi hakim, orang yang berbuat dosa dan kesalahan memperoleh kebahagiaan, sedangkan yang benar dan saleh terlunta-lunta.
Dalam masyarakat seperti itu, tidak ada soal yang paling diakui kebenarannya selain kemungkaran dan kejahatan. Rasulullah SAW melihat bahwa adat kebiasaan yang sangat buruk seperti itu akan mempercepat kemusnahan manusia dan menggiringnya ke jurang kehancuran.
Beliau melihat manusia tenggelam dalam arak hingga melampaui batas kebiasaan yang wajar. Pelacuran, perjudian, dan kedurhakaan telah melampaui batas-batas kegemaran dan kejahatan biasa. Pelepasan uang riba melebihi batas perampasan dan perampokan. Keserakahan mengejar kekayaan mencapai batas loba dan tamak. Kekejaman dan kezaliman mencapai tingkat mengubur hidup-hidup dan membunuh anak-anak yang sama sekali tidak berdosa.
Rasulullah SAW melihat raja-raja menjadikan bumi Allah SWT, ini sebagai negara-negara milik mereka sendiri, dan menjadikan hamba-hamba Allah sebagai budak mereka. Para pendeta dan rahib telah berubah menjadi makhluk yang dipuja-puja, yang memakan harta orang lain secara batil dan menghalang-halangi jalan kebenaran Allah SWT.
Karunia Allah SWT yang dilimpahkan kepada manusia telah hilang, diselewengkan, dan tidak digunakan serta diarahkan secara benar. Akhirnya menjadi bencana bagi manusia sendiri dan bagi kemanusiaan. Keberanian berubah menjadi keganasan dan kebiadaban. Kedermawanan berubah menjadi pemborosan dan penghamburan harta. Harga diri berubah menjadi fanatisme jahiliyah. Kecerdasan berpikir berubah menjadi kelicikan dan penipuan. Akal pikiran digunakan untuk menciptakan tindak kejahatan dan daya kreasi dipergunakan sebagai sarana untuk pemuas nafsu syahwat.
Muhammad SAW sebagai Rasul Allah SAW melihat individu-individu manusia dan lembaga kemanusiaan sebagai bahan mentah yang tidak mampu mendapatkan seorang tukang yang mahir untuk membentuk peradaban yang baik, atau sebagai lembaran-lembaran papan yang tidak mendapatkan tukang kayu untuk dibuat menjadi bahtera yang dapat mengarungi samudra kehidupan. Manusia seperti gerombolan domba tanpa penggembala. Politik sebagai unta liar yang tali kekangnya lepas dari tangan pengendaranya, dan kekuasaan sebagai pedang di tangan orang mabuk, yang digunakan untuk melukai dirinya sendiri, anak-anak, dan teman-temanya sendiri.
Segi-Segi KehidupanYang Rusak.
Semua segi kehidupan yang telah rusak itu menuntut perhatian dari seorang mushlih atau reformer dan membuatnya sangat prihatin. Seandainya reformer itu hanya reformer biasa, paling mampu ia hanya dapat memperbaiki salah satu segi saja dari segi-segi kehidupan yang telah rusak itu. Seumur hidupnya ia terus-menerus memperhatikan dan menanggulangi salah satu cacat dari berbagai macam cacat yang melekat pada tubuh manusia. Akan tetapi, jiwa manusia sangat kompleks, rumit, mempunyai banyak celah, dan banyak pintu keluar yang memberi kemungkinan bagi manusia untuk lolos secara diam-diam. Apabila jiwa manuisa telah menyimpang dari rel dan bengkok, serta mempunyai adat istiadat buruk, ia tidak akan tertarik pada usaha perbaikan, sebelum arah kecenderungannya diubah dari kejahatan pada kebaikan dan dari kerusakan pada pembetulan, jiwa manusia harus dibersihkan dulu dari kuman-kuman (virus-virus) jahat yang tumbuh akibat rusaknya masyarakat dan terganggunya pendidikan. Dengan hilangnya benih-benih kejahatan, tertanamlah rasa cinta pada segala kebajikan, keutamaan, dan rasa takut kepada Allah SWT.
Setiap penyakit yang menghinggapi masyarakat manusia dan setiap cacat yang melekat pada tubuh generasi yang ada, membutuhkan waktu yang sangat lama untuk dihilangkan, bahkan sumur hidup manusia. Kadang-kadang walaupun sudah menelan umur beberapa orang reformer, penyakit itu belum juga sembuh dan lenyap. Jika ada seorang yang berusaha menghapuskan kebiasaan minum arak (khamr) di sebuah negeri yang kejangkitan penyakit hidup mewah, berfoya-foya dan tenggelam dalam kesenangan serta kelezatan duniawi, usahanya pasti sia-sia. Hal ini karena kegemaran minum khamar tiada lain akibat kejiwaan yang sangat menyukai kelezatan, sekalipun yang lezat itu adalah racun. Jiwanya menggemari mabuk meskipun ia tahu bahwa mabuk itu dosa. Oleh karena itu, kebiasaan minum arak (khamr) di kalangan masyarakat tidak dapat dihapuskan hanya dengan propaganda, menerbitkan buku-buku, pidato-pidato, atau menjelaskan bahanya bagi kesehatan dan budi perkerti, atau hanya dengan mengerluarkan peratuaran-peratuaran yang melarang keras dengan disertai sanksi-sanksi hukuman berat.
Kebiasaan minum khamar hanya dapat dihapuskan dengan jalan mengubah jiwa masyarakat hingga ke akarnya. Jika hendak dipaksakan penghapusannya tanpa melalui jalan seperti itu, jiwa manusia yang bersangkutan akan menyelinap dalam bentuk kejahatan lainnya hingga kegemaran yang buruk itu diperbolehkan lagi dengan nama lain atau dalam bentuk lain lagi.
Kunci Perubahan ada Pada Tabiat Manusia Yang Digembok Oleh Hawa Nafsu.
Rasulullah SAW tidak diutus untuk menghapus kebatilan dengan kebatilan, atau menghapus sikap permusuhan dengan sikap permusuhan yang sama. Beliau SAW diutus untuk membebaskan manusia dari kesesatan menuju hanya menyembah Allah Yang Maha Esa, mengeluarkan manusia dari kepengapan dunia pada kebahagiaan dunia dan akhirat, dari kezhaliman agama-agama yang telah diselewengkan pada keadilan Islam, serta menyingkirkan beban berat serta belenggu yang mencekik leher umat manusia.
Rasulullah SAW bukan seorang reformer seperti reformer lainnya, yang biasa masuk ke perumahan masyarakat lewat pintu belakang atau menyelundup masuk lewat jendela, kemudian berjuang menanggulangi sebagian saja dari penyakit sosial dan kebobrokan akhlaknya.
Rasulullah SAW datang menyerukan perbaikan masyarakat melalui pintu depan dengan membawa kunci yang cocok guna membuka gembok yang sekian lamanya dibuka oleh reformer-reformer sebelum beliau SAW, dan tidak akan dapat dibuka oleh siapa saja tanpa menggunakan kunci yang dibawa oleh beliau.
Rasulullah SAW menyuburkan jiwa kaum muslimin dengan Al-Qur’an dan mengisinya dengan keimanan. Beliau SAW membuat mereka lima kali sehari bersembah sujud dihadapan Allah Rabbul ‘Alamin (Tuhan Semesta Alam) dengan badan suci, hati khusyu’ jasmani tunduk, dan pikiran sadar. Semakin hari jiwa mereka semakin meningkat. Hati mereka semakin jernih. Tubuh mereka semakin bersih dan bertambah bebas dari kekuasaan materi dan rangsangan selera nafsu, serta semakin bertambah tunduk kepada Allah Pencipta langit dan bumi. Mereka menjadi orang yang sabar dalam menghadapi gangguan, lapang dada, dan bersemangat tinggi, dan sanggup berperang membela kebenaran Allah SWT, seolah-oleh mereka dilahirkan bersama pedang. Akan tetapi, Rasulullah SAW dapat menguasai tabiat mereka yang gemar berperang dan mengekang semangat gemar membangga-banggakan kebangsaan yang lazim ada pada orang Arab.
Kepada kaum muslimin, Rasulullah SAW berkata, “Tahanlah tangan kalian dan tegakkanlah shalat!” kepatuhan mereka pada perintah beliau dan sanggup menahan diri dari gangguan dan ancaman orang musyrik Quraisy, bukan karena mereka pengecut dan tidak berdaya. Sikap mereka semata-mata disebabkan oleh kepatuhan dan ketaatan mereka kepada Rasulullah SAW. Allah SWT berfirman:
وَالَّذِينَ كَفَرُوا بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ إِلَّا تَفْعَلُوهُ تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيرٌ
“Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. jika kamu (hai Para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu[3], niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (QS. Al-Anfal: 73)
Di samping upaya Rasulullah untuk terus-menerus mendidik dan mengasuh kaum muhajirin dan anshar dengan cermat, teliti, dan mendalam, Al-Qur’an pun terus-menerus meningkatkan jiwa mereka dan mempertajam pandangan hati mereka. Petuah-petuah yang diberikan oleh beliau SAW menambah dalamnya pengertian dan pemahaman mereka tentang agama Islam (sebagai the way of life/aturan dan pedoman hidup) dan semakin menjauhkan mereka dari rongrongan selera nafsu, juga semakin membulatkan kemampuan mereka untuk rela berkorban demi keridhoaan Allah SWT dan untuk meraih kebahagiaan di surga. Semua tiu untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan pendalaman di bidang ilmu agama serta kesanggupan bersikap mawas diri.
Mereka taat dan patuh kepada Rasullah SAW dalam segala hal, baik yang ringan maupun yang berat. Mereka tidak tawar-menawar untuk berangkat ke medan juang (jihad) di jalan Allah SWT. Baik dalam keadaan sedang menderita kesukaran ataupun tidak. Dalam waktu sepuluh tahun, mereka keluar bersama Rasulullah SAW terjun ke medan perang sebanyak dua puluh tujuh kali, dan lebih dari seratus kali berperang melawan musuh atas perintah Allah SWT mereka tidak merasa berat lagi berpisah dari kesenangan duniawi dan telah memandang enteng kesukaran yang dialami oleh anak istri mereka. Allah berfirman: “Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka[1045] ialah ucapan. “Kami mendengar, dan Kami patuh”. dan mereka Itulah orang-orang yang beruntung.”Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, Maka mereka adalah orang- orang yang mendapat kemenangan.”(QS. An-Nur:51-52)
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ (٢٠٧)
“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 207)
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ
Wallahul muwaffiq.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَالْعَصْرِ، إِنَّ الإِنسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ، إِلاَّ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ
KHUTBAH KEDUA
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
جَمَاعَةَ الْجُمُعَةِ، أَرْشَدَكُمُ اللهُ. أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا وَيَرْزُقُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ.اَللَّهُمَ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ.اَللَّهُمَّ انْصُرِ الْمُجَاهِدِيْنِ فِيْ كُلِّ مَكَانٍ وَزَمَانٍ
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ.رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ اْلأَبْرَارِ.رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَّسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا، رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِن قَبْلِنَا، رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ، وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنتَ مَوْلاَنَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.اَللَّهُمَّ إِنَا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَجَنَّتَكَ وَنَسْأَلُكَ شَهَادَةً فِيْ سَبِيْلِكَ.اَللَّهُمَّ أَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُبْتَدِعَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ أَعْدَائَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ
اَللَّهُمَّ شَتِّتْ شَمْلَهُمْ وَمَزِّقْ جَمْعَهُمْ وَزَلْزِلْ أَقْدَامَهُمْ وَأَلْقِ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الرُّعْبَ.اَللَّهُمَّ عَذِّبْهُمْ عَذَابًا شَدِيْدًا وَحَسِّبْهُمْ حِسَابًا ثَقِيْلاً.رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
[1]Al Quran diturunkan dalam bahasa Arab itu, bukanlah berarti bahwa Al Qu’an untuk bangsa Arab saja tetapi untuk seluruh manusia.
[2]Disesatkan Allah berarti: bahwa orang itu sesat berhubung keingkarannya dan tidak mau memahami petunjuk-petunjuk Allah. dalam ayat ini, karena mereka itu ingkar dan tidak mau memahami apa sebabnya Allah menjadikan nyamuk sebagai perumpamaan, Maka mereka itu menjadi sesat.
[3]Yang dimaksud dengan apa yang telah diperintahkan Allah itu: keharusan adanya persaudaraan yang teguh antara kaum muslimin.