Khutbah Jumat Edisi. 186: “Sebab Memberikan Loyalitas Kepada Orang Yang Memusuhi Islam”
Materi Khutbah Jumat Edisi 186 tanggal 14 Dzulqaidah 1439 H ini dikeluarkan oleh
Sariyah Da’wah Jama’ah Ansharusy Syari’ah dapat download di:
Sebab Memberikan Loyalitas Kepada Orang Yang Memusuhi Islam
(Dikeluarkan Oleh Sariyah Dakwah Jama’ah Ansharusy Syari’ah)
KHUTBAH PERTAMA
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ وَلاَ رَسُوْلَ بَعْدَهُ، قَدْ أَدَّى اْلأَمَانَةَ وَبَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَنَصَحَ اْلأُمَّةَ وَجَاهَدَ فِيْ سَبِيْلِهِ حَقَّ جِهَادِهِ
اَلصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا الْمُصْطَفَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ سَلَكَ سَبِيْلَهُ وَاهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.رَبِّ اشْرَحْ لِيْ صَدْرِيْ وَيَسِّرْ لِيْ أَمْرِيْ وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِيْ يَفْقَهُوْا قَوْلِيْ
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. وَقَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. وَقَالَ: وَتَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى
وَقَالَ النَّبِيُ: اِتَّقِ اللهَ حَيْثُ مَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بَخُلُقٍ حَسَنٍ. (رواه الترمذي، حديث حسن)
Jamaah Jum’at hamba Allah yang dirahmati Allah SWT.
Segala puji bagi Allah SWT, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya.
Khotib berwasiat kepada diri sendiri khususnya dan jama’ah sekalian marilah kita bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa, semoga kita akan menjadi orang yang istiqamah sampai akhir hayat kita.
MA’ASYIROL MUSLIMIN RAHIMANI WA RAHIMUKUMULLAH!!!
Larangan memberikan loyalitas kepada musuh Islam.
Allah Ta’ala berfirman:
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum Kerabat (Nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam.”. (QS. At-Taubah: 113).
Dalam ayat ini Allah Ta’ala melarang Rasulullah dan semua orang beriman untuk memintakan ampun kepada orang-orang musyrik. Demikian pula larangan yang bermakna pengharaman memberikan loyalitas kepada orang kafir/musyrik semasa hidup dan setelah matinya.
Bahwa sababun-nuzul (sebab diturunkan) ayat ini, sebagaimana diriwayatkan dalam shahihain, tatkala Abu Thalib meninggal, Rasulullah bersabda: “Sungguh aku akan memintakan ampun kepadamu(Abu Thalib) sampai Rabbku melarangku” atau “Selagi Allah tidak melarangku”, maka turunlah ayat ini.
Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan bahwasanya Rasulullah tengah menunggang kendaraan di desa Qurobatu Altin lalu beliau turun dan mengerjakan shalat dua raka’at. Kemudian beliau datang dalam keadaan bercucuran air mata. Maka Umarpun bertanya: “Demi ayah, engkau dan ibuku wahai Rasulullah, kenapa gerangan engkau menangis?” maka beliau menjawab:
«اسْتَأْذَنْتُ رَبِّي فِي أَنْ أَسْتَغْفِرَ لَهَا، فَلَمْ يَأْذَنْ لِي، وَاسْتَأْذَنْتُ رَبِّي فِي أَنْ أَزُورَ قَبْرَهَا فَأَذِنَ لِي، فَزُورُوا الْقُبُورَ، فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمُ الْمَوْتَ»
“Aku meminta izin kepada Tuhanku, memohonkan ampunan bagi ibuku, namun Dia tidak mengizinkanku. Dan aku meminta izin kepada-Nya berziarah ke kuburnya, dan Dia mengizinkanku. Maka ziarahilah kubur, karena sesungguhnya ia mengingatkan akan mati.” (Shahih Muslmim).
Allah Ta’ala tiada mengizinkan beliau memohonkan ampunan bagi ibunya, dan tiada pula menizinkan beliau memohonkan ampunan bagi pamannya Abu Thalib, kendati ia adalah orang yang paling dicintainya. Abu Thalib melindungi dakwah Islam selama 10 tahun dan pedangnya menjadi naungan pelindung bagi Rasulullah serta orang-orang beriman. Wibawa dan kedudukannya di kalangan kaumnya menjadi naungan tempat berlindung Rasulullah, karena itu beliau berkata: “Tiadalah kaum kafir Quraisy memperoleh dariku sesuatu yang tidak aku sukai hingga matinya Abu Thalib.” (Kitab Al-Bidayah Wan Nihayah Ibnu Katsir juz: III hal:120).
Bertambah keras gangguan dan teror kaum kafir Quraisy terhadap diri Rasulullah sepeninggal pamannya, padahal sebelum itu mereka segan mengganggunya. Mereka tidak berani mengganggu Rasulullah karena segan terhadap pamannya Abu Thalib, pemuka Quraisy.
Kepemimpinan Orang Kafir dan Munafiq Penyebab Runtuhnya Negara dan Ummat.
Tegaknya kepemimpinan hukum Islam merupakan pilar dari Dienul Islam, manakala pilar kepemimpinan itu jatuh maka akan runtuh pulalah sebagian besar hukum-hukum Islam. Kita menyaksikan bahwa runtuhnya suatu negara dan rusaknya sebuah bangsa sebaian besar dikarenakan oleh kepemimpinan orang-orang kafir dan sekutunya dari kalangan orang munafiq. Sebagaimana ketika Amerika datang menemui Zhahir Syah (bekas raja Afghanistan) dan menekan: “Mau melarang kaum wanita memakai cadar atau mau hilang kekuasaannmu!”. Lalu ia melaksanakan dengan patuh ancaman mereka. Dengan pongah ia menjatuhkan hijab wanita di bawa kakinya seraya mengatakan: “Telah berakhir zaman kegelapan.” Maka mulailah ia merusak kaum wanita dan memerintahkan mereka melepas cadarnya. Ketika penduduk Kandahar –yang sudah dikenal sangat kuat dan teguh dalam memegang prinsip-prinsip ajaran Dien mereka– menolak perintah tersebut, maka raja Zhahir Syah mengirim pasukan kerajaan untuk memaksakan kehendaknya –dipimpin oleh Syah Wali– maka terjadilah pertempuran antara pasukan raja Zhahir Syah dengan penduduk Kandahar, dalam pertempuran yang dikenal dengan nama “Ma’rakatul Khimar” (Perang Cadar). Akhirnya gugur sekitar seribu orang syahid dari penduduk Kandahar.[1]
Semua itu adalah untuk menjaga dan mempertahankan kursi kepemimpinan orang-orang kafir. Pergerakkan Islam diberangus dan dibasmi, ulama diteror dan dikriminalisasi. Dan itu semua dilakukan karena perintah orang-orang kafir. Juga ketika orang-orang kafir menyampaikan kepada Abdul Nasher suatu resolusi bahwa pergerakkan Islam sangat berbahaya dan mengancam kekuasaan mereka.
Orang-orang Yahudi, bagaimana akhirnya mereka bisa mendirikan negara? Juga lewat kepemimpinan orang-orang kafir. Orang-orang Amerika dan Inggris mengatakan kepada para pemimpin (pemimpin-pemimpin Arab): “Jika kalian tidak setuju atas pendirian negara Israel di Palestina maka kami akan menggulingkan kekuasaan kalian! Maka dari itu tanda tanganilah (kesepakatan ini). “Maka merekapun menandatanganinya. Benar, mereka siap memberikan tanda tangan (persetujuan) bagi segala apa yang diinginkan orang-orang Amerika, Inggris, dan Rusia !!!.
Kekuasaan!! Semakin meningkat kedudukan manusia –yang tidak beriman– akan semakin besar rasa kekhawatirannya terhadap kursi kekuasaannya, maka untuk itu ia berani mengorbankan apapun untuk mempertahankannya, bahkan mengorbankan istrinya sekalipun. Ya benar, berapa banyak manusia yang menyodorkan istri-istri mereka kepada pemimpin-pemimpinnya agar supaya pimpinan-pimpinan itu memberika proyek (kerja) pada mereka, memberikan kepada mereka kontrak, memberikan kepada mereka imbalan dunia!!.
Akibat Jika Kekuasaan di Tangan Musuh Islam.
Fir’aun Penguasa Yang Berbuat kerusakan dan sewenang-wenang di muka bumi.
Beberapa kebejatan Fir’aun sebagai penguasa zhalim yang Al-Qur’an sebutkan:
نَتْلُو عَلَيْكَ مِنْ نَبَإِ مُوسَى وَفِرْعَوْنَ بِالْحَقِّ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ إِنَّ فِرْعَوْنَ عَلَا فِي الْأَرْضِ وَجَعَلَ أَهْلَهَا شِيَعًا يَسْتَضْعِفُ طَائِفَةً مِنْهُمْ يُذَبِّحُ أَبْنَاءَهُمْ وَيَسْتَحْيِي نِسَاءَهُمْ إِنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ
“Sesungguhnya Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi’ dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka; menyembelih anak laki-laki dan membiarkan hidup anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir’aun termasuk orang yang berbuat kerusakan”. (QS. Al-Qoshosh: 4).
Atau ketika Fir’aun mengungkit-ungkit jasanya di hadapan Nabi Musa as, Nabi Allah ini menjawab, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an: “Budi yang kamu limpahkan kepadaku itu adalah (disebabkan) kamu telah memper budak Bani Israil” (QS. Asy-Syu’aro: 22). Ayat di atas juga menunjukkan bahwa pejuang-pejuang kebatilan akan selalu tampil dengan propaganda “pemimpin kafir yang adil lebih baik daripada pemimpin muslim yang korupsi”atau `pembangunan negeri, penegak keadilan dan kesejahteraan’ serta serenceng gelar dan sebutan lain yang sebenamya bertolak belakang dengan aktifitasnya. Sesungguhnya kebodohan dan ketakutan rakyat dimanfaatkannya untuk kepentingan pelestarian kekuasaannya. Dan dari kisah di atas, sebelum datangnya Musa ‘alaihissalam, sebagian besar rakyat Bani Israil memang dalam genggaman kekuasaan Fir’aun dan antek-anteknya.
Memberikan loyalitas kepada orang kafir.
Allah SWT mengabarkan penguasa yang munafik dan menyingkap sikap dan karakter mereka dalam Al-Qur’an:
“Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka Sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.” (QS.An-Nisa:138-139).
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, Maka Sesungguhnya orang itu Termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Maidah: 51).
Tafsir Surat Al-Maidah ayat 51 dalam Tafsir Ibnu Katsir
Ibnu Katsir menjelaskan ayat ini,”Allah Ta’ala melarang hambaNya yang beriman untuk loyal kepada orang Yahudi dan Nasrani. Mereka itu musuh Islam dan sekutu-sekutunya. Moga kebinasaan dari Allah untuk mereka. Lalu Allah mengabarkan bahwa mereka itu adalah auliya terhadap sesamanya. Kemudian Allah mengancam dan memperingatkan bagi orang beriman yang melanggar larangan ini,”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, Maka Sesungguhnya orang itu Termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Tafsir Ibnu Katsir Al-Maidah: 51. Jilid 3:417)
Jelas sekali bahwa ayat ini larangan menjadikan orang kafir sebagai pemimpin atau orang yang memegang posisi-posisi strategis yang bersangkutan dengan kepentingan kaum muslimin.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ
Wallahul muwaffiq.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَالْعَصْرِ، إِنَّ الإِنسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ، إِلاَّ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ
KHUTBAH KEDUA
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
جَمَاعَةَ الْجُمُعَةِ، أَرْشَدَكُمُ اللهُ. أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا وَيَرْزُقُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ.اَللَّهُمَ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ.اَللَّهُمَّ انْصُرِ الْمُجَاهِدِيْنِ فِيْ كُلِّ مَكَانٍ وَزَمَانٍ
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ.رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ اْلأَبْرَارِ.رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَّسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا، رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِن قَبْلِنَا، رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ، وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنتَ مَوْلاَنَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.اَللَّهُمَّ إِنَا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَجَنَّتَكَ وَنَسْأَلُكَ شَهَادَةً فِيْ سَبِيْلِكَ.اَللَّهُمَّ أَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُبْتَدِعَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ أَعْدَائَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ
اَللَّهُمَّ شَتِّتْ شَمْلَهُمْ وَمَزِّقْ جَمْعَهُمْ وَزَلْزِلْ أَقْدَامَهُمْ وَأَلْقِ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الرُّعْبَ.اَللَّهُمَّ عَذِّبْهُمْ عَذَابًا شَدِيْدًا وَحَسِّبْهُمْ حِسَابًا ثَقِيْلاً.رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
[1]Abdullah Azzam, Fie Tarbiyah Al-Jihadiyah wal Bina’ juz Al-Hadi Asyar, Terj. Tarbiyah Jihadiyah 11, (Solo: Pustaka Alaq, 2008), hal. 48-49.