Pemimpin pun harus Berani Meminta Maaf
Budi Eko Prasetiya, SS
Amir Jamaah Ansharu Syariah Majmuah Jember
Hampir di setiap momen hari raya Idul Fitri kerap kita mendengar dan membaca ucapan selamat yang ditambahi kata “Mohon Maaf Lahir dan Batin”.
Bahkan semarak pula di masyarakat momen silaturahim, kegiatan halal bi halal dan Open House di rumah para pemimpin suatu daerah, yang mana semua ini untuk bergembira setelah berpuasa ramadhan dengan berhari raya idul fitri dan saling bermaaf-maafan.
Tidak bisa dipungkiri, setiap manusia pernah berbuat salah dan dosa. Manusia membutuhkan cara untuk menutupi kekurangannya itu, khususnya dosa yang terarah kepada sesama manusia. Saat orang lain berbuat salah dan dosa yang terarah kepada kita, kita diajari untuk memaafkan. Saat kita berbuat salah dan dosa kepada orang lain, kita diajari untuk meminta maaf.
Dalam sebuah hadis Nabi shallallahu alaihi wasallam, Abu Hurairah berkata, telah bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
رُوِيَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ أَتَاهُ أَخُوْهُ مُتَنَصِّلاً فَلْيَقْبَل ذَلِكَ مِنْهُ مُحِقّاً كَانَ أَوْ مُبْطِلاً، فَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ لَمْ يَرِدْ عَلَيَّ الْحَوْضَ
Abu Hurairah berkata, telah bersabda Rasulullah Shallallahu allaihi wasallam: ‘Barangsiapa pernah melakukan kezaliman terhadap saudaranya, baik menyangkut kehormatannya atau sesuatu yang lain, maka hendaklah ia minta dihalalkan darinya hari ini, sebelum dinar dan dirham tidak berguna lagi (hari kiamat). (Kelak) jika dia memiliki amal saleh, akan diambil darinya seukuran kezalimannya. Dan jika dia tidak mempunyai kebaikan (lagi), akan diambil dari keburukan saudara (yang dizalimi) kemudian dibebankan kepadanya. (HR Bukhari).
Meminta maaf dan memberi maaf adalah cara menghentikan kedzaliman. Hal ini menjadi bagian tersulit bagi seseorang, terutama bagi yang diamanahi sebagai pemimpin. Namun, bila ini bisa terjadi akan sangat bermanfaat, tidak hanya berpotensi memperbaiki kesalahan, tetapi juga mengembalikan kepercayaan dan menjaga ukhuwah.
Amanah kepemimpinan tak bisa berdiri tegak melainkan melalui pondasi yang kuat yakni ketakwaan terhadap Allah. Kalau pondasi ini rapuh, akan rapuh pula amanah yang diembannya.
Ada yang yang begitu manis mengabarkan kebaikan ketika menjalani prosesi menjadi penguasa. Ketika mereka berada di titik penguasa, bisikan kanan dan kiri akhirnya amanah itu dikhianati. Rakyat pun kecewa, sedangkan penguasa tetap saja bergelimang kesenangan dunia, na’udzhu billahi min dzalik.
Ketika Penguasa Berbuat Salah
Dari kisah berikut kita belajar tentang seorang penguasa yang berbuat salah dan kesungguhannya meminta maaf terkait kesalahannya.
Adalah Amru bin Ash, sahabat yang diamanahkan menjadi gubernur Mesir di masa Khalifah Umar bin Khathab. Saat itu, beliau hendak membangun Masjid baru. Hanya saja di atas lahan tersebut terdapat sebuah gubuk milik seorang Yahudi tua. Karena menolak gagasan itu, Amru bin Ash pun memerintahkan pembongkaran paksa atas gubuk tersebut.
Yahudi tua itu pun mengadu ke Khalifah Umar Bin Khattab di Madinah meminta keadilan. Setelah mengadukan masalahnya, khalifah Umar memintanya untuk mengambil sepotong tulang, lalu dengan ujung pedangnya Umar menorehkan garis lurus di potongan tulang tersebut dan meminta Yahudi tua tersebut memberikan tulang itu langsung ke Gubernur Amru bin Ash di Mesir.
Setelah menerima potongan tulang dari Yahudi tua itu, Gubernur Amru bin Ash pucat pasi dan serta merta memerintahkan untuk mengentikan pembangunan masjid di lahan Yahudi tua tersebut. Kontan saja tindakan itu membuat Yahudi tua itu terhenyak dalam keheran yang bertubi-tubi sejak dia bertemu dengan Khalifah Umar bin Khattab di Madinah.
Gubernur Amru bin Ash yang kemudian menjelaskan semuanya setelah meminta maaf. Beliau menjelaskan bahwa tulang yang diserahkan Yahudi tua itu adalah perintah langsung dari Khalifah kepada dirinya selaku gubernur, untuk senantiasa bertindak adil, bertindak lurus baik dari kalangan atas sampai kalangan paling bawah seperti hurup alif yang digoreskan khalifah Umar di atas tulang tersebut.
Apabila tak mampu menjalankan amanah dengan adil maka pedang khalifah Umar sendiri yang akan memenggal kepalanya. Itu sebabnya Gubernur Amru bin Ash langsung pucat pasi menerima peringatan langsung dari Khalifah tersebut.
Begitulah beratnya tanggung jawab kepemimpinan di hadapan Allah kelak. Oleh sebab itu, siapapun yang mengemban amanah sebagai pemimpin atau pun penguasa hendaklah bijaksana. Pemimpin dengan segala potensi kebaikannya juga manusia yang punya potensi kelemahan dan kekurangan yang haruslah berani mengakui kesalahan, meminta maaf atau bahkan bersilaturrahim ke masyarakat sekaligus meminta maaf.
Bukankah, Allah pun tak akan memaafkan bila mana tidak terlebih dahulu meminta maaf kepada sesama yang pernah kita berbuat salah kepadanya. Mari bersama-sama kita renungkan nasehat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berikut :
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ، وَمَا زَادَ اللهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ، إِلَّا عِزًّا، وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللهُ
“Sedekah itu tidak mengurangi harta dan tidaklah Allah menambah bagi seorang hamba dengan pemberian maafnya (kepada saudaranya) kecuali kemuliaan (di dunia dan akhirat), serta tidaklah seseorang merendahkan diri karena Allah kecuali Dia akan meninggikan (derajat)nya (di dunia dan akhirat).” HR Muslim.