Urgensi Pendidikan Seksual bagi Generasi Penerus Bangsa
Abu Hamasah
Katib Jamaah Ansharu Syariah Mudiriyah Jember
Sebelum muncul kegaduhan terkait Permendikbudristek Nomor 30 2021 yang dicurigai melegalkan Zina dan LGBT di Kampus, ternyata Islam sudah memiliki konsep yang tersistem dan terstruktur untuk mencegah merebaknya zina dan fenomena LGBT pada generasi penerus.
Ada fakta yang memaksa membuat kita harus prihatin terkait data Komite Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) pada Oktober 2013, bahwa 62,7% remaja telah melakukan sex di luar nikah dan perempuan yang hamil diluar nikah berasal dari kelompok remaja serta diantaranya pernah melakukan aborsi.
Kehidupan seks bebas telah merebak ke kalangan kehidupan remaja dan anak. Hal ini dipicu oleh media yang saat ini dengan mudah dapat diakses dengan tayangan yang mengandung unsur pornografi telah tersebar luas di lingkungan anak melalui handphonenya.
Begitu gencarnya gerakan pornografi dan pornoaksi secara liar, baik di dalam maupun di luar rumah dan sekolah. Bahkan, gerakan yang gencar itu kelihatannya sulit dibendung atau dihilangkan. Hal ini membuat anak-anak perlu mendapatkan pendidikan seksual sejak dini, terutama yang ditopang dengan aqidah Islam yang kuat.
Pendidikan seks di dalam Islam adalah bagian integral dari pendidikan akidah, akhlak, dan ibadah. Terlepasnya ketiga unsur itu akan menyebabkan ketidakjelasan arah dari pendidikan seks itu sendiri. Edukasi ini penting disampaikan agar sejak dini para generasi muslim bisa memahami pentingnya menjaga organ-organ vital pada dirinya. Di samping itu, pendidikan seks juga berkaitan erat dengan praktik-praktik ibadah yang dibahas dalam fiqih.
Urgensi Edukasi seksual adalah agar setelah anak tumbuh menjadi pemuda dapat memahami perkara-perkara kehidupan, seperti mengetahui apa yang dihalalkan dan apa yang diharamkan. Lebih jauh lagi, anak mampu berakhlak terpuji, serta tidak diperbudak oleh hawa nafsu dan tenggelam dalam gaya hidup hura-hura.
Edukasi seksual dalam perspektif Islam tentunya merujuk pada kemuliaan kandungan al-Qur’an. Pembahasan tentang seks senantiasa dikaitkan dengan persoalan aqidah, akhlak, menjauhi kemungkaran, dan tidak mendatangkan kemudahratan terhadap orang lain.
Sebagai contoh, Qur’an telah menyebutkan institusi perkawinan sebagai sebuah institusi yang suci yang mampu memberikan ketenangan dan kasih sayang, hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS al Isra’ ayat 21 :
وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir,”
Apabila membahas perkara yang berkaitan dengan penyelewengan seks seperti zina, Allah telah menegaskan dalam QS: al Isra ayat 32 :
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk,”
Bahkan, telah teraplikasikan secara tersistem dan terstruktur dalam budaya keilmuan di lembaga pesantren. Seperti halnya dalam ilmu pengetahuan konvensional Barat, batas usia juga jadi kaidah penting dalam mengedukasi materi ini. Literatur yang dipelajari membahas secara terstruktur mulai yang berkaitan dengan alat reproduksi pada bab thaharah (bersuci) dalam kitab Bulugh Al-Maram karya Ibnu Hajar Al-Asqolany, aspek sosial yang mengatur batasan pergaulan laki-laki dan perempuan dalam Riyadhus Sholihin karya Al Muhyiddin Imam Nawawi, tetapi juga tata cara berhubungan badan dalam Kitab Qurrotul Uyun.
Beberapa hal yang menjadi ikhtiar dalam mengaplikasikan Edukasi Seksual sejak dini diantaranya adalah :
1. Menanamkan rasa malu pada anak dengan membiasakan anak untuk belajar menutup aurat dengan baik.
2. Menanamkan jiwa maskulinitas pada anak laki-laki dan jiwa feminitas pada anak perempuan sehingga mereka terbiasa untuk berprilaku sesuai dengan fitrahnya.
3. Memisahkan tempat tidur sebagai upaya untuk menanamkan kesadaran pada anak tentang eksistensi dirinya dan adanya perbedaan jenis kelamin.
4. Mengenalkan waktu berkunjung dan meminta izin diantaranya yaitu : sebelum shalat subuh, tengah hari, dan setelah shalat isya.
5. Mendidik menjaga kebersihan alat kelamin agar bersih dari hadats dan najis.
6. Mengenalkan mahram-nya agar anak mampu menjaga pergaulan sehari-harinya dengan yang bukan mahram-nya.
7. Mendidik anak agar selalu menjaga pandangan mata
8. Mendidik anak agar tidak melakukan ikhtilât dan berkhalwat
9. Mendidik etika berhias agar tidak untuk perbuatan maksiat.
11. Memahami tanda-tanda Baligh bagi laki-laki dan perempuan.
Memberikan edukasi seksual sejak dini dapat menjadi pembentukan akhlak sejak dini agar anak-anak Indonesia memiliki benteng yang kuat untuk menjaga dirinya dari berbagai kekerasan seksual dan pornografi yang dapat merusak masa depannya.
Mendidik masyarakat dalam memahami pendidikan seksual yang selaras dengan tuntunan Al-Qur’an untuk mematuhi perintah dan larangan Allah adalah ibadah yang mulia. Strategi dalam menyampaikan pendidikan seksual adalah dengan memperkuat pendidikan agama.
Pendidikan agama sangat diperlukan agar anak tumbuh menjadi pribadi yang tangguh, tegar, dan tidak mudah terjerumus godaan hawa nafsu.
Mengajarkan pendidikan seks kepada anak sejak dini bisa menjadi imun yang akan membantu anak untuk membentengi diri dari risiko kekerasan maupun pelecehan seksual di kemudian hari.