Beginilah Akhlak Para Pembebas Palestina
Oleh: Budi Eko Prasetiya, SS Staff Katibul Aam Markaziyah Jamaah Ansharu Syariah
Pelanggaran gencatan senjata oleh Israel membuktikan untuk sekian kalinya bobroknya akhlak negara Israel. Bahkan bukti-bukti pengkhianatan mereka banyak disebutkan di Quran dan hadits.
Para pecinta Palestina itu adalah mereka yang tercatat indah dalam sejarah telah menaklukkan, mempertahankan dan melindunginya dengan totalitas amal sholihnya. Pembebasan Palestina sudah dimulai sejak masa kepemimpinan Rasulullah Shallallahu alaihi Wasalam.
Perlu diingat, pembebasan Palestina tidak instan dan berproses, hingga berhasil ditaklukkan pada masa Khalifah Umar bin Khattab tahun 637 M.
Ada 3 teladan dari 3 tokoh yang mencintai dan memperjuangkan Palestina. Palestina itu dibuka oleh Amirul Mukminin Umar bin Khatthab, dibebaskan oleh Shalahuddin Al Ayyubi, dan dipertahankan dengan gigih oleh Kekhilafahan Utsmaniyah, Sultan Abdul Hamid II dan akan kembali dibebaskan oleh kita.
1. Kekaguman Uskup Jerussalem kepada Al Faruq
Pada tahun 637 M, ketika pasukan Islam di bawah kepemimpinan Khalid bin Walid dan Amr bin Ash mengepung kota suci tersebut Uskup Jerussalem, Sophronius menolak untuk menyerahkan Jerusalem kepada umat Islam kecuali jika Khalifah Umar bin Khattab yang datang langsung menerima penyerahan darinya. Uskup Sophronius merupakan perwakilan Bizantium dan kepala gereja Kristen Jerusalem.
Umar pun langsung berangkat dari Madinah menuju Jerusalem. Sang khalifah berangkat dengan hanya berkendara keledai dengan ditemani satu orang pengawal. Setibanya di Jerusalem, Umar disambut oleh Sophronius yang benar-benar merasa takjub dan kagum dengan sosok pemimpin muslim satu ini.
Salah seorang yang paling berkuasa di muka bumi kala itu, hanya menyandang pakaian sederhana yang tidak jauh berbeda dengan pengawalnya.
Umar diajak mengelilingi Jerusalem, termasuk mengunjungi Gereja Makam Suci. Ketika waktu shalat tiba, Sophronius mempersilahkan Umar untuk shalat di gereja namun Umar menolaknya. Umar shalat di luar gereja, lalu tempat Umar shalat itu dibangun Masjid Umar bin Khattab.
Sebagaimana kebiasaan umat Islam ketika menaklukkan suatu daerah, mereka membuat perjanjian tertulis dengan penduduk setempat yang mengatur hak dan kewajiban antara umat Islam Jerusalem dan penduduk non-Islam.
Perjanjian ini ditandatangani oleh Umar bin Khattab, Uskup Sophronius, dan beberapa panglima perang Islam.
Apa yang dilakukan Umar bin Khattab adalah langkah yang benar-benar maju dalam masalah pakta (perjanjian). Sebagai perbandingan, 23 tahun sebelum Jerusalem ditaklukkan umat Islam, wilayah Bizantium ini pernah ditaklukkan oleh Persia yang saat itu Persia memerintahkan melakukan pembantaian terhadap masyarakat sipil Jerusalem.
2. Shalahuddin yang meraih dua kemenangan sekaligus
Salahuddin al-Ayyubi adalah pahlawan paling mengagumkan yang pernah dipersembahkan oleh peradaban Islam sepanjang abad VI hingga VII Hijriah. Lahir dari sosok ayah dan ibu yang berazzam kuat melahirkan generasi pembebas Al Quds.
Salahuddin al-Ayyubi (1138-1193) yang di Barat dikenal dengan nama Saladin, memiliki tempat yang sangat terhormat di kalangan umat Islam, terutama karena Salahuddin adalah pejuang muslim yang berhasil merebut kembali kota suci Yerusalem pada 1187 setelah dikuasai tantara salib selama hampir 90 tahun.
Ketika pasukan salib dikalahkan, yang dilakukan Salahuddin al-Ayyubi bukanlah menjadikan orang-orang Nasrani sebagai budak. Ia malah membebaskan sebagian besar orang-orang Nasrani yang ditawan tanpa dendam.
Padahal pada tahun 1099, ketika pasukan salib dari Eropa merebut Yerusalem, 70 ribu orang muslim di kota itu dibantai dan sisa-sisa orang Yahudi digiring ke sinagog untuk dibakar.
Berkat Salahuddin, umat dan peradaban Islam terselamatkan dari kehancuran akibat serangan dari kaum salib. Kebijakan inilah yang menjadikan pasukan muslim meraih 2 kemenangan sekaligus, kemenangan secara militer dan secara moral.
3. Tegasnya Abdul Hamid II menolak rayuan Yahudi
Upaya Yahudi menguasai tanah Palestina sudah berlangsung sejak dulu. Salah satunya saat krisis Palestina mulai mengglobal dan menginternasional di masa modern pada saat pemerintahan Turki Utsmani, yaitu Sultan Abdul Hamid II.
Theodore Herzl, tokoh Zionis Yahudi saat itu yang sering dijuluki juga sebagai ‘the father of modern Zionism’, pada tahun 1902 datang kepada Sultan Abdul Hamid II dan menyodorkan sejumlah tawaran yang bukan main-main.
Permohonan itu mendapat penolakan tegas. “Sesungguhnya, Daulah Usmani ini adalah milik rakyatnya. Mereka tidak akan menyetujui permintaan tersebut. Sebab itu, simpanlah kekayaan kalian dalam kantong kalian sendiri,” tegas Sultan.
Kaum Yahudi kemudian menggelar konferensi Basel di Swiss pada 29-31 Agustus 1897 dalam rangka merumuskan strategi baru menghancurkan Kesultanan Turki Usmani.
Akibat gencarnya aktivitas Zionis Yahudi, akhirnya pada 1900 Sultan Abdul Hamid II mengeluarkan keputusan pelarangan atas rombongan peziarah Yahudi di Palestina untuk tinggal di sana lebih dari tiga bulan.
Paspor Yahudi harus diserahkan kepada petugas khilafah terkait. Dan, pada 1901 Sultan mengeluarkan keputusan mengharamkan penjualan tanah kepada Yahudi di Palestina.
Pada 1902 tanpa rasa malu Herzl untuk kesekian kalinya menghadap Sultan Abdul Hamid II. Kedatangan Herzl kali ini untuk menyogok orang nomor satu kekhalifahan Islam tersebut.
Namun, kesemuanya ditolak Sultan. Bahkan, Sultan tidak mau menemui Herzl dan hanya diwakilkan kepada Tahsin Basya, perdana menterinya, sambil mengirim pesan, “Aku tidak akan melepaskan walaupun sejengkal tanah ini (Palestina) karena ia bukan milikku. Tanah itu adalah hak umat Islam.”
Sultan Hamid II menulis surat yang ditujukan kepada gurunya syaikh Mahmud Abu Shamad dan menceritakan fitnah bertubi-tubi yang dilakukan bangsa Yahudi terhadapnya. Abdul Hamid II tidak berhenti-henti bersyukur karena telah menolak tawaran yang akan mencoreng kemuliaan Islam dengan noda abadi yang diakibatkan terbentuknya Negara Yahudi di tanah Palestina.
Palestina merupakan negeri dengan banyak keutamaan dan bersejarah yang diperjuangkan oleh Nabi terdahulu, Rasulullah, serta para sahabat masih dijajah oleh Zionis Israel.
Penjajahan satu-satunya di era modern yang ternyata didukung kekuatan negara-negara adidaya. Meski belum mampu berjihad secara langsung untuk membebaskan Palestina dari cengkeraman Israel, peran umat Islam untuk mendukung membebaskan Palestina masih sangat dibutuhkan.
Dukungan kita untuk Palestina bisa berupa penyebaran informasi melalui kapasitas kita, keseriusan doa, serta dukungan finansial untuk mereka. Semoga kelak kita dapat menyaksikan rakyat Palestina hidup bebas, aman, damai, dan tentram.