DOKTRIN INTOLERAN
Oleh: ustadz Nofa Miftahudin, S.Th.I | Qoid Sariyah Dakwah Jamaah Ansharu Syariah Malang
Syariat islam mengajarkan kepada pemeluknya menjadi muslim yang baik. Bijaksana dalam menyikapi persoalan. Islam mengajarkan pula toleransi terhadap agama lain. Ayat yang masyhur adalah firman Allah Ta’ala
لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ
“Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.” (Qs. Al-Kafirun [109] : 6)
Imam Al Bukhari mengatakan,
( لَكُمْ دِينُكُمْ ) الْكُفْرُ . ( وَلِىَ دِينِ ) الإِسْلاَمُ وَلَمْ يَقُلْ دِينِى ، لأَنَّ الآيَاتِ بِالنُّونِ فَحُذِفَتِ الْيَاءُ كَمَا قَالَ يَهْدِينِ وَيَشْفِينِ . وَقَالَ غَيْرُهُ ( لاَ أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ ) الآنَ ، وَلاَ أُجِيبُكُمْ فِيمَا بَقِىَ مِنْ عُمُرِى ( وَلاَ أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ ) . وَهُمُ الَّذِينَ قَالَ ( وَلَيَزِيدَنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ طُغْيَانًا وَكُفْرًا )
“Lakum diinukum”, maksudnya bagi kalian kekafiran yang kalian lakukan. “Wa liya diin”, maksudnya bagi kami agama kami. Dalam ayat ini tidak disebut dengan (دِينِى) karena kalimat tersebut sudah terdapat huruf “nuun”, kemudian “yaa” dihapus sebagaimana hal ini terdapat pada kalimat (يَهْدِينِ) atau (يَشْفِينِ).
Ulama lain mengatakan bahwa ayat (لاَ أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ), maksudnya adalah aku tidak menyembah apa yang kalian sembah untuk saat ini. Aku juga tidak akan memenuhi ajakan kalian di sisa umurku (artinya: dan seterusnya aku tidak menyembah apa yang kalian sembah), sebagaimana Allah katakan selanjutnya (وَلاَ أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ). Mereka mengatakan,
وَلَيَزِيدَنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ طُغْيَانًا وَكُفْرًا
“Dan Al Quran yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan di antara mereka.” (QS. Al Maidah: 64). Demikian yang disebutkan oleh Imam Al Bukhari.
Demikianlah Islam toleran kepada agama di luarnya. Islam pula tidak memaksa kepada ummat lain untuk memeluk agama islam. Namun apabila orang yang sudah masuk agama Islam maka harus konsekuensi atas keimanannya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
لَآ اِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِۗ قَدْ تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّۚ فَمَنْ يَّكْفُرْ بِالطَّاغُوْتِ وَيُؤْمِنْۢ بِاللّٰهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقٰى لَا انْفِصَامَ لَهَاۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ
“Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (Q.S Al-Baqarah [2] : 256)
Di dalam UUD 1945 menyebutkan pula pada Pasal 29 Ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi:
“Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
Maka mari kita jaga keharmonisan antar ummat beragama dengan saling toleransi. Menjadi muslim yang taat dengan syariat yang sudah diajarkan oleh Allah Ta’ala dan Rasulullah SAW lewat Ulama’. Karena Ulama’ pewaris Para Nabi. Melanjutkan perjuangan para Nabi.
Dan salah satu syariat Islam adalah amar ma’ruf nahi mungkar. Amal shalih amar ma’ruf nahi mungkar merupakan salah satu karakter orang beriman. Dan amalan ini adalah amalan yang mulia. Barangsiapa yang mengamalkannya maka mereka termasuk golongan yang beruntung. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Qs. Ali ‘Imran [3] : 104)
Amar ma’ruf nahi mungkar merupakan budaya seorang muslim. Sehingga sesama ummat islam senantiasa saling mengingatkan. Mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari perkara yang mungkar. Saling mengingatkan untuk selalu menjaga aqidah, ibadah dan muamalah.
Maka apabila ada seorang muslim yang mengingatkan saudaranya untuk menjaga aqidah, ibadah dan muamalah ini adalah sebuah keharusan. Diantaranya supaya tidak mengucapkan selamat hari raya di luar Islam. Dalam rangka untuk menyelamatkan aqidah sesama saudaranya.
Sungguh aneh apabila ada orang yang mengaku Islam justru malah menyuruh ummat Islam untuk mengucapkan hari raya di luar Islam atau malah menganjurkan kepada ummat Islam untuk merayakannya.
Bahkan sungguh mengerikan apabila ada orang luar islam memaksa ummat islam untuk menggunakan atribut mereka, menyampaikan ucapan hari raya mereka dan bahkan menyuruh supaya ikut merayakan hari raya mereka.
Perilaku tersebut menjadikan merusak kerukunan antar ummat beragama, melukai hati Ulama’ dan Ummat Islam, merongrong UUD 1945. Pelaku Doktrin Intoleran ini mereka lakukan hanya untuk mendapatkan keuntungan sesaat, harapan popularitas, rupiah maupun dolar, atau keuntungan dunia lainnya. Yang menjadi korban adalah orang yang belum paham akan doktrin ini. Seolah-olah bila orang Islam mengucapkan hari raya di luar Islam meraka adalah orang yang paling toleran. Padahal hal demikian itu malah menjadikan toleransi yang cacat.
Ada pepatah “Maling Teriak Maling” maka berlaku pula istilah “Intoleran Teriak Intoleran”. Mereka yang gencar meneriaki muslim yang berusaha untuk mengingatkan saudaranya sesama muslim supaya menjaga aqidahnya malah dituduh intoleran. Maka yang sebenarnya yang Intoleran adalah diri mereka sendiri. Na’uudzubillaah min dzalik
Semoga Allah Ta’ala senantiasa membimbing kita dalam menjaga aqidah, ibadah dan muamalah kita semua. Aamiin yaa Robb.