Khutbah Jumat Edisi 095: “Hijrah dan Perubahan”
Materi Khutbah Jumat Edisi 095 tanggal 27 Dzulhijjah 1437 H ini dikeluarkan oleh
Sariyah Da’wah Jama’ah Ansharusy Syari’ah dapat download di:
Hijrah Dan Perubahan
(Dikeluarkan Oleh Sariyah Dakwah Jama’ah Ansharusy Syari’ah)
KHUTBAH PERTAMA
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ وَلاَ رَسُوْلَ بَعْدَهُ، قَدْ أَدَّى اْلأَمَانَةَ وَبَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَنَصَحَ اْلأُمَّةَ وَجَاهَدَ فِيْ سَبِيْلِهِ حَقَّ جِهَادِهِ
اَلصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا الْمُصْطَفَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ سَلَكَ سَبِيْلَهُ وَاهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.رَبِّ اشْرَحْ لِيْ صَدْرِيْ وَيَسِّرْ لِيْ أَمْرِيْ وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِيْ يَفْقَهُوْا قَوْلِيْ
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. وَقَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. وَقَالَ: وَتَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى
وَقَالَ النَّبِيُ: اِتَّقِ اللهَ حَيْثُ مَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بَخُلُقٍ حَسَنٍ. (رواه الترمذي، حديث حسن)
Jamaah Jum’at hamba Allah yang dirahmati Allah SWT.
Segala puji bagi Allah SWT, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepadajunjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga, dan para sahabatnya.
Khotib berwasiat kepada diri sendiri khususnya dan jama’ah sekalian marilah kita bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa, semoga kita akan menjadi orang yang istiqamah sampai akhir hayat kita.
Umat Islam akan memasuki masa tahun baru Hijriah yang ke 1438 H. Berbagai persiapan penyambutan untuk menyerap spirit hijrah telah dilakukan oleh berbagai pihak, agar momentum tahun baru tersebut tidak berlalu tanpa pemaknaan yang berarti.
Namun, lebih dari sekedar kemeriahan agenda kegiatan yang dipersiapkan untuk menyambut hijriah, secara lebih spesifik, kita sebagai seorang Muslim seyogyanya juga memiliki kesiapan menyambut momentum berharga teersebut sebagai media perubahan.
Layaknya seperti sebuah perusahaan yang tiap akhir tahun senantiasa melakukan rekapitulasi dan evaluasi, demikian pula semestinya setiap Muslim menjelang pergantian tahun. Selain sebagai media evaluasi, juga sebagai sarana untuk bagaimana merancang tahun depan menjadi lebih baik, lebih sholeh dan tentunya lebih taqwa.
Oleh karena itu, sangat penting bagi setiap Muslim menyambut pergantian tahun Hijriah ini dengan penuh kesungguhan untuk benar-benar mengagendakan dan mewujudkan suatu perubahan. Perubahan seperti apa? Jelas perubahan yang terkandung dari makna hijrah itu sendiri sebagaimana telah disampaikan oleh Rasulullah.
Makna Hijrah
Tahun baru Hijriyah adalah sistem penanggalan Islam yang didasarkan pada peristiwa hijrah yang dilakukan oleh Nabi dan para sahabatnya. Peristiwa tersebut menjadi starting pointperadaban Islam menuju puncak kejayaan.
Dari peristiwa hijrah itu, spirit iman menjadi nyata dalam kata dan perbuatan, sehingga tidak heran jika setelah hijrah banyak sekali para sahabat yang memiliki kepribadian unggul nan mengagumkan. Perubahan mindset benar-benar terjadi secara totalitas pada diri seluruh ummat Islam kala itu.
Kata hijrah berasal dari Bahasa Arab, yang berarti meninggalkan, menjauhkan dari dan berpindah tempat. Dalam konteks sejarah hijrah, hijrah adalah kegiatan perpindahan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW bersama para sahabat beliau dari Mekah ke Madinah, dengan tujuan mempertahankan dan menegakkan risalah Allah, berupa aqidah dan syari’at Islam.
Dengan merujuk kepada hijrah yang dilakukan Rasulullah SAW tersebut sebagaian ulama ada yang mengartikan bahwa hijrah adalah keluar dari “darul kufur” menuju “darul Islam”. Keluar dari kekufuran menuju keimanan.
Mereka yang berhijrah kala itu adalah Muslim yang tidak lagi memiliki tujuan apa-apa selain daripada rahmat Allah Ta’ala.
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُواْ وَالَّذِينَ هَاجَرُواْ وَجَاهَدُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ أُوْلَـئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ اللّهِ وَاللّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 218).
Pada ayat yang lain Allah tegaskan bahwa orang yang berhijrah itulah orang yang terbukti benar keimanannya.
وَالَّذِينَ آمَنُواْ وَهَاجَرُواْ وَجَاهَدُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ وَالَّذِينَ آوَواْ وَّنَصَرُواْ أُولَـئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقّاً لَّهُم مَّغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
“Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezki (nikmat) yang mulia.” (QS. Al-Anfal: 74).
Maka dari itu, mereka yang berhijrah di jalan Allah adalah orang yang tinggi derajatnya dan termasuk orang yang mendapat kemenangan besar.
الَّذِينَ آمَنُواْ وَهَاجَرُواْ وَجَاهَدُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِندَ اللّهِ وَأُوْلَئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ
“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.” (QS. At-Taubah: 20).
Menafsirkan ayat tentang hijrah pada QS. At-Taubah: 20 Sayyid Qutb dalam tafsir Fi Dzilalil Qur’an mengatakan bahwa, Sesungguhnya tidak ada wujud hakiki (dari keimanan seorang Muslim) hanya semata-mata memeluk aqidah, dan bukan pula dengan semata-mata melaksanakan ibadah-ibadah ritual.
Agama ini adalah manhaj kehidupan yang tidak tercermin wujud nyatanya kecuali dalam akumulasi gerakan, dalam bentuk masyarakat yang bekerja sama bahu-membahu. Adapun keberadannya dalam bentuk aqidah hanyalah wujud hukmi (secara hukum) saja, bukan wujud riil, kecuali bila tercermin dalam bentuk gerakan nyata.
Dengan demikian makna hijrah dapat dipahami sebagai suatu gerakan perpindahan secara totalitas, mulai dari fikriyah hingga amaliyah, dari jahiliyah menuju Islamiyah dalam satu gerakan yang rapi, sistemik dan keseluruhan, baik dalam konteks pribadi maupun sosial.
Umat Islam wajib melakukan hijrah apabila diri dan keluarganya terancam dalam mempertahankan aqidah dan syari’ah Islam.
Perintah berhijrah terdapat dalam beberpa ayat Al-Qur’an, antara lain:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah:218).
“Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka Itulah orang-orang yang benar-benar beriman. mereka memperoleh ampunan dan rezki (nikmat) yang mulia.” (QS. Al-Anfal: 74).
“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan” (QS. At-Taubah: 20).
Pada ayat-ayat di atas, terdapat esensi kandungan:
- Bahwa hijrah harus dilakukan atas dasar niat karena Allah dan tujuan mengharap rahmat dan keridhaan Allah.
- Bahwa orang-orang beriman yang berhijrah dan berjihad dengan motivasi karena Allah dan tujuan untuk meraih rahmat dan keridhaan Allah, mereka itulah adalah mu’min sejati yang akan memperoleh pengampunan Allah, memperoleh keberkahan rizki (nikmat) yang mulai, dan kemenangan di sisi Allah.
- Bahwa hijrah dan jihad dapat dilakukan dengan mengorbankan apa yang kita miliki, termasuk harta benda, bahkan jiwa.
- Ketiga ayat tersebut menyebut tiga prinsip hidup, yaitu iman, hijrah dan jihad. Iman bermaknakeyakinan, hijrah bermakna perubahan dan jihad bermakna perjuangan dalam menegakkan risalah Allah.
Hijrah dan kebangkitan umat Islam
Hijrah menurut istilah yang lazim (masyhur) adalah bermakna pindahnya Rasulullah SAW dan para sahabat dari kota Makkah ke Madinah (yang sebelumnya bernama Yatsrib). Mengapa hijrah ke Madinah itu sedemikian istimewa, sampai mendominasi istilah hijrah itu sendiri yang sedemikian luas, dan lagi pula sebelum itu pun sudah ada hijrah yaitu hijrah ke Habasyah dan Tha’if? Bahkan tak sebatas itu, hijrah ke Madinah, secara historis nabawi menjadikan adanya dua periode dalam perjalanan risalah Nabi Saw: Yaitu Periode Makkah (qoblal hijrah) dan Periode Madinah (ba’dal hijrah).
Alqur’an pun secara garis besar, surat-suratnya, diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu: Surat-surat Makkiyah (artinya surat-surat yang diturunkan sebelum hijrah ke Madinah) dan Surat-surat Madaniyah (artinya yang diturunkan setelah hijrah ke Madinah, sekalipun turun di Makkah). Dan, pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab Hijrah ditetapkan sebagai kalender resmi Ummat Islam, sehingga kita punya Kalender Hijriyah.
Prof. Ismail R. Al Faruqi menjelaskan, bahwa hijrah ke Madinah merupakan puncak dari upaya yang lama dalam mencari tempat yang dapat dijadikan sebagai titik tolak pengembangan keimanan baru ini dan sekaligus untuk menata masyarakat Muslim, baik sebagai tatanan sosial maupun negara. Hijrah pertama (ke Habasyah), kata Al Faruqi lebih lanjut, sungguh baru merupakan pelarian pasif menuju keselamatan, sedang hijrah kedua merupakan suatu langkah dalam mengubah dunia dan menagarahkan sejarahnya ke arah baru. (Hakekat Hijrah, Mizan, hal. 10).
Adalah memang realita, bahwa Nabi SAW dan kaum Muslimin di Makkah tidak lebih dari sekedar rakyat jelata dan masyarakat lemah yang tertindas; tak punya kekuatan apa-apa, kecuali keimanan yang membaja dan kesabaran yang prima. Itu, tak lebih. Baru setelah hijrah, di Madinah, Islam secara resmi eksis, kaum Muslimin mendapat kedudukan (makanah) dan kemudian bisa menjalankan perannya sebagai ummatan wasathan, yaitu ummat pertengahan yang memimpin peradaban dunia.
Oleh karena itu, ketika kita berbicara tentang hijrahnya Nabi ke Madinah, minimal ada tiga fenomena besar yang sangat jelas sebagai buah hijrah, sehingga hijrah ini menjadi betul-betul sangat penting: Tonggak kebangkitan ummat Islam.
Pertama: Eksisnya agama Islam di atas semua sistem yang ada (dhuhurul Islam ‘ala ad-diini kullih).
Di Makkah, selama 13 tahun Islam dianggap sebagai suatu gagasan yang menentang arus, merombak tradisi nenek moyang, mengancam ideologi bangsa dan merusak persatuan dan kesatuan yang sudah mapan. Ini berbeda dengan di Madinah. Di sana Islam justru dianggap sebagai alternatif untuk menyelesaikan permasalahan yang selama ini menimpa dan mengancam kehidupan mereka, karena kondisi mereka yang serba majemuk. Maka tatkala Islam datang, mereka menyambutnya denga penuh antusias dan mereka pun lalu menyiapkan segala sesuatu untuk membela dan memperjuangkannya.
Setelah itu, baru Islam benar-benar menjadi rujukan utama, eksis berada di atas dan dominan tanpa harus menghapus agama lainnya. Di sinilah janji Allah terwujud, sebagai hasil (natijah) hijrah, bahwa Islam pasti dhuhur ‘ala ad-diini kullih (eksis di atas semua sistem atau pandangan hidup yang ada). “Dialah (Allah) yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas semua agama, meskipun orang-orang kafir itu tidak suka.” (QS. Ash-Shaf: 9).
Kedua, berdirinya negara Islam (qiyamud Daulah al-Islamiyah).
Islam sebagai minhajul hayah, sistem hidup, yang lengkap menata dan mengatur kehidupan manusia secara totalitas baik masalah sosial, politik, hukum, da’wah, jihad, ibadah, aqidah dan seterusnya, semuanya itu tak mungkin bisa diwujudkan tanpa adanya suatu daulah. Oleh karena itu Nabi SAW tak mungkin bertahan terus di Makkah sebagai sub sistem, apalagi illegal. Sehinga tak berlebihan jika dikatakan, bahwa segi terpenting hijrah adalah terciptanya daulah. Negara adalah tujuan hijrah, dan hijrah merupakan puncak dari persiapan di Makkah melalui wahyu, pengajaran dan pengislaman pria serta wanita dan akhirnya perjanjian Aqobah.
Rasulullah SAW sendiri, sejak awal, setelah tiba di Madinah langsung sibuk mencurahkan perhatiannya untuk meletakkan dasar-dasar Daulah yang dibangunnya. Berkaitan dengan ini ada tiga langkah besar yang dilakukan oleh Rasulullah, yaitu: membangun masjid, mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan kaum Anshor, dan menetapkan undang-undang dasar (yang terkenal dengan Piagam Madinah) yang menggariskan tata cara hidup bernegara secara internal bagi kaum Muslimin maupun secara eksternal bersama dengan kaum Yahudi (non Islam). (Fiqhus Siirah, Al-Buthi, D. Fikr, hal 193). Untuk yang terakhir ini, beliau tetapkan secara tertulis yang beliau diktekan sendiri dan disetujui oleh semua pihak, termasuk kaum Yahudi. (Lihat: Piagam Nabi Muhammad SAW. Konstitusi Pertama Negara Tertulis yang Pertama di Dunia, oleh H.Z. Abidin Ahmad, Bulan Bintang).
Maka, penandatanganan perjanjian ini merupakan berdirinya negara Islam pertama yang pengesahannya dengan konstitusi tertulis dan lengkap. Bahkan seorang Robert N. Bella mengakui, bahwa Nabi sebenarnya telah membuat lompatan yang amat jauh ke depan. Dimulai dengan “proyek” Madinah yang dilandasi pada permulaan berdirinya oleh “Konstitusi Madinah” ini, menurut Bella, telah melahirkan sesuatu yang untuk zaman dan tempatnya adalah sangat moderen. (lihat: Islam dan Masalah Kenegaraan, Syafii Maarif, LP3ES, hal. xi-xii).
Ketiga: tampil memimpin peradaban dunia (sebagai ummatan wasathan).
Rasululah Muhammad SAW adalah diutus untuk membawa rahmat kepada seluruh manusia dan sekalian alam. “Tidaklah Kami mengutus kamu melainkan sebagai pembawa rahmat bagi sekalian alam.” (QS. Al-Anbiya’: 107) “Dan tidaklah Kami mengutus kamu melainkan untuk seluruh manusia dengan membawa berita gembira dan peringatan.” (QS. Saba’: 28).
Oleh karena itu, negara yang didirikan oleh Nabi bukan saja moderen tapi sungguh sangat unik. Sebuah negara yang tanah airnya tak punya batas-batas geografis yang sempit, dan yang menjadi rakyatnya pun tak didasarkan atas kelahiran, warna kulit, bahasa, bangsa, suku atau kebudayaan. Tetapi, yang menjadi tanah airnya adalah jagad raya yang pemilik sesungguhnya hanya Allah dan rakyatnya adalah siapa saja yang penting beriman kepada Allah atau mau tunduk kepada hukum-hukum-Nya. (Lihat, Masyarakat Islam, Sayid Quthb, Al Ma’arif, hal. 70).
Dengan wujud seperti itulah, daulah yang dibangun oleh Rasulullah menjadikan ummatnya yang note bene khoiru ummah sebagai ummatan wasathan (ummat pertengahan) yang tampil memimpin peradaban dunia, menyerukan yang makruf dan mencegah segala bentuk kemunkaran sekaligus menjadi saksi atau penjaga atas seluruh pola tingkah ummat manusia.
“Kamu adalah adalah ummat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, kamu perintahkan yang makruf dan kamu cegah kemungkaran dan kamu beriman kepada Allah.” (QS. Ali-Imran: 110).
“Demikianlah Kami menjadikan kamu sebagai ummat pertengahan agar kamu menjadi saksi atas perbuatan manusia.” (QS. Al-Baqarah: 143).
Tak kurang dari 14 abad lamanya ummat Islam mengemban tugas sebagai ummatan wasathan, sejak pertama berdirinya daulah Islamiyah di Madinah yang langsung dipimpin Nabi hingga runtuhnya khilafah Islamiyah di Turki tahun 1924, dimana dunia dan ummat manusia secara keseluruhan merasa aman dan dapat berkahnya. Kini, setelah mundurnya ummat Islam dan tidak adanya negara Islam sebagaimana yang dibangun oleh Rasulullah melalui hijrahnya yang monumental itu, dunia menjadi tercabik-cabik, kehidupan menjadi gelap kembali seperti jaman jahiliyah sebelum diutusnya Nabi dan manusia jatuh ke dasar lumpur kenistaan serta krisis di segala bidang.
Akhirnya tak bisa dipungkiri bahwa kebangkitan kembali ummat Islam adalah satu-satunya alternatif sangat dinantikan. Tapi, bagaimana caranya? Sederhana saja. Itu tak mungkin, kecuali dengan cara yang telah dicontohkan oleh Nabi SAW. Wallahu a’lam.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ
Wallahul muwaffiq.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَالْعَصْرِ، إِنَّ الإِنسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ، إِلاَّ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ
KHUTBAH KEDUA
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
جَمَاعَةَ الْجُمُعَةِ، أَرْشَدَكُمُ اللهُ. أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا وَيَرْزُقُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ.اَللَّهُمَ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ.اَللَّهُمَّ انْصُرِ الْمُجَاهِدِيْنِ فِيْ كُلِّ مَكَانٍ وَزَمَانٍ
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ.رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ اْلأَبْرَارِ.رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَّسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا، رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِن قَبْلِنَا، رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ، وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنتَ مَوْلاَنَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.اَللَّهُمَّ إِنَا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَجَنَّتَكَ وَنَسْأَلُكَ شَهَادَةً فِيْ سَبِيْلِكَ.اَللَّهُمَّ أَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُبْتَدِعَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ أَعْدَائَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ
اَللَّهُمَّ شَتِّتْ شَمْلَهُمْ وَمَزِّقْ جَمْعَهُمْ وَزَلْزِلْ أَقْدَامَهُمْ وَأَلْقِ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الرُّعْبَ.اَللَّهُمَّ عَذِّبْهُمْ عَذَابًا شَدِيْدًا وَحَسِّبْهُمْ حِسَابًا ثَقِيْلاً.رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ