Khutbah Jum'at

Khutbah Jumat Edisi 104: “Ujian Perjuangan Penegakkan Syari’at Islam”

Materi Khutbah Jumat Edisi 104 tanggal 2 Robi’ul Awwal 1438 H ini dikeluarkan oleh

Sariyah Da’wah Jama’ah Ansharusy Syari’ah dapat download di:

 

 

Ujian Perjuangan Penegakkan Syari’at Islam

(Dikeluarkan Oleh Sariyah Dakwah Jama’ah Ansharusy Syari’ah)

 

KHUTBAH PERTAMA

 

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ وَلاَ رَسُوْلَ بَعْدَهُ، قَدْ أَدَّى اْلأَمَانَةَ وَبَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَنَصَحَ اْلأُمَّةَ وَجَاهَدَ فِيْ سَبِيْلِهِ حَقَّ جِهَادِهِ

اَلصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا الْمُصْطَفَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ سَلَكَ سَبِيْلَهُ وَاهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.رَبِّ اشْرَحْ لِيْ صَدْرِيْ وَيَسِّرْ لِيْ أَمْرِيْ وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِيْ يَفْقَهُوْا قَوْلِيْ

قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. وَقَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. وَقَالَ: وَتَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى

وَقَالَ النَّبِيُ: اِتَّقِ اللهَ حَيْثُ مَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بَخُلُقٍ حَسَنٍ. (رواه الترمذي، حديث حسن)

Jamaah Jum’at  hamba Allah yang  dirahmati Allah SWT.

Segala puji bagi Allah SWT, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepadajunjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya.

Khotib berwasiat kepada diri sendiri khususnya dan jama’ah sekalian marilah kita bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa, semoga kita akan menjadi orang yang istiqamah sampai akhir hayat kita.

Hadirin … jama’ah Jum’ah yang dimuliakan Allah.

Sesungguhnya Alloh Ta’ala berfirman dalam kitab-Nya yang mulia,

{ وَلَوْلاَ دَفْعُ اللّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَّفَسَدَتِ الأَرْضُ وَلَـكِنَّ اللّهَ ذُو فَضْلٍ عَلَى الْعَالَمِينَ }

“Dan kalau saja Alloh tidak menolak sebagian manusia dengan sebagian yang lain, sungguh bumi ini (pasti) rusak. Akan tetapi Alloh memiliki karunia atas alam ini.” (QS. Al-Baqoroh: 251).

As-Sa’diy rohimahulloh berkata,

“أي لولا أنه يدفع بمن يقاتل في سبيله كيد الفجار وتكالب الكفار لفسدت الأرض باستيلاء الكفارعليها وإقامتهم شعائر الكفر ومنعهم من عبادة الله تعالى وإظهار دينه , ولكن الله ذو فضل على العالمين حيث شَرَعَ لهم الجهاد الذي فيه سعادتهم والمدافعة عنهم ومكَّنهم من الأرض بأسباب يعلمونها وأسباب لا يعلمونها”

“Maksudnya kalau saja Dia tidak menolak tipu daya orang-orang jahat dan permusuhan orang-orang kafir, pastilah bumi ini rusak karena orang-orang kafir menguasainya, menegakkan syi’ar-syi’ar kekafiran, melarang beribadah kepada Allah dan (melarang) menampakkan diin-Nya. Akan tetapi Allah memiliki karunia untuk alam ini, di mana Dia syariatkan jihad kepada mereka kaum muslimin yang di dalamnya terdapat kebahagiaan dan pembelaan terhadap (diri) mereka. Dan Alloh akan memberikan tamkin (kekuasaan) kepada mereka kaum muslimin dengan sebab-sebab yang mereka ketahui dan sebab-sebab yang tidak mereka ketahui.” (Hingga di sini perkataan as-Sa’diy rohimahulloh)

Sungguh Nabi Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam telah memberikan informasi, bahwa ada sekelompok (tho’ifah) dari ummat ini yang Alloh ta’ala jalankan untuk melaksanakan urusan yang penting lagi mulia ini. Mereka akan membela umat yang mulia ini dengan senjata, lalu Alloh menangkan mereka dalam (melawan) musuh-musuh mereka dan Dia berikan rizki kepada mereka dari naungan tombak. Beliau berkata,

وَإِنَّهُ لَا تَزَالُ عِصَابَةٌ مِنْ أُمَّتِي يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَزِيغَ اللَّهُ قُلُوبَ قَوْمٍ لَيَرْزُقَهُمْ مِنْهُمْ، وَيُقَاتِلُونَهُمْ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ

“Dan senantiasa ada sekelompok dari umatku yang berperang di jalan Allah dan orang-orang yang menyelisihi mereka tidak akan memberikan marabahaya kepada mereka. Allah akan mencondongkan hati suatu kaum untuk memberikan rizki kepada sekelompok (yang berperang) itu dari mereka dan (kelompok itu) akan (terus) berperang hingga hari kiamat.” (HR. at-Thobroniy dalam al-Kubro).

Tho’ifah (kelompok) ini yang paling awalnya, penghulunya dan teladannya adalah Rosululloh Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam dan para sahabat beliau rodhiallohu ‘anhum yang mulia. Hari ini, semua yang menegakkan nahr-nya[1] dalam peperangan besar ini demi (membela) Islam dan kaum muslimin dengan sabar lagi berharap (ridho Allah), maka dia adalah bagian dari tho’ifah manshuroh (kelompok yang mendapat kemenangan) insya Allah. Beruntunglah seorang hamba yang dijadikan oleh Allah bagian dari mereka dan diteguhkan hingga (wafat) bertemu dengan-Nya, serta melihat janji dan kabar gembira-Nya. Orang yang rugi adalah orang yang tidak pernah memukulkan anak panah (senjata) dalam peperangan besar ini. Para mujahid adalah pelopor umat islam, keturunan dan bagian dari umat ini. Mereka berperang hanya untuk (membela) Diin-nya, kemuliaannya, dan (untuk) mengangkat musibah darinya. Mereka (para mujahidin) adalah orang yang paling berhak dan paling baik terhadap umat ini. Mereka (para mujahidin) adalah orang yang paling peduli dan paling simpati terhadap umat ini. Tidak ada yang lebih menunjukkan hal itu selain mereka mengerahkan darah, harta dan jiwa yang mereka miliki untuk (membela) islam dan kaum muslimin. Imam Ahmad bin Hanbal rohimahulloh berkata,

” ليس يعدل لقاء العدو شيء , ومباشرة القتال بنفسه أفضل الأعمال , والذين يقاتلون العدو هم الذين يدفعون عن الإسلام وعن حريمهم , فأي عمل أفضل منه ؟ الناس آمنون وهم خائفون , قد بذلوا مهج أنفسهم “

“Tidak ada suatu apapun yang menandingi bertemu musuh. Langsung berperang dengan jiwanya adalah amal yang paling utama. Orang-orang yang memerangi musuh adalah orang-orang yang membela islam dan kehormatan mereka. Maka amal apa yang lebih utama dari jihad? Orang-orang dalam keadaan tenteram sedangkan mereka (yang berperang) dalam keadaan takut. Sungguh mereka telah mengerahkan darah jiwa mereka.” Hingga di sini perkataan beliau rohimahulloh.

Hari ini, Ahlul Jihad (orang yang berjihad) pada satu fase yang tidak sama seperti fase-fase terdahulu. Fase itu adalah fase sebelum kemenangan insyaAlloh. Fase itu adalah fase hilangnya kekuatan musuh, hancurnya ketajaman mereka dan hilangnya daulah mereka insyaAlloh. Akan tetapi semua ini bermakna, bahwa musuh itu akan mengerahkan segala kekuatan dan strategi mereka dalam usaha meraka yang sia-sia, insya Allah, untuk membinasakan kita dan menjaga sisa kehidupan mereka. Mereka akan memberontak ketika urat mereka dipotong dan darah mereka muncrat (keluar). Dalam menghadapi ini maknanya kita harus mengambil persiapan untuk fase ini dan bekerja sebaik-baiknya pada fase ini. Kita juga harus mengerahkan segala kemampuan yang masih tersisa pada peperangan besar ini sebagaimana musuh mengerahkan segala kemampuannya yang masih tersisa. Meskipun hal itu penuh dengan luka yang hampir tidak bisa selamat (dari luka itu). Jangan sampai musuh yang kafir itu lebih bersabar dari kita, lebih konsisten, lebih kuat tekatnya dan lebih banyak pengorbanannya. Mereka itu hanyalah Ahlul Bathil (orang yang bersalah), perang mereka untuk dunia dan mereka yang mati masuk nereka. Sedangkan kita adalah Ahlul Haq (orang yang benar), perang kita untuk Allah dan orang yang mati di antara kita masuk surga.

Marilah wahai hamba-hamba Allah, teguhlah dan bertaqwalah kepada Allah, karena tidak ada yang tersisa kecuali sedikit insya Allah. Kezholiman telah lenyap dan Islam lah yang tinggi.

{ وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ بِنَصْرِ اللَّهِ يَنصُرُ مَن يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ }

“Pada hari itu orang-orang beriman gembira dengan (datangnya) pertolongan Allah. Dia menangkan siapa yang Dia kehendaki dan Dia lah Yang maha mulia lagi penyayang.” (QS. Ar-Rum: 4-5).

Ujian sebelum kemenangan, demikianlah jalan para rosul

Allah Ta’ala berfirman:

Alif Lâm Mîm, Apakah manusia mengira akan dibiarkan begitu saja mengatakan: “Kami beriman,” sementara mereka tidak diuji? Sungguh Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala akan benar-benar tahu siapakah orang-orang yang benar dan siapakah orang-orang yang dusta.” (QS. Al-Ankabût: 1–2).

Kepada semua umat Islam, sadarilah…bala ujian adalah sejarah dan kisah panjang sejak diturunkannya kalimat La ilaha illAllah ke muka bumi. Para nabi dan orang-orang yang jujur imannya silih berganti menerima bala ujian. Demikian juga dengan para pemimpin yang memegang tauhid.

Oleh karena itu, siapa saja yang meniatkan dirinya secara tulus untuk memikul kalimat La ilaha illAllah dan membela serta ingin menegakkannya di muka bumi, ia harus mau menebus status mulia ini dengan menanggung beban-beban berat, baik itu kelelahan, keletihan, dan bala.

Lihat, di manakah posisi kita? Jalan ini adalah jalan yang Nabi Adam harus menanggung kelelahan dalam menempuhnya. Karena jalan ini pula, Nabi Nuh mengisi hidupnya penuh derai air mata. Disebabkan jalan ini Al-Kholil (kekasih Allah Subhanahu wa Ta’ala) Ibrohim  dilempar ke dalam api. Nabi Ismail harus rela diterlentangkan untuk disembelih. Nabi Yusuf rela dijual sebagai budak dengan harga murah, dan mendekam di penjara bertahun-tahun. Nabi Zakariya digergaji tubuhnya. Nabi Yahya disembelih. Nabi Ayyub bergelut melawan penyakit. Nabi Dawud menangis melebihi kebiasaan manusia biasa. Nabi Isa dipaksa hidup dalam keterasingan. Dan Nabi Muhammad SAW sendiri harus hidup akrab dengan kemiskinan dan berbagai intimidasi. Sementara engkau bersenang-senang dalam kelalaian dan senda gurau!!

Allah Subhanahu wa Ta’ala menguji sebagian makhluk dengan makhluk yang lain, menguji orang beriman dengan orang kafir, sebagaimana menguji orang kafir dengan orang beriman. Ujian bala seperti ini adalah bagian yang menjadi jatah bersama bagi semua manusia; “Maha Suci Allah subhanahu wa ta’ala Yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Mulk: 1-2).

Orang-orang beriman terdahulupun, kita saksikan ada yang disiksa dengan siksaan yang keji. Ada yang dilemparkan ke parit-parit api. Ada yang menemui kesyahidan. Ada yang hidup di bawah kesusahan, kekerasan, dan penindasan. Maka, jika kita hanya melihat sisi ini saja, seolah-olah di manakah janji Allah Subhanahu wa Ta’ala bahwa Dia akan memenangkan mereka di dunia, padahal mereka ada yang diusir, dibunuh, dan disiksa?!!

Ditimpakannya bala/musibah adalah takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk semua makhluk-Nya. Yang membedakan adalah, untuk orang-orang pilihan, ujian itu akan semakin keras dan berlipat-lipat dari orang biasa. Sebab mereka ini adalah orang-orang yang diperhatikan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Khususnya para mujahidin, wajib dan tidak bisa tidak, mereka harus mengenyam pendidikan di madrasah bala’. Mereka harus menerima pelajaran-pelajaran berupa penyari-ngan, pembersihan dan penggem-blengan jiwa.

Dalam Shohih Bukhôrî Muslim diriwayatkan dari Sa‘ad bin Abi Waqqos ia berkata, “Aku berkata, “Wahai Rosululloh, siapakah manusia yang paling dahsyat ujiannya?” Rosululloh bersabda, “Para nabi, setelah itu orang-orang sholeh, setelah itu yang berikutnya dan berikutnya. Seseorang diuji sesuai kadar agamanya. Jika agamanya kuat, bala-nya pun bertambah. Jika kadar agamanya tipis, balanya diringankan. Dan orang beriman akan terus ditimpa bala sampai ia berjalan di muka bumi tanpa sedikitpun ada kesalahan pada dirinya.”

Baihaqi meriwayatkan dalam Syu‘abul Iman, Thobroni dalam Al-Mu‘jam Al-Kabir, dan Ibnu Sa‘d dalam At-Thobaqot, dari ‘Abdullôh bin Iyas bin Abi Fathimah dari ayahnya dari kakeknya ia berkata:

Aku duduk di samping Rosululloh, tiba-tiba Rosululloh SAW bersabda,

“Siapa yang senang dirinya sehat dan tidak sakit?”

Tentu saja kami katakan, “Kami ya Rosululloh,”

Rosululloh n melanjutkan, “Mengapa demikian?”

Dari raut mukanya, nampaknya beliau kurang setuju.

Beliau bersabda lagi, “Sukakah kalian seperti keledai yang kuat?”

“Tentu tidak ya Rosululloh,” jawab kami.

Beliau bersabda, “Tidak sukakah kalian menjadi orang-orang yang tertimpa bala tetapi dosa-dosanya dihapus?”

Kami mengatakan, “Mau ya Rosululloh,”

Maka Rosululloh pun bersabda, “Demi Allah Subhanahu wa Ta’ala, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala benar-benar menimpakan bala’ kepada orang mukmin, Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menimpakan bala kepadanya selain untuk memuliakannya. Dan sungguh ia memiliki kedudukan yang tidak bisa ia gapai dengan amal apapun yang ia miliki, selain dengan ditimpakannya bala.”

Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala mensyariat-kan jihad dalam rangka melengkapkan syariat-syariat agama, dan mengangkat tingkatan jihad sedemikian tinggi sehingga ia merupakan puncak dari semua beban tugas dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan dalam jihad ada kesusahan dan bala yang tidak disenangi oleh jiwa, dan secara manusiawi menakutkan. Tetapi dibalik itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan jiwa senang terhadap jihad, dan menjadikannya sebagai pendekat kepada indahnya permata iman dan mutiara tauhid yang masih terpendam. Sehingga, tidak ada yang mau menjalaninya selain orang yang jujur imannya dan kuat hidayahnya; “Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rosul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala, mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hujurôt: 15).

Jihad pada hakikatnya adalah membersihkan dan memurnikan jiwa hanya untuk robb dan pencipta jiwa tersebut, dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya, dan menjemput janji-janji-Nya. Pembersihan dan pemurnian jiwa ini tidak akan tercapai kecuali kalau jalan yang ditempuh tersebut harus dipenuhi dengan berbagai kengerian dan ujian. Makanya, Allah Subhanahu wa Ta’ala  berfirman:

“…apabila Allah Subhanahu wa Ta’ala menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka tetapi Allah hendak menguji sebagian kamu dengan sebagian yang lain. Dan orang-orang yang gugur pada jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala, Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan menyia-nyiakan amal mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberi pimpinan kepada mereka dan memperbaiki keadaan mereka. dan memasukkan mereka ke dalam surga yang telah diperkenalkan-Nya kepada mereka.” (QS. Muhammad: 6).

“…seandainya Allah Subhanahu wa Ta’ala menghendaki, tentu mereka tidak saling perang, akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala melakukan apa yang Dia kehendaki.” (QS. Al-Baqoroh: 253).

Mengenai ayat ini, Ibnu Katsîr berkata, “Artinya, pasti akan ada yang namanya ujian, yang dengan itu nampaklah siapa wali Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dengan ujian itu pula musuh-Nya akan terhinakan. Akan diketahui mana yang mukmin dan bersabar, serta mana yang munafik dan jahat. Ayat ini ditujukan tentang peristiwa perang Uhud, ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala menguji kaum mukminin. Di sanalah tampak keimanan, kesabaran, dan kekokohan mereka, serta keteguhan untuk mentaati Allah Subhanahu wa Ta’ala dan rosul-Nya. Dengan kejadian ini pula, tabir kaum munafik tersingkap, dan ketahuan bagaimana mereka sebenarnya menentang dan tidak suka berjihad, kelihatan sudah bagaimana pengkhianatan mereka kepada kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rosul-Nya.”

Sayyid Quthb  berkata, “Jiwa-jiwa kita pasti menerima penempaan berupa bala’. Sejauh mana tekad kita untuk berperang membela yang benar, pasti sejauh itu pula akan diuji dengan ketakutan-ketakutan, suasana-suasana mencekam, kelaparan, kurangnya harta dan nyawa serta buah-buahan. Ujian seperti ini harus dijalani, supaya orang-orang yang mengaku beriman kelak mampu melaksanakan tugas-tugas akidah, sehingga akidah itu benar-benar tertancap kuat dalam diri mereka sebanding dengan beban yang harus ia emban, yang dengan itu mereka tidak akan lagi bisa melepaskan akidah tersebut begitu berbentur dengan musibah pertama. Jadi, beban-beban di sini adalah harga mahal yang harus dibayar untuk memperkuat akidah dalam diri pemiliknya sebelum ia sendiri menguatkan akidah tersebut dalam jiwa orang lain. Dan setiap kali mereka merasakan kepedihan di atas jalan tersebut, setiap kali mereka berkorban demi akidah tersebut, akan semakin kuat akidah tersebut menancap dalam diri mereka dan mereka menjadi manusia yang paling berhak menyandangnya. Lagipula, orang lain tidak akan faham sebesar apa nilai akidah tersebut, sebelum ia menyaksikan bagaimana para penyandangnya ditimpa bala’ kemudian mereka bersabar menanggungnya. Bala’ juga harus ada dalam rangka mempersolid dan memperkuat pegangan para pemilik aqidah. Jadi, memang peristiwa-peristiwa dahsyat datang, tetapi di dalamnya mengandung kekuatan dan energi, akan membuka jendela-jendela dan saluran-saluran dalam hati, yang semua itu tidak akan diketahui seorang mukmin selain dengan terjun dalam berbagai peristiwa mencekam.” Demikian perkataan beliau.

Imam Syâfi‘î rohimahulloh pernah ditanya: “Mana yang lebih baik bagi orang beriman: diuji ataukah diberi kekuasaan (tamkîn)?”Beliau menjawab, “Kamu ini bagaimana, engkau kira dia akan diberi kekuasaan sebelum diuji?”

Sungguh, orang yang dicintai Allah Subhanahu wa Ta’ala, pasti Dia uji:

Sayyid Quthb  berkata:

“Sesungguhnya iman bukan sekedar kata-kata yang diucapkan. Iman adalah kenyataan yang penuh beban berat, amanah yang melelahkan, jihad yang membutuhkan kesabaran, kesunggu-han yang menuntut daya tahan me-nanggung beban. Tidak cukup orang mengatakan, “Kami beriman,” lantas mereka dibiarkan begitu saja melon-tarkan pengakuan ini; sebelum ia menghadapi ujian lalu ia teguh meng-hadapinya. Setelah itu, barulah ia ke-luar dalam keadaan steril unsur-unsur dalam jiwanya, dan bersih hatinya. Sama seperti api yang membakar emas untuk memisahkan unsur-unsur tak berguna yang terikut di sana. Dan inilah asal kata iman dari sisi bahasa. Lain lagi dengan makna, cakupan dan petunjuknya. Fitnah ujian juga diberikan kepada hati. Ujian terhadap iman adalah perkara baku dan sunnah yang pasti berjalan di dalam timbangan Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Dan sungguh Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, dan kelak Allah Subhanahu wa Ta’ala akan tahu siapakah orang-orang yang jujur dan orang-orang yang dusta.” (QS. Al-Ankabut: 3).

Iman juga merupakan amanah Allah Subhanahu wa Ta’ala di muka bumi, tidak ada yang sanggup memikulnya selain orang yang memang layak memikulnya, dan kuat mengangkatnya, dalam hatinya ada keikhlasan untuk itu. Ia hanya sanggup dipikul oleh orang-orang yang lebih mengutamakannya daripada kehidupan serba santai, nyaman, aman, sejahtera, harta benda dunia dan kemewahan. Sungguh iman adalah amanah, amanah untuk menegakkan khilafah di muka bumi, membimbing manusia kepada jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala, serta merealisasikan kalimat-Nya dalam kehidupan nyata. Maka, iman adalah amanah yang mulia sekaligus berat, ia berasal dari perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang dengannya manusia terlihat wujud aslinya. Oleh karenanya, amanah ini memerlukan tempat khusus, yang mampu bersabar ketika ada ujian.” Demikian perkataan beliau.

Sesungguhnya, pemahaman-pemahaman tentang kebenaran, kejujuran aqidah dan tauhid, hanya akan menjadi bahan mainan di kalangan manusia, tidak ada nilai ruhnya, kecuali jika ia dibawa oleh manusia-manusia jujur dan bersabar menanggung beban-beban berat serta berbagai rintangan di atas jalan tersebut; yang menganggap siksaan sebagai hal biasa, menganggap kepayahan sebagai sesuatu yang manis, dan tidak rela selain kematian demi menghidupkan pemahaman-pemahaman ini di dalam dunia nyata, secara praktek yang riil. Pemahaman akidah tidak seperti dibayangkan sebagian orang, yang mereka menghias-hiasnya dalam baris-baris teori falsafah dan khutbah-khutbah memukau, yang jauh dari ruh pengamalan, kejujuran, dan pelaksanaan nyata.

Dan sungguh, Islam hari ini sangat-sangat membutuhkan para “lelaki” yang jujur lagi memiliki kesabaran, yang selalu bersikap serius, menganggap kecapekan sebagai kelezatan, dan merasa nikmat dengan kepayahan. Kemudian mereka terjemahkan tuntutan-tuntutan setiap tahapan Islam dengan tidak banyak bicara… Para lelaki yang berjiwa jujur, memiliki semangat tinggi, serta tekad yang kuat, yang dalam menerima perintah tidak kenal kata lelah atau jenuh, dan tidak membuang cita-citanya hanya dalam perdebatan dan adu argument saja.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjanjikan akan memberikan kekuasaan (tamkîn) bagi orang-orang yang bersabar. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah kabarkan juga, bahwa kemenangan, kekuatan, dan kekuasaan yang dicapai oleh umat-umat terdahulu di muka bumi, semuanya karena seluruh kesabaran dan tawakkal mereka kepada-Nya. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

“Dan Kami wariskan kepada kaum yang telah tertindas itu, negeri-negeri bagian timur bumi dan bagian baratnya yang telah Kami beri berkah padanya. Dan telah sempurnalah perkataan Robbmu yang baik (sebagai janji) untuk Bani Israil disebabkan kesabaran mereka. Dan Kami hancurkan apa yang telah dibuat Fir’aun dan kaumnya dan apa yang telah dibangun mereka.” (QS. Al-A‘rôf: 137).

Dulu, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kekuasaan dan kemuliaan di muka bumi kepada Nabi Yusuf, setelah beliau mengenyam pahitnya masa pengasingan. Dan semua yang beliau raih di istana Al-‘Aziz, tak lain disebabkan karena kesabaran dan ketaqwaan beliau;

“Sesungguhnya, siapa yang bertakwa dan bersabar, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.”  (QS. Yûsuf: 90).

Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan pula, bahwa hasil akhir yang baik, adalah diperuntukkan bagi orang-orang yang mampu bersabar dan bertaqwa:

“Maka bersabarlah, sesungguhnya hasil akhir itu adalah milik orang-orang bertakwa.” (QS. Hud: 49).

 

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ

 

Wallahul muwaffiq.

 

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَالْعَصْرِ، إِنَّ الإِنسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ، إِلاَّ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ

 

KHUTBAH KEDUA

 

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

جَمَاعَةَ الْجُمُعَةِ، أَرْشَدَكُمُ اللهُ. أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا وَيَرْزُقُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ.اَللَّهُمَ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ.اَللَّهُمَّ انْصُرِ الْمُجَاهِدِيْنِ فِيْ كُلِّ مَكَانٍ وَزَمَانٍ

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ.رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ اْلأَبْرَارِ.رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَّسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا، رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِن قَبْلِنَا، رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ، وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنتَ مَوْلاَنَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.اَللَّهُمَّ إِنَا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَجَنَّتَكَ وَنَسْأَلُكَ شَهَادَةً فِيْ سَبِيْلِكَ.اَللَّهُمَّ أَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُبْتَدِعَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ أَعْدَائَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ

اَللَّهُمَّ شَتِّتْ شَمْلَهُمْ وَمَزِّقْ جَمْعَهُمْ وَزَلْزِلْ أَقْدَامَهُمْ وَأَلْقِ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الرُّعْبَ.اَللَّهُمَّ عَذِّبْهُمْ عَذَابًا شَدِيْدًا وَحَسِّبْهُمْ حِسَابًا ثَقِيْلاً.رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

 

[1]Nahr adalah bagian bawah leher dan di atas dada.

Lihat lebih banyak

Artikel terkait

Back to top button