Khutbah Jum'at

Khutbah Jumat Edisi 117: “Kelapangan Dari Alloh Hampir Tiba”

Materi Khutbah Jumat Edisi 117 tanggal 4 Jumadil Akhir 1438 H ini dikeluarkan oleh

Sariyah Da’wah Jama’ah Ansharusy Syari’ah dapat download di:

 

 

Kelapangan Dari Alloh Hampir Tiba

(Dikeluarkan Oleh Sariyah Dakwah Jama’ah Ansharusy Syari’ah)

 

KHUTBAH PERTAMA

 

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ وَلاَ رَسُوْلَ بَعْدَهُ، قَدْ أَدَّى اْلأَمَانَةَ وَبَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَنَصَحَ اْلأُمَّةَ وَجَاهَدَ فِيْ سَبِيْلِهِ حَقَّ جِهَادِهِ

اَلصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا الْمُصْطَفَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ سَلَكَ سَبِيْلَهُ وَاهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.رَبِّ اشْرَحْ لِيْ صَدْرِيْ وَيَسِّرْ لِيْ أَمْرِيْ وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِيْ يَفْقَهُوْا قَوْلِيْ

قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. وَقَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. وَقَالَ: وَتَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى

وَقَالَ النَّبِيُ: اِتَّقِ اللهَ حَيْثُ مَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بَخُلُقٍ حَسَنٍ. (رواه الترمذي، حديث حسن)

Jamaah Jum’at  hamba Allah yang  dirahmati Allah SWT.

Segala puji bagi Allah SWT, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya.

Khotib berwasiat kepada diri sendiri khususnya dan jama’ah sekalian marilah kita bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa, semoga kita akan menjadi orang yang istiqamah sampai akhir hayat kita.

Allah SWT berfirman:

أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, Padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu Amat dekat.” (QS.Al-Baqarah: 214)

Sejarah Permulaan Kaum Anshar Masuk Islam

Ibnu Ishaq berkata,”Maka ketika Allah hendak menampakkan agama-Nya, memuliakan Nabi-Nya dan mewujudkan janji-Nya kepada beliau, maka beliau keluar pada hari raya musim haji, yang pada saat itu pula beliau bersua dengan sebagian anshar. Beliau menemui berbagai kabilah bangsa Arab di Baitul Haram pada setiap musim haji. Inilah yang selalu beliau lakukan pada setiap hari raya. Ketika sedang berada di Aqabah, beliau bertemu dengan beberapa orang dari khazraj, yang Allah menghendaki kebaikan pada diri mereka. Beliau berkata kepada mereka,”Siapakah kamu sekalian?” mereka menjawab, “orang-orang dari khazraj.” Beliau bertanya,”Apakah termasuk para nelayan orang-orang Yahudi ?” “Benar” jawab mereka. “Tidakkah kamu sudi duduk-duduk agar aku dapat berbicara kepadamu sekalian?” “Benar” jawab mereka.

Dan mereka pun duduk bersama beliau. Beliau menyuruh mereka kepada Allah dan memperlihatkan Islam serta membacakan Al-Qur’an. Mereka saling berkata kepada yang lain”wahai kaumku, demi Allah ketahuilah bahwa dia adalah benar-benar seorang nabi seperti yang dijanjikan orang-orang Yahudi kepadamu. Maka jangan sampai kamu sekalian terdahului datang kepadanya.”

Maka mereka memenuhi apa yang diserukan dan menerima Islam yang diperlihatkan kepada mereka. Mereka berkata”kami telah meninggalkan kaum kami. Tidak ada orang-orang diantara mereka terdapat permusuhan dan keburukan. Semoga Allah menghimpun mereka bersama engkau. Kami akan mendatangi mereka dan menyeru mereka kepada agamamu. Kami akan memperlihatkan kepada mereka apa yang telah kami penuhi dari agama ini. Andaikata Allah menghimpun mereka pada agama itu, maka tidak ada orang yang lebih mulia selain engkau.”

Kemudian mereka kembali ke kampung halamannya, sedangkan mereka sudah beriman dan membenarkan. Setiba di madinah, mereka menyebut-nyebut nama Rasulullah SAW dan menyeru kaumnya kepada Islam, sehingga Islam menyebar di kalangan mereka. Hampirtidak ada satu rumah pun di kalangan Anshar kecuali nama Rasulullah SAW selalu disebut-sebut.”[1]

Ibrah dan pelajaran berharga dari siroh Nabi tersebut diatas adalah setelah segala ketekunan dan kesabaran dicurahkan, maka Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Mengetahui menyediakan orang yang menolong agama Islam dan meninggikan kalimatnya serta menyebarkannya di muka bumi. Semua ini terjadi sesudah Rasululloh SAW bersama para sahabatnya yang pertama menghadapi penderitaan. Sungguh ini merupakan kemuliaan yang tidak bisa disamai segala kemuliaan bila orang-orang Anshar itu disebut Ansharullah, Anshar Nabi-Nya, Anshar agama Allah, Anhar hamba-hamba Allah yang mukmin, bukan Anshar Jahiliyyah/pendukung kesesatan dan kekafiran yang di mata manusia adalah orang-orang besar, padahal pada hakikatnya mereka adalah orang-orang kerdil dan hina.

Pada tahun berikutnya dua belas orang Anshar datang ke Makkah. Mereka bersua Rasulullah SAW di Aqabah dan mereka pun berbai’at kepada beliau. Bai’at ini atas dasar Islam. Selanjutnya beliau mengutus Mus’ab bin Umair, agar membacakan Al-Qur’an, mengajarkan Islam, menyampaikan pemahaman tentang agama serta menjadi Imam shalat bagi mereka.

Selanjutnya Mus’ab r.a datang kembali bersama sejumlah utusan dari kalangan anshar pada musim haji. Inilah bai’atulkubro. Ketika sedang pergi meninggalkan madinah, mereka bertanya-tanya: “Sampai kapankah kita membiarkan Rasulullah berkeliling dan diusir di antara gunung-gunung di Makkah serta dicekam ketakutan?”

Iman benar-benar telah merasuk ke dalam sanubari pemuda-pemuda ini. Sudah saatnya bagi mereka untuk menebarkan jiwa semangat dan membelah tembok yang terpancang di antara dakwah dan da’i.

Rasulullah SAW berbicara, membacakan Al-Qur’an, menyeru kepada Allah, menghimbau kepada Islam kemudian berkata”Aku membai’at kamu sekalian agar kamu melindungiku sebagaimana kamu melindungi istri dan anak-anakmu” lalu Al-Bara’ bin Ma’rur memegang tangan beliau seraya berkata “Benar. Demi yang mengutus dirimu dengan kebenaran sebagai Nabi, kami akan melindungimu sebagaimana kami melindungi wanita-wanita kami. Maka bai’atlah kami wahai Rasulullah.  Demi Allah kami adalah orang-orang yang sudah biasa  berperang dan pandai memainkan senjata, yang kami warisi sebagai orang besar dari orang besar.”

Abul Haitsam bin At-Taihan tampil dan berkata “wahai Rasulullah, sesungguhnya antara kami dan mereka (orang-orang Yahudi) terdapat tali hubungan dan kami sudah memutusnya. Adakah engkau berharap kami berbuat seperti itu lalu Allah menampakkan engkau agar kembali lagi kepada kaummu dan membiarkan kami?”

Nabi SAW  tersenyum lalu berkata”Tetapi darah dengan darah, kehormatan dengan kehormatan. Aku bagian dari dirimu dan kamu bagian dari diriku. Aku akan memerangi orang yang kamu perangi, dan aku akan berdamai dengan orang yang kamu berdamai.” Maksudnya adalah darahku adalah darahmu, kehormatanku adalah kehormatanmu.

Itulah iman kepada Allah, kecintaan karena Allah, ukhuwah diatas agama-Nya, saling tolong-menolong atas nama-Nya. Semua ini berbinar di dalam jiwa yang sudah saling terpadu di tengah kegelapan malam di sekitar makkah. Jiwa yang berbinar untuk menyatakan bahwa Ansharullah pasti akan melindungi Rasul-Nya, sebagaimana mereka melindungi kehormatan mereka. Mereka siap melindungi dengan nyawanya. Mereka tidak akan membiarkan gangguan menimpa beliau selagi mereka masih hidup.

Kita melihat, adakah gambaran lain yang lebih hebat dari gambaran wala’(loyalitas, kecintaan, kesetiaan, atau pembelaan) yang sebenarnya seperti ini ? itulah bai’at karena agama Allah dan untuk mendapatkan keridhoan-Nya. Cobalah perhatikan jawaban Rasulullah SAW: “Tetapi darah dengan darah, kehormatan dengan kehormatan…”. inilah hubungan yang sebenarnya dan keterkaitan yang hakiki antara muslim dengan saudaranya sesama muslim. Darah seakan telah menyatu. Hubungan darah, tolong-menolong dan wala’/loyalitas yang bercorak jahiliyah terputus, lalu digantikan oleh wala’/loyalitas Islam, menyatu dalam barisan Islam, bara’ah (berlepas diri) dari kekafiran dan pendukungnya, menjalin ukhuwah baru seperti yang diperintahkan Allah. Inilah pengganti yang lebih baik dari belitan jahiliyyah, sebagaimana sabda Nabi SAW:

“Orang beriman bagi orang beriman lainnya bagaikan satu bangunan yang sebagiannya menguatkan sebagian yang lain.” (HR. Bukhari-Muslim).

Begitulah akhirnya kita bisa mengetahui apa yang terjadi pada diri Rasulullah SAW, dakwah dan orang-orang yang bersama beliau, apa yang disediakan bagi mereka berupa pertolongan dan perlindungan serta tempat tinggal, yang kemudian menjadi landasan berdirinya hukum Allah, syariat dan jalannya di muka bumi. Itulah bumi Anshar, bumi orang-orang yang tidak mendahulukan kepentingan dirinya, meskipun mereka dalam kesusahan.

Membangun Kecintaan antar sesama orang Islam.

Ikhwatul iman rahimakumulloh,

Salah satu nikmat yang menjadi buah dari keimanan kepada Allah adalah nikmat bersaudara di jalan Allah. Sayangnya nikmat persaudaraan Islam (ukhuwah Islamiyyah) ini sebagaimana nikmat Iman dan Islam juga mengalami nasib yang sama, yakni kurang dipahami dan disyukuri sebagaimana mestinya. Dan celakanya lagi, nikmat persaudaraan Islam ini justru dikrucutkan menjadi persaudaraan kelompok yang diamalkan dalam batasan-batasan kelompok seperti organisasi, partai, jama’ah, majelis tertentu dan lain sebagainya.

Berjama’ah sebagaimana tuntutan Al-Qur’an dan As-Sunnah sendiri sebenarnya mencakup seluruh kaum muslimin dimanapun berada dan bersuku kebangsaan apapun. Maka nama-nama kelompok dan jamaah dari kaum muslimin harin ini hendaklah didirikan untuk mewujudkan hal tersebut. Kalau kesadaran menjadi sikap bersama antar kelompok atau jaah dari kaum muslimin tersebut, maka umat Islam akan kuat menjadi satu barisan melawan front kebatilan. Dan cita-cita wujudnya Jama’atul Muslimin akan segera menjadi kenyataan.

Mengalahkan Tipu Daya Musuh.

Musuh-musuh Islam tidak lagi mendapati alasan untuk membenarkan kebatilan mereka. Karenanya reaksi mereka atas seruan kebenaran adalah melancarkan berbagai siksaan dan adzab kepada mereka yang memperjuangkan kebenaran. Mereka tidak mendapati reaksi lain yang lebih baik dari hal itu. Mereka selalu mengambil langkah ini manakala mereka kehabisan cara untuk menolak kebenaran.

Demikian pula reaksi Umayyah bin Khalaf terhadap Bilal bin Rabah manakala ia terus menggumamkan kata ‘Ahad… Ahad…’, dari sanubarinya. Umayyah menyiksa dan mencambukinya di bawah terik matahari kota Mekah, lalu meletakkan batu besar di atas perutnya.Sama halnya dengan ‘Ammar, Mush’ab, Khabbab, Ibnu Mas’ud, as-Shidiq Abu Bakar, dan bahkan Rasulullah SAW. Juga, Imam Ahmad bin Hambal. Ketika beliau menolak untuk menyatakan bahwa al-Qur`an itu makhluk, dengan segera pukulan, cambuk, penjara dan siksaan datang bertubi-tubi. Pun demikian dengan Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah.

Begitulah orang-orang fasiq, orang-orang kafir, dan orang-orang yang murtad, selalu menyambut para da’i kepada Allah dan para aktivis yang meng’azamkan tegaknya Dien di zaman ini dengan reaksi yang sama.

Bagaimanakah keadaan mereka, jika mereka tahu bahwa berbagai tindak intimidasi yang mereka lancarkan hanya akan menambah kekuatan, keikhlasan, dan keteguhan bagi kita? Setiap kali mereka menambah intensitas siksaan dan adzab kepada ahlul haq setiap kali itu pula lahir generasi yang lebih kuat, lebih kokoh, lebih bijak, dan lebih berakal. Generasi yang terbina untuk selalu melaksanakan perintah pada ‘azimah (hukum asal), dan bukan rukhsah (keringanan), serta mengambil sedikit saja dari yang mubah.Generasi yang telah menceraikan dunia dengan talak bain, tiada kesempatan baginya untuk kembali kepadanya.

Sehubungan dengan ini ada ungkapan yang indah dari seorang aktivis yang membuat saya tertegun. Katanya begini “Apa gerangan yang terjadi manakala musuh-musuh kita tahu bahwa tipu daya mereka tidak melemahkan hati kita tetapi malah menguatkannya, tidak memupus cita dan asa kita tetapi malah mengukuhkannya, dan tidak menurunkan semangat kita, tetapi malah meninggikannya… Bagaimana keadaan mereka, jika mereka tahu bahwa kita semakin dekat kepada Allah manakala kesulitan dan cobaan semakin berat. Ya, setiap kali ujian semakin menggila dan upaya musuh semakin membabi buta setiap kali itu pula kalbu bersujud di hadapan Rabbnya dan ber’azam untuk terus melanjutkan asanya tanpa sedikit pun melemah. Juga senantiasa memohon kepada Pelindungnya agar memurnikannya dari segala yang dibenci-Nya dan selalu menjaganya. Bagaimana kira-kira kejengkelan mereka manakala mereka tahu bahwa mereka telah menjadi kendaraan untuk menyelesaikan target tertentu. Target pembersihan dan penjernihan. Lalu apa manfaat dari kejengkelan mereka itu?!”

Sesungguhnya keteguhan kalian di atas kebenaran, dan kesabaran kalian dalam menghadapi ujian, memberikan jaminan akan kehancuran musuh-musuh Islam, bukan hanya dari sisi teori dan konsep saja. Keteguhan dan kesabaran akan menghancurkan mereka; eksistensi, institusi dan konstitusi sekaligus.

Sesungguhnya kesabaran dan keteguhan sekelompok kecil orang-orang yang beriman dengan sebenarnya dari kalangan ahlul haq menjadi jaminan akan kehancuran pemerintahan sekuler dari dasarnya sehingga jungkir balik. Itu terjadi setelah kehancuran pemikirannya, konsep-konsepnya dan dasar-dasarnya.

Kami Menunggu Kedatangan Kalian Untuk Menolong Islam.

Sekarang ini, kami semua sedang menunggu-nunggu datangnya hari saat para aktivis Islam, khususnya para pemuda, datang bersemangat memperjuangkan Islam dan kaum muslimin. Kami menunggu-nunggu hari semacam hari Abu Bakar saat terjadi murtad massal, semacam hari Khalid saat perang Yarmuk, semacam hari Sa’ad saat perang Qadisiyah, semacam hari Shalahuddin saat perang Hithin, semacam hari Qathaz saat perang ‘Ain Jalut, semacam hari Muhammad al-Fatih saat penaklukan Konstantinopel, dan semacam hari Sulaiman al-Halbi saat menghabisi Klepper.

Kami ingin ~walau sesaat sebelum kami dijemput maut~ mata kami dapat merasakan sejuknya menyaksikan Khilafah Islamiyah, menyaksikan panji-panjinya berkibar di Timur dan Barat, menyaksikan payungnya yang teduh memenuhi dunia dengan keadilan, kebenaran, cahaya, dan petunjuk. Kami inginkan hari saat Khalifah memandang awan lalu berkata “Wahai awan, pergilah ke timur atau ke barat, kamu pasti akan menjumpaiku di sana!”

Kami tunggu saat kata-kata itu nyata adanya. Saat kekuasaan Islam sampai ke Timur dan Barat, sampai ke seluruh pelosok negeri. Saat kekuasaan khilafah memenuhi setiap jengkal bumi ini dengan kebaikan, hidayah, dan cahaya.

Kami benar-benar merindukan suatu hari saat Allah menaklukkan Roma ~ibukota Nasrani di jagad ini~ bagi kaum muslimin, hal mana Rasulullah saw telah mengabarkan bahwa kota ini akan ditaklukkan setelah ditaklukkannya Konstantinopel.[2]

Konstantinopel atau Istambul[3] telah takluk di tangan Sultan Muhammad Al-Fatih. Beliau berhak menyandang pujian Nabi dalam hadits yang terkenal:

لَتُفْتَحَنَّ الْقُسْطَنْطِينِيَّةُ فَلَنِعْمَ اْلأَمِيرُ أَمِيرُهَا وَلَنِعْمَ الْجَيْشُ ذَلِكَ الْجَيْشُ

“Konstantinopel benar-benar akan ditaklukkan. Panglima perangnya adalah sebaik-baik panglima, dan pasukannya pun sebaik-baik pasukan.”[4]

Saat itu Sultan al-Fatih telah bersiap-siap untuk menaklukkan Roma. Dan Eropa pun diliputi kegelisahan, ketakutan, dan kengerian. Hanyasaja, ajal menjelang sang Sultan sebelum proyek agung ini terealisir.

Bukti bahwa Eropa diliputi kegelisahan dan kengerian adalah bahwa gereja- gereja di Eropa pada umumnya dan Roma pada khususnya terus-menerus membunyikan loncengnya selama tiga hari berturut-turut sebagai tanda suka cita menyambut kematian Sultan muslim yang agung itu.

Kami menunggu hari semisal hari-hari itu dengan sangat cemas dan gelisah.

Sesungguhnya kemenangan Islam adalah harapan tertinggi yang menjadi cita-cita seseorang, supaya matanya menjadi sejuk di dunia karenanya.

Hanyasanya itu adalah kemenangan Islam dan dien ini ~sebagaimana dikatakan oleh sebagian ulama~.  Sungguh, kebaikan yang tak tertandingi. Kebaikan yang menepis segala kelesuan, kegundahan, dan kesedihan, meski salah seorang dari kita mesti kehilangan keluarga, anak, harta, atau kedudukannya di jalan ini.

Kami benar-benar merindukan hari-hari semisal hari kala Allah memenangkan Dien-Nya, memuliakan wali-wali-Nya, dan hizb-Nya melebihi kerinduan kami kepada istri-istri kami, anak-anak kami, bapak-bapak kami, ibu-ibu kami, hal mana kami sudah tidak berjupa dengan mereka selama bertahun-tahun.

Kami benar-benar merindu sejuknya mata kami oleh hari semacam hari ‘Uqbah bin Nafi’, saat ia tegak di atas pelana kudanya, menceburkan kudanya di tepian Samudera Atlantik seraya berkata ”Demi Allah, sekiranya aku tahu bahwa di seberang sana ada daratan, niscaya aku akan berperang di sana di jalan Allah!”

Lalu ia menatap langit seraya berkata “Wahai Rabbku, jikalau bukan karena lautan ini,  niscaya aku akan ke seberang sebagai mujahid di jalanmu”[5]

Kami benar-benar menunggu hari-hari itu.

Adakah kalian memenuhinya?

Adakah kalian mengabulkannya?

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ

Wallahul muwaffiq.

 

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَالْعَصْرِ، إِنَّ الإِنسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ، إِلاَّ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ

 

KHUTBAH KEDUA

 

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

جَمَاعَةَ الْجُمُعَةِ، أَرْشَدَكُمُ اللهُ. أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا وَيَرْزُقُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ.اَللَّهُمَ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ.اَللَّهُمَّ انْصُرِ الْمُجَاهِدِيْنِ فِيْ كُلِّ مَكَانٍ وَزَمَانٍ

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ.رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ اْلأَبْرَارِ.رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَّسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا، رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِن قَبْلِنَا، رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ، وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنتَ مَوْلاَنَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.اَللَّهُمَّ إِنَا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَجَنَّتَكَ وَنَسْأَلُكَ شَهَادَةً فِيْ سَبِيْلِكَ.اَللَّهُمَّ أَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُبْتَدِعَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ أَعْدَائَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ

اَللَّهُمَّ شَتِّتْ شَمْلَهُمْ وَمَزِّقْ جَمْعَهُمْ وَزَلْزِلْ أَقْدَامَهُمْ وَأَلْقِ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الرُّعْبَ.اَللَّهُمَّ عَذِّبْهُمْ عَذَابًا شَدِيْدًا وَحَسِّبْهُمْ حِسَابًا ثَقِيْلاً.رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

 

[1]As-Sirah An-Nabawiyah, ibnu Hisyam, 2/70-71

[2] Maksudnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad 2/176 yang dishahihkan oleh Syekh Ahmad Syakir dari ‘Abdullah bin ‘Amru bin ‘Ash ra katanya, “Ketika kami berada di sekeliling Rasulullah saw dan asyik menulis, tiba-tiba beliau ditanya, ‘Kota manakah yang akan ditaklukkan terlebih dulu? Konstantinopel ataukah Roma?’ Beliau menjawab, ‘Kotanya Heraclius akan ditaklukkan lebih dulu.’ Yaitu Konstantinopel.

[3] Nama asli kota ini Islambul, satu kata dalam bahasa Turki yang berarti Negeri Islam. Yang memberi nama itu adalah Sultan Muhammad al-Fatih. Kota ini pernah menjadi ibukota Khilafah ‘Utsmaniyah dan ‘monumen’ kemenangan ummat Islam. Namun Ataturk ~semoga Allah melaknatnya~ menjadikan Ankara sebagai ibukota Turki, menggantikan Islambul. Itu sebagai simbol dibangunnya Sekulerisme. Ataturk meninggalkan manhaj para pendahulunya semisal Muhammad al-Fatih. Ini selain berbagai upayanya dalam memerangi Islam.

[4] Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnadnya 4/335 dai Bisyr bin Sahim Al-Khats’amiy ra

[5] al-Kamil fit Tarikh, Ibnul Atsir 3/42

Lihat lebih banyak

Artikel terkait

Back to top button