Khutbah Jum'at

Khutbah Jumat Edisi 358 | Mengapa Dakwah Rasulullah Penuh Tantangan dan Cobaan

Dikeluarkan Oleh Sariyah Dakwah Jama’ah Ansharu Syari’ah

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ وَلاَ رَسُوْلَ بَعْدَهُ، قَدْ أَدَّى اْلأَمَانَةَ وَبَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَنَصَحَ اْلأُمَّةَ وَجَاهَدَ فِيْ سَبِيْلِهِ حَقَّ جِهَادِهِ.

اَلصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا الْمُصْطَفَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ سَلَكَ سَبِيْلَهُ وَاهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.رَبِّ اشْرَحْ لِيْ صَدْرِيْ وَيَسِّرْ لِيْ أَمْرِيْ وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِيْ يَفْقَهُوْا قَوْلِيْ.

قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. وَقَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. وَقَالَ: وَتَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى.

وَقَالَ النَّبِيُ : اِتَّقِ اللهَ حَيْثُ مَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بَخُلُقٍ حَسَنٍ. (رواه الترمذي، حديث حسن).

Jamaah Jum’at hamba Allah yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga, dan para sahabatnya.

Khotib berwasiat kepada diri sendiri khususnya dan jama’ah sekalian marilah kita bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa, semoga kita akan menjadi orang yang istiqamah sampai akhir hayat kita.

Ma’asyirol Muslimin Rahimani Wa Rahimukumullah…

Suatu ketika Imam Syafi’i pernah ditanya oleh seseorang, “Mana yang lebih hebat bagi seseorang, antara dikokohkan (dimenangkan) atau diberi ujian.” Lalu Imam Syafi’i menjawab, “Ia tidak dikokohkan sebelum diberi ujian” (لَا يُمَكَّنَ حَتَّى يُبْتَلَى) (Ibnu Al-Qayyim: 283).

Demikianlah sunnatullah terjadi pada orang-orang hebat di sisi Allah subhanahu wata’ala. Mereka tidak diberikan kemenangan sebelum diuji hingga berdarah-darah. Karenanya Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أَشَدُّ النَّاسِ بَلاَءً اْلأَنْبِيَاءُ ثُمَّ اْلأَمْثَلُ فَاْلأَمْثَلُ يُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلٰى حَسَبِ دِيْنِهِ فَإِنْ كَانَ دِيْنُهُ صَلَبًا اِشْتَدَّ بَلاَؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِي دِيْنِهِ رِقَةٌ اُبْتُلِيَ عَلٰى حَسَبِ دِيْنِهِ (رواه الترمذي وابن ماجه)

Manusia yang paling dashyat cobaannya adalah para anbiya’ kemudian orang-orang serupa lalu orang-orang yang serupa. Seseorang itu diuji menurut ukuran agamanya. Jika agamanya kuat, maka cobaannya pun dashyat. Dan jika agamanya lemah, maka ia diuji menurut agamanya” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Berdakwah adalah tugas utama para nabi dan rasul. Mereka diutus oleh Allah untuk menyampaikan wahyu-Nya kepada umat manusia.

Mereka adalah manusia-manusia yang dipilih sebagai utusan guna memberi peringatan kepada manusia agar tetap berjalan di jalan yang benar. Di dalam kehidupan alam dunia, manusia memang berada di antara dua pilihan, yaitu memilih jalan yang lurus, shirothal mustaqim atau memilih jalan yang sesat, dholalah.

Apabila seorang manusia memilih ke jalan yang benar, tentunya atas izin dari yang Maha Kuasa seseorang tersebut hidupnya akan selamat. Begitupula sebaliknya, apabila seseorang terjerumus ke jalan yang sesat,maka kehidupannya akan mengalami bencana.

Dengan limpahan rahmat dan kasihsayang-Nya terhadap umat manusia, oleh karenanya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus nabi dan rasul untuk mengajarkan dan memberikan petunjuk agar manusia bisa berada di jalan yang benar.

Begitupula yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa Sallam, beliau menyeru kepada umat manusia agar ke jalan yang benar. Ajakan dan seruan tersebut telah termaktub dalam kitab suci umat islam, al-qur’an sebagai kumpulan wahyu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa Sallam, dalam berdakwah tentunya tidak luput dari adanya hambatan dan tantangan yang dialami. Berbagai macam hambatan, cobaan, rintangan,dan tantangan yang dilalui untuk menyeru umat manusia ke jalan yang benar.

Tantangan Dakwah Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam dan relevansinya

Setelah Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam dan para sahabat melakukan aktivitas tafa’ul tam, yang ditandai thawaf Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam dan para sahabat mengelilingi Ka’bah, setelah masuk Islamnya orang-orang kuat di kalangan kafir Quraisy, seperti Hamzah bin ‘Abdul Muthallib dan ‘Umar bin al-Khatthab. Diikuti dengan aktivitas shira’ fikri [perang pemikiran], kifah siyasi [perlawanan politik], tabanni mashalih ummat [mengadopsi kemaslahatan umat] dan kasyf al-khuthath [membongkar makar jahat].

Maka, kaum kafir Quraisy memahami benar, bahwa dakwah Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa Sallam adalah dakwah pemikiran, yang ingin mengubah pemikiran mereka yang salah. Tapi, mereka juga sadar, bahwa dakwah Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam juga merupakan dakwah politik, yang akan bisa mengubah pandangan hidup, sikap dan peradaban mereka. Mereka paham, jika ini berhasil, maka kaum mereka akan meninggalkan mereka, dan mengikuti Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa Sallam dengan Islam yang diembannya.

Karena itu, mereka mulai menyusun rencana untuk membendung pengaruh dakwah Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam Mula-mula mereka lawan dengan pemikiran, dengan menyerang ajaran Islam, yang mereka sebut sebagai “pemecah belah” kaumnya.

Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam mereka sebut sebagai “tukang sihir”, “pembohong” [QS Shad: 4], “majnun” [QS at-Thur: 29] dan “pemimpi” yang menyampaikan dongeng orang-orang dulu [asathir awwalin] [QS al-Muthaffifin: 13].

Namun, serangan secara pemikiran ini tidak bisa mengalahkan Islam, dan para pengembannya.

Mereka pun mulai menggunakan cara kedua, menganiaya Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam dan para pengemban dakwah. Bilal bin Rabah ra, yang ketika itu masih berstatus budak, ditindih dengan batu, dijemur di bawah terik matahari Makkah yang luar biasa panasnya. Keluarga ‘Amar bin Yasir, mulai dari Yasir, Sumayyah dan ‘Amar, disiksa dengan penyiksaan yang luar biasa. ‘Amar bin Yasir pun akhirnya terpaksa menyatakan ucapan yang mengikuti kehendak mereka, meski bertolak belakang dengan keyakinannya.

Peristiwa ini pun diabadikan dalam Alquran,
Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.” [QS an-Nahl: 106].

Setelah peristiwa itu, ‘Amar menghadap Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam, menceritakan apa yang dialami, dan dilakukannya, dengan nada bersalah. Tetapi, Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam menyatakan, “Jika mereka memintamu untuk mengulanginya lagi, maka ulangilah!”

Bahkan, ibunda ‘Amar, yaitu Sumayyah, disiksa dengan sangat biadab hingga gugur, sebagai syahidah pertama. Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam sempat menemuinya, seraya menyatakan, “Wahai keluarga Yasir, bersabarlah. Sesungguhnya janji Allah untuk kalian adalah surga.” Sumayyah yang telah mengerang kesakitan itu pun menjawab dengan penuh keyakinan, “Sungguh, surga itu telah tampak di depan mataku, wahai Rasulullah.” Begitulah para sahabat Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam mengalami penyiksaan demi penyiksaan yang luar biasa, tetapi mereka tetap bersabar.

Tak hanya mereka yang mengalami penyiksaan, Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam juga sama. Adalah ‘Uqbah bin Abi Mu’aith, orang kafir Quraisy yang begitu membenci Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam Ketika Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam sedang berada di dekat Ka’bah, baginda Shallallahu alaihi wa Sallam dipukul tengkuknya oleh ‘Uqbah hingga pingsan.

Tak hanya sampai di situ, setelah pingsan pun, baginda Shallallahu alaihi wa Sallam masih disiram dengan pasir. Semua itu disaksikan oleh putri baginda Shallallahu alaihi wa Sallam yang masih belia, Fatimah radhiya-Llahu ‘anha. Fatimah pun menangis, saat melihat ayahandanya yang mulia itu diperlakukan begitu rupa.

Namun, semuanya itu tidak bisa menghentikan dakwah Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam dan para sahabat. Pada saat yang sama, sebagai seorang pemimpin yang bijak, Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam tidak ingin membiarkan para sahabatnya terus-menerus menghadapi ujian keimanan yang begitu rupa. Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam pun titahkan mereka untuk mencari perlindungan dakwah ke luar. Mereka berangkat ke Habasyah [Ethiopia], Afrika, untuk mendapatkan perlindungan dari Raja Najasyi.

Ternyata, kaum kafir Quraisy pun tidak membiarkan mereka begitu saja. Mereka pun mengirim ‘Amru bin al-‘Ash untuk menemui Raja Najasyi, agar tidak menerima kaum Muslim, dan mendeportasi mereka.

Untuk meyakinkan Raja Najasyi, maka ‘Amru bin al-‘Ash pun menyampaikan fitnah dan tuduhan terhadap mereka, sebagaimana yang mereka tuduhkan kepada Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam dan risalahnya sebelumnya. Tetapi, akhirnya Allah Subhanahu wa Ta’ala merontokkan tuduhan mereka. ‘Amru bin al-‘Ash pun kembali ke Makkah dengan tangan hampa.

Gagal dengan upayanya di luar negeri, dan upaya penyiksaan yang mereka lakukan di Makkah, kaum kafir Quraisy pun menggunakan langkah berikutnya, dengan harapan bisa mengisolasi Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam, para sahabat dan dakwahnya, agar tidak mendapatkan dukungan dari kaumnya. Dengan zalim, mereka melakukan pemboikotan kepada Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam para sahabat, Bani Hasyim dan Bani ‘Abdul Muthallib.

Mereka diboikot di lembah Abu Thalib selama tiga tahun. Tanpa akses makanan, pakaian, diisolasi sehingga tidak boleh berinteraksi dengan suku dan kabilah lain. Tetapi, ternyata semua upaya zalim ini tidak mampu merontokkan dukungan Bani Hasyim dan ‘Abdul Muthallib terhadap dakwah Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam.

Justru sebaliknya, karena peristiwa ini, Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam, para sahabat dan dakwahnya mendapatkan simpati dan dukungan yang meluas. Di antara kaum kafir Quraisy pun ada yang dengan sembunyi-sembunyi mengirimkan logistik kepada Nabi, para sahabat, Bani Hasyim dan Bani ‘Abdul Muthallib yang sedang diboikot. Para pemuda, yang dipimpin oleh Muth’im bin ‘Adi, kemudian merasa iba, setelah menyaksikan penderitaan yang dialami oleh Nabi, para sahabat, juga Bani Hasyim dan Bani ‘Abdul Muthallib yang diboikot.

Karena minimnya akses makanan, dan lain-lain, sehingga ada yang harus merebus tulang, makan daun atau rerumputan. Itulah yang mendorong mereka untuk merobek dokumen pemboikotan yang ditempelkan di Ka’bah, yang ternyata hampir habis, karena dimakan rayap.

Pendek kata, sejak saat itu, kaum Muslim pun bebas dari pemboikotan yang dilakukan oleh kaum kafir Quraisy terhadap mereka. Namun, tidak berarti derita Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam pun berakhir.

Karena setelah itu, Allah Shallallahu alaihi wa Sallam memanggil orang-orang yang selama melindungi dakwah Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam Khadijah radhiallahu ‘anha dipanggil menghadap Allah, setelah menemani dakwah Nabi selama 15 tahun, dan setelah 25 tahun menjadi istri baginda Shallallahu alaihi wa Sallam. Belum pulih kesedihannya, Allah memanggil paman Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam Abu Thalib, yang sebelumnya telah memberikan perlindungan kepada Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam.

Karena itu, setelah lepas dari pemboikotan, khususnya setelah wafatnya Khadijah bin Khuwailid radhiya-Llahu ‘anha, dan Abu Thalib, ujian dakwah tak kunjung reda. Malah, nyaris semakin meningkat, karena orang yang selama ini melindungi dakwah Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam telah tiada.

Maka, setelah berbagai upaya untuk menghentikan dakwah ini gagal, pada saat yang sama, Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam dianggap tidak lagi mempunyai pelindung yang mereka hormati, maka mereka mulai frustasi. Pada saat itulah, muncul ide dan rencana untuk menghabisi nyawa Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa Sallam.

Begitulah, ujian, hambatan dan tantangan dakwah yang dihadapi oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam dan para sahabat.

Mengapa dakwah yang Nabi Muhammad sampaikan mendapat banyak tantangan dan ujian?

Bukankah jika Allah menghendaki, Rasul bisa saja terhidar dari segala kesengsaraan dan dakwah Islam bisa saja tersiar dengan mudah tanpa harus melewati cobaan yang begitu pelik?

Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita tengok kitab fiqh sirah karya Syekh Ramadhan Al Buthi. Dalam bukunya tersebut beliau memaparkan tiga hikmah, mengapa Rasulullah harus melewati jalan yang sangat terjal.

Pertama, manusia adalah hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana tertera dalam QS. Ad-Dzariyat ayat 56 :

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku”. Ketentuan ini merupakan qanun umum yang berlaku untuk semua manusia di muka bumi, baik itu Rasul, Nabi ataupun masyarakat biasa. Sebagai hamba, manusia diminta untuk membuktikan penghambaan atau pengabdiannya terhadap Sang Pencipta.

Lalu bagaimana cara membuktikan penghambaan manusia kepada Allah ? Yakni, dengan menjalakan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Sejatinya, seorang hamba yang bertakwa adalah representasi dari penghambaan manusia kepada Allah. Sabagai contoh, Rasulullah menyikapi segala ujian dengan sabar. Nah, kesabaran Rasulullah adalah salah satu bukti dari penghambaan Rasul kepada Allah. Begitu pula kesabaran para sahabat merupakan bukti dari penghambaan mereka.

Kedua, manusia diciptakan sebagai mukallaf. Artinya, tatkala seseorang telah balig maka dia dikenai tanggungan atau kewajiban untuk menjalakan segala perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Taklif sendiri sudah tentu memuat kesulitan dan tantangan masing-masing.

Mengapa harus ada kesulitan ? Coba bayangkan, apabila manusia hidup penuh nikmat, semua kebutuhan terpenuhi, tidak ada cobaan dan ujian maka dalam kondisi ini manusia tidak bisa membuktikan penghambaannya terhadap Tuhannya. Oleh karena itu, manusia haruslah diberi perintah dan larangan (taklif).

Ketiga, membedakan antara mereka yang beriman dan yang berdusta. Andaikata cinta kepada Allah hanya dinilai lewat mulut maka tidak akan tampak jelas perbedaan antara yang beriman dan berdusta. Namun, dengan adanya cobaan serta ujian maka keduanya akan menjadi takaran yang membedakan antara ke dua kelompok tadi.

Allah berfirman dalam QS. Al Ankabut ayat 2-3 : “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang – orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta”.

Orang yang benar-benar beriman, sudah tentu akan melewati kesulitan-kesulitan ini sesuai dengan tuntunan agama. Berbeda dengan orang yang berdusta. Mereka cenderung terbawa hawa nafsu, tergoda, membangkang hingga melanggar hukum.

Selain itu, al-Buthi menuturkan bahwa kesengsaraan yang Rasulullah alami merupakan kasih sayang terhadap umatnya. Rasulullah bisa saja berdoa agar beliau dijauhkan dari segala kepedihan dan penderitaan, dan Allah tentu akan mengabulkannya. Namun Rasul tidak melakukan itu, sebab para da’i setelah beliau wafat sudah tentu akan menghadapi tantangan yang tidak mudah.

Andaikata para pendakwah diuji dengan kesulitan ekonomi, maka Rasulullah telah mengalami hal itu, bila mereka diuji dengan diusir dari tanah air, maka Rasulullah sudah mengalami hal itu. Dan bila mereka mendapat hujatan cercaan maka Rasulullah pun telah mengalami hal itu. Dengan begitu, Rasulullah menguatkan hati umatnya yang begitu beliau sayangi.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ

Wallahul muwaffiq

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَالْعَصْرِ، إِنَّ الإِنسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ، إِلاَّ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ.

Khutbah Kedua

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.

جَمَاعَةَ الْجُمُعَةِ، أَرْشَدَكُمُ اللهُ. أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا وَيَرْزُقُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا.

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ. اَللَّهُمَ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ. اَللَّهُمَّ انْصُرِ الْمُجَاهِدِيْنِ فِيْ كُلِّ مَكَانٍ وَزَمَانٍ.

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ اْلأَبْرَارِ. رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَّسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا، رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِن قَبْلِنَا، رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ، وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنتَ مَوْلاَنَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ. اَللَّهُمَّ إِنَا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَجَنَّتَكَ وَنَسْأَلُكَ شَهَادَةً فِيْ سَبِيْلِكَ. اَللَّهُمَّ أَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُبْتَدِعَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ أَعْدَائَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ.

اَللَّهُمَّ شَتِّتْ شَمْلَهُمْ وَمَزِّقْ جَمْعَهُمْ وَزَلْزِلْ أَقْدَامَهُمْ وَأَلْقِ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الرُّعْبَ. اَللَّهُمَّ عَذِّبْهُمْ عَذَابًا شَدِيْدًا وَحَسِّبْهُمْ حِسَابًا ثَقِيْلاً. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

Lihat lebih banyak

Artikel terkait

Back to top button