Artikel

KURIKULUM KETELADANAN DAN SEKOLAH HEBAT YANG BERNAMA KELUARGA

Oleh: Ustadz Budi Eko Prasetiya, SS
Katib Jamaah Ansharu Syariah mudiriyah Banyuwangi

Hari-hari ini adalah hari dimana kita melihat para orang tua mengantarkan putra-putrinya memulai aktifitasnya di lembaga pendidikan. Ada yang menjadi aktifitas rutin harian maupun tahunan karena sang anak berada di lembaga yang jauh dari rumahnya. Harapan besar pun tersemat, agar kelak putra-putri ini memiliki bekal ilmu dan keterampilan yang bermanfaat bagi kehidupannya kelak.

Perlu direnungkan, bahwa keberadaan lembaga pendidikan adalah sebagai wasilah kebaikan bukan faktor utama tercapainya tujuan mulia tersebut. Bahkan, keberadaan lembaga pendidikan bukan merupakan jaminan mutlak yang menjadikan anak yang sholih atau sholihah. Karena sesungguhnya sekolah utama adalah rumahnya, dan guru terbaik adalah keluarganya, yakni orang tuanya.

Mustahil, jika para orang tua mengharapkan anak-anaknya berakhlak baik sedangkan di rumah orang tuanya sering bertengkar, berkata kasar dan tidak memberikan perhatian kepada putra-putrinya.

Pun begitu, jika berharap anak bertaqwa, rajin sholat di Masjid, mampu menghafal Qur’an, semangat belajar agama, Jika orangtuanya masih enggan dengan urusan agama, malas ikut kajian, buruk dalam berinteraksi dengan sesama.

Sebuah ibrah, ketika para ulama dan orang bijak terdahulu jika mendapati anaknya berbuat kurang baik, berkata tidak jujur, sulit diatur maka mereka pertama akan menyalahkan diri mereka sendiri, bahkan menghukum diri mereka sendiri. Kenapa anak-anak saya bisa seperti ini? Apakah saya telah berbuat dosa Apakah ada makanan haram yang saya berikan untuk anak-anak saya?
Demikianlah orangtua yang baik bersikap.

Setiap ada kejadian yang kurang mengenakkan tentang putra-putrinya, mereka langsung bermuhasabah, bukan menyalahkan si anak, bukan menyalahkan orang lain, bukan mengambinghitamkan sekolah dan lingkungan, meskipun secara keseluruhan ada juga faktor-faktor pemicu kenakalan anak-anak kita. Namun, faktor terbesar ternyata adalah kelalaian orangtuanya.

Kalau menginginkan anak yang shalih, tentu orang tua harus memperbaiki diri. Bukan hanya ia berharap anaknya jadi baik, sedangkan orang tua sendiri masih terus bermaksiat, masih sulit shalat, masih enggan menutup aurat. Sebagian salaf sampai-sampai terus menambah shalat, cuma ingin agar anaknya menjadi shalih.

Sa’id bin Al-Musayyib rahimahullahu pernah berkata pada anaknya,

لَأَزِيْدَنَّ فِي صَلاَتِي مِنْ أَجْلِكَ

Wahai anakku, sungguh aku terus menambah shalatku ini karenamu (agar kamu menjadi shalih, pen.).” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1: 467).

Bukti lain, ada dalam kisah dua anak yatim yang mendapat penjagaan Allah karena ayahnya adalah orang yang shalih.

وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا

“Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang shalih.” (QS. Al-Kahfi: 82).

‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz pernah mengatakan,

مَا مِنْ مُؤْمِنٍ يَمُوْتُ إِلاَّ حَفِظَهُ اللهُ فِي عَقِبِهِ وَعَقِبِ عَقِبِهِ

“Setiap mukmin yang meninggal dunia (di mana ia terus memperhatikan kewajiban pada Allah, pen.), maka Allah akan senantiasa menjaga anak dan keturunannya setelah itu.” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1: 467).

Mencari lembaga pendidikan yang terbaik dan kondusif untuk anak-anak memang kewajiban orangtua. Namun lebih dari itu semua, mari kita sebagai orangtua juga tetap mengambil peran dalam amal shalih ini dan menyelaraskan dengan program kebaikan yang dibuat oleh lembaga pendidikannya.

Dengan meluangkan waktu untuk kembali belajar menjadi guru yang terbaik untuk anak-anak kita. Guru yang akan terus dikenang perjuangannya oleh anak-anak kita. Guru yang tidak hanya mengantarkan anak-anak menuju kelulusannya di lembaga pendidikan, tapi lebih jauh mengantarkan mereka masuk ke gerbang Surga.

Sungguh, betapa benar firman Allah dalam QS At-tahrim (66) : 6.

Wahai orang-orang yang beriman, Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu . . .”

Jadi kunci utama pendidik anak adalah orang tua. Baik atau buruknya bersumber dari pengaruh keluarga. Semoga yang sedang diamanahi sebagai orang tua menyadari dan segera memperbaikinya. Wallahu a’lam bish shawwab.

Lihat lebih banyak

Artikel terkait

Back to top button