Oleh: Ustadz Hamzah Baya M.Pd | Amir Jamaah Ansharu Syariah Wilayah Jawa Timur
Komitmen di dalam bahasa arab, biasa disebut dengan iltizam. Tapi iltizam apa yang dimaksud? Tentunya iltizam bil haq. Komitmen kepada kebenaran.
Karena jika kita tidak tegaskan hakikat komitmen yang dimaksud maka kejahatan juga bisa dilakukan dengan komitmen. Banyak yang ingin masuk surga tetapi tidak komitmen untuk menjalankan perintah Allah dan Rasulullah dalam menjalankan syariat islam
Secara Lughowi, iltizam berasal dari kata luzum.
Luzum dalam pengertian bahasa Arab sama dengan tsabata wa daama (tetap dan konsisten).
Iltizam mempunyai nilai plus. Kata “luzum” jika ditambah alif dan ta berarti merupakan komitmen kuat dari kesadaran sendiri, bukan malzum (dipaksakan/terseret-seret).
Namun demikian ada pengertian lain dari iltizam yaitu istiqomah.
Iltizam banyak terdapat dalam hadits Rasulullah SAW dan Al-Qur’an tentang keharusan dan balasan bagi istiqomah.
Iltizam yang kita harapkan tumbuh dengan baik adalah tumbuhnya kesadaran dari dalam diri seseorang yang dilandasi dengan pengetahuan ilmu yang benar.
Kesadaran yang muncul dari diri sendiri untuk komitmen terhadap Islam perlu terus kita tingkatkan. Ketika kesadaran ini turun, kita akan sibuk dengan kepentingan pribadi yang sifatnya mubah bahkan sia sia. Sedangkan hal-hal yang harus kita garap dan wajibat (kewajiban dalam agama) demikian banyak.
Jika iltizam menurun, untuk bergerak harus selalu diingatkan dan dibimbing. Akibatnya, produktivitas nya sangat minim dan bisa mengalami Futur yaitu rasa malas, enggan, dan lamban dalam melakukan kebaikan, dakwah dan jihad yang mana sebelumnya sangat rajin dan bersemangat melakukannya.
Sebaliknya, jika iltizam dilandasi dengan faham yang benar di bawah bimbingan Allah & Rasulullah, walaupun arahannya sedikit dan sifatnya global sudah cukup sebagai bekal operasional beramal jama’i dalam iqomatud din
Urgensi Iltizam
Iltizam merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi seorang muslim apalagi bagi aktivis Islam atau para dai dan Mujahid karena iltizam merupakan indikasi amal yang sangat diperlukan dalam konteks kehidupan berjamaah.
Tidak mungkin tujuan sebuah jamaah dapat terealisir tanpa ada junud atau anggota-anggota jamaah yang akan melaksanakan Visi,Misi Tujuan dan beriltizam terhadap jalan perjuangan untuk mencapainya.
Sehingga sekalipun ada seorang ulama yang paling bertaqwa atau wara’ namun tidak mau komitmen atau beriltizam, maka ia tidak bisa bergabung dengan jamaah dan tidak dianggap sebagai anggota atau a’dha jamaah, melainkan sekadar sebagai seorang muslim yang dicintai dan dihormati jamaah.
Kualitas seorang a’dha dalam jamaah dapat dilihat dari sejauh mana kualitas iltizamnya. Semakin besar kadar keiltizamannya seseorang berdasarkan kriteria-kriteria yang ditetapkan sesuai syariat maka semakin berbobot pula kualitas dirinya.
Allah Berfirman:
إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ وَالْقُرْءَانِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (QS 9: 111)
Satu-satunya ayat Al-Quran yang berkaitan dengan masalah harta dan jiwa, tetapi mendahulukan jiwa adalah ayat di atas.
Dan transaksi ‘jual-beli’ antara Allah sebagai pembeli dan mukmin sebagai penjual ini erat kaitannya dengan masalah bai’ah perjanjian antara individu mukmin dengan Rabbnya.
Sikap iltizam terhadap bai’ah yang telah diucapkan nampak jelas pada tokoh Anshar, Nusa ibah binti Ka’ab dan Habibi bin Zaid.
Nusaibah dengan bai’ah Aqabah II, bertempur mati-matian melindungi dan menjadi perisai Rasulullah di perang Uhud tatkala kebanyakan tentara Islam lain kocar-kacir panik terhadap serangan balik mendadak Khalid bin Walid. Atau Habib bin Zaid yang disiksa Musailamah Al-Kadzab karena tidak mau mengakuinya sebagai nabi, tidak rela menodai bai’ah yang telah Habib bin Zaid diucapkannya walaupun untuk itu ia harus menebusnya dengan nyawa. Tubuhnya dicabik-cabik dan disayat-sayat selagi masih hidup. Sekali kita mengucapkan bai’ah seumur hidup kita terikat untuk beriltizam kepadanya.
Sumber:
-Majalah Al-‘Ain, juz: 2, hal. 166- 172
-Al Qur’anul Karim
-Sirah sahabat