Antara Wanita, Ibu-Ibu dan Pengajian
Oleh: Ustadz Budi Eko Prasetiya, SS
Katib Jamaah Ansharu Syariah Mudiriyah Banyuwangi
Wanita memiliki kedudukan mulia dalam pandangan Islam. Sebelum Islam masuk, para wanita kerap direndahkan dan tidak bernilai. Islam pun mengubah segalanya,
Islam mengubah suatu keadaan hina menjadi mulia, keadaan yang buruk menjadi sempurna. Di antara bukti dari semua itu adalah penghormatan agama Islam pada wanita, apalagi ketika wanita itu berstatus sebagai Ibu.
Wanita sebagai ibu adalah pendidik paling utama bagi manusia. Siapakah yang lebih mempunyai pengaruh terhadap anak-anak? Siapakah yang lebih dekat kepada anak-anak? Tidak lain adalah ibu-ibu mereka. Berhasil tidaknya generasi yang ideal ada di tangan kaum wanita.
Wanita sebagai hamba Allah juga diperintahkan untuk mempelajari ilmu agama. Rutin menghadiri pengajian, majelis ta’lim dan kajian-kajian keislaman. Ini bertujuan agar para wanita memahami tauhid, perkara-perkara halal haram, pendidikan anak, dan lain-lain yang bertujuan menjadi insan yang bertakwa, bisa mengajari dan membersamai tumbuh kembang anak-anak mereka.
Ibnu Abdil Barr berkata : “Aisyah adalah orang nomer satu pada zamannya dalam 3 ilmu : agama, kedokteran dan syair. Putri Sa’id bin Musayyib pernah menolak lamaran Kholifah Abdul Malik bin Marwan untuk putranya yang bernama Walid bin Abdul Malik. Ia menolak bukan karena harta dan bukan pula karena keturunan, tapi ia khawatir bila putrinya terfitnah agamanya.
Lantas beliau menikahkannya dengan pria miskin tapi berilmu yakni Abu Wada’ah. Ini merupakan bukti, wanita sangat butuh ilmu syar’i agar hidupnya selamat dan bahagia. Wanita di zaman kebesaran Islam memiliki semangat membara dan sangat antusias untuk meraih ilmu yang bermanfaat.
Mau sampai kapan Ibu-ibu pengajian?
Hadits yang sangat masyhur berikut ini mengingatkan betapa pentingnya kewajiban belajar, baik bagi laki-laki maupun perempuan:
طَلَبُ اْلعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلٍّ مُسْلِمٍ
“Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim.” (Shohih diriwayatkan oleh Ibnu Majjah dalam sunannya, no. 224)
Dengan ilmu syar’i niscaya seorang muslimah akan terjaga kehormatannya, istiqomah dan tegar menjalani kehidupan. Begitu pula ketika ia telah berpredikat istri, mereka sangat membutuhkan ilmu bagaimana menjadi istri, ibu, serta pendidik yang baik agar anak-anaknya tumbuh menjadi sosok generasi Qurrota ‘ayun.
Penting pula kita renungkan nasehat Ulama pejuang tatkala memberikan wasiat berharga kepada kaum wanita. Beliau adalah Dr Abdullah Yusuf Azzam, ulama, akademisi dan mujahid yang menghabiskan pemikiran, waktu dan juga biaya demi pembebasan Palestina dari cengkeraman Zionis Israel di era 1990 an. Wasiat tersebut yaitu :
“Wahai Kaum Muslimah,
Jagalah diri kalian dari kemewahan hidup, karena kemewahan adalah musuh berbisa Jihad. Kemewahan akan memalingkan dan membelokkan jiwa kemanusiaan.
Hati-hatilah terhadap kenikmatan hidup cukuplah dengan makan yang perlu-perlu saja.
Didiklah anak-anak kalian dengan kehidupan (perjuangan) yang berat dan keras, dengan sifat kejantanan dan kepahlawanan serta berkemauan untuk Jihad.
Jadikanlah rumah kalian sebagai kandang singa, bukannya kandang ayam yang setelah gemuk dijadikan sembelihan oleh penguasa durhaka.
Tanamkanlah dalam jiwa putra-putra kalian hobby dan kecintaan berjihad. Mencintai pacuan kuda dan bertamasya ke medan pertempuran.
Hiduplah dengan selalu menghayati kesulitan kaum muslimin. Usahakan minimal sekali dalam satu pekan untuk hidup seperti hidupnya kaum Muhajirin dan Mujahidin. Hanya dengan sepotong roti kering dan tidak lebih beberapa teguk air teh sebagai pembasah tenggorokan.”
Demikianlah pentingnya peran dan kedudukan wanita dalam Islam. Tak bisa dipungkiri, kemuliaan perannya tak bisa dilepaskan dari keistiqomahannya memuliakan dan mengamalkan ilmunya yang diperoleh dari pengajian dan majelis-majelis ta’lim.
Indonesia sangat butuh banyak wanita seperti ini, yang menjadi pilar pengokoh sebuah negara menjadi baldatun thoyyibatun wa robbun ghoffur.