BUKAN SEKEDAR RUTINITAS MENGEJAR LAILATUL QADAR
Sudah tidak asing lagi di telinga dan penglihatan kita tersebarnya informasi keutamaan Lailatul Qadar. Di antara keutamaan yang sangat populer adalah 1 Lailatul Qadar lebih baik dari pada seribu bulan. Allaah Ta’aalaa berfirman :
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan ” (QS. Al Qadar [97] : 3)
Maka apabila kita kalkulasi 1000 bulan itu terhitung sama dengan 83,3 tahun Masehi. Begitu dahsyat keutamaannya sehingga wajar saja apabila menjadi buronan bagi orang yang beriman.
Namun di balik Lailatul Qadar itu sendiri merupakan hadiah Allaah Ta’aalaa kepada hambanya yang spesial. Bagi hamba yang pantas mendapatkannya. Tentu bukan sembarangan hamba. Oleh karenanya Lailatul Qadar waktunya misterius. Sehingga setiap hamba memaksimalkan ibadah di 10 hari akhir Bulan Ramadhan.
Memang ciri-ciri Lailatul Qadar sudah disampaikan dalam hadits maupun penjelasan dari Ulama’. Baik dari hitungan hari yang ganjil pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan, cuaca di pagi hari dengan sinar matahari yang redup, turunnya hujan, suasana tenang dst.
Namun ciri-ciri di atas adalah sebatas tanda-tanda Lailatul Qadar. Adapun kita tidak tahu pasti Lailatul Qadar itu sendiri kapan kehadirannya. Yang hanya tahu adalah Allaah Ta’aalaa dan Malaikat yang diberikan izin untuk mengetahuinya.
Namun yang menjadi pertanyaannya apakah kita adalah hamba-Nya yang mendapatkan Lailatul Qadar?
Itupun hanya Allaah Ta’aalaa yang Maha Tahu, apakah kita semua mendapatkan Lailatul Qadar atau tidak. Maka amat lucu kalau di antara kita dengan PD menjamin bahwa kita mendapat Lailatul Qadar. Kendati demikian kita juga tetap berharap dan ikhtiyar yang maksimal untuk menggapai Lailatul Qadar.
Dari rangkaian ibadah di Bulan Ramadhan ini semoga kita tidak terjebak dalam rutinitas sekedar berburu Lailatul Qadar. Namun yang tidak kalah pentingnya adalah menjaga semangat kwalitas dan kwantitas pasca Bulan Ramadhan usai.
Bukan ketika semangat ibadah di saat akhir Bulan Ramadhan saja, namun ketika Bulan Ramadhan usai semangat ibadah menjadi kendor. Na’uudzubillaah min dzaalik
Belum lagi apabila di luar Bulan Ramadhan tidak ada jaminan bahwa pintu surga dibuka, tidak ada jaminan pintu neraka ditutup, tidak ada jaminan syaitan dibelenggu, tidak ada jaminan pahala sunnah dinilai wajib, tidak ada jaminan pahala ibadah wajib dilipat gandakan. Dan tidak ada jaminan – jaminan yang biasa diberikan pada Bulan Ramadhan lagi. Oleh karenanya tantangan dan godaan keimanan lebih berat dari pada di Bulan Ramadhan.
Maka selayaknya kita melazimi do’a yang diajarkan Allaah Ta’aalaa dan Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam supaya tetap istiqamah. Di antaranya :
Q.S. Ali Imran [3] : 8
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
“Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Dzat yang Maha Pemberi (karunia)”
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ
“Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.” (HR. At-Tirmidzi).
اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ القُلُوْبِ صَرِّفْ قُلُوْبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ . َروَاهُ مُسْلِمٌ.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “ALLOHUMMA MUSHORRIFAL QULUUB SHORRIF QULUUBANAA ‘ALA THOO’ATIK (artinya: Ya Allah, Sang Pembolak-balik hati, balikkanlah hati kami untuk taat kepada-Mu).” (HR. Muslim)
Tips berikutnya adalah carilah komunitas orang-orang yang shalih. Karena dengan bersama sahabat yang shalih akan senantiasa menyemangati dalam kebaikan dan mencegah kita dari berbuat kemaksiatan.
Semoga Allaah Ta’aalaa tetap menjaga keistiqamahan kita dalam kebaikan sampai akhir hayat. Aamiin yaa Robb