Dahsyatnya Pemuda dengan Sumpahnya
Oleh: Ustadz Budi Eko Prasetiya, SS
Katib Jamaah Ansharu Syariah Mudiriyah Banyuwangi
Membahas tentang pemuda adalah membahas tentang semangat yang membara dan jiwa pantang menyerah. Dalam perspektif Islam, pemuda adalah bagian dari kelompok masyarakat yang peka dan paling cepat merespons keadaan. Jika ingin memajukan suatu masyarakat dan negara, yang perlu diperjuangkan dan diberikan kepercayaan adalah para pemuda.
Pemuda menjadi bukti sejarah terkait perannya dalam kehidupan dan berjuang di jalan Allah. Dalam Al-Quran pun disebutkan adalah kata _Fityah_ atau para pemuda, bukan siapapun. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
نَّحۡنُ نَقُصُّ عَلَیۡكَ نَبَأَهُم بِٱلۡحَقِّۚ إِنَّهُمۡ فِتۡیَةٌ ءَامَنُوا۟ بِرَبِّهِمۡ وَزِدۡنَـٰهُمۡ
“Kami ceritakan kepadamu (Muhammad) kisah mereka dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka adalah pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan kami menambahkan petunjuk kepada mereka.”(Q S Al Kahfi ayat 13).
Bukti nyata bakti para pemuda dimulai dari tekadnya yang kuat. Tekad yang berlandaskan aqidah yang kuat yang diaplikasikan dengan ketaqwaan yang tercermin dalam semua aspek kehidupan, mulai lingkup pribadi, keluarga, masyarakat dan lingkungan yang lebih luas lagi dalam kehidupan bernegara dan dunia internasional.
Lihatlah, bagaimana sejarah mengabadikan kedahsyatan tekad para pemuda dengan sumpahnya! Sumpah yang menguatkan tekadnya untuk menjaga kemuliaan Islam dan kaum muslimin serta negeri yang ditempatinya,
1. Pemuda yang bersumpah di Perang Badar
“Tunjukkan kepadaku mana yang namanya Abu Jahal!” Pertanyaan itu terlontar dari mulut seorang pemuda berusia 15 tahun bernama Muawwadz bin Afra’ kepada Abdurrahman bin Auf dalam sebuah pertempuran Badar Al-Kubra.
“Apa yang hendak kau lakukan?” ujar Ibnu Auf.
“Saya mendengar ia telah menghina Rasulullah. Demi Allah yang jiwaku berada di tangannya, jika melihatnya, aku akan membunuhnya atau aku mati terbunuh.”
Muawwadz bin Afra tidak sendiri. Bersama sepupunya, Muadz bin Amr, mereka memburu Abu jahal.
Medan Badar bergolak. Darah muda itu mendidih. Dengan gigih mereka menyerang Abu jahal. Muadz melompat dan melayangkan pedangnya pada kaki Abu Jahal. Alhasil kaki itu terputus dari tubuhnya.
2. Pemuda yang menjaga visi-misi pernikahannya
Dikutip dari Kitab Shalah Ad-Din Al-Ayubbi ; Bathal Hiththin wa Muharrir Al-Quds Min Ash-Shalibiyyin (532-589 H) yang ditulis oleh Dr. Abdullah Nashih ‘Ulwan, menyebutkan bahwa Najmuddin Ayyubi rela melajang hingga di usia paruh baya-nya karena menjaga idealisme kriteria pasangan hidupnya yang se visi-misi, yakni melahirkan pemuda dan ksatria yang mampu mengembalikan Baitul Maqdis ke tangan kaum muslimin.
Dari pernikahan dua insan sholeh-sholehah ini lahirlah Shalahudin al Ayyubi yang kelak membangun kejayaan Islam. Keinginan mulia yang kelak diwujudkan anaknya 49 tahun kemudian. Hingga kemudian 52 kota dan istana di dalam dan sekitar Yerusalem jatuh ke tangan Shalahuddin atas kuasa Allah.
3. Sumpah para pemuda Indonesia di era sebelum kemerdekaan
Tiga tahun sebelum bergulirnya Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, berdirilah Perhimpunan Pemuda Islam yang dalam sejarah disebut _Jong Islamieten Bond_ (1 Januari 1925). Meskipun sebelum itu ada organisasi pemuda yang disebut _Jong Java_ (1915) atau Trikoro Dharmo, namun anak organisasi dari Budi Utomo ini dalam catatan sejarah menolak cita-cita persatuan (dalam Kongres 6-9 April 1928 di Surakarta).
Ahmad Mansur Surya Negara dalam Api Sejarah I (2015: 522) menjelaskan bahwa berdirinya JIB membangkitkan perjuangan untuk melepaskan diri dari penindasan Barat serta berjuang menjadi tuan di rumah sendiri. Tidak mengherankan jika pada akhirnya, organisasi pemuda yang melepaskan diri dari keterikatan dasar perjuangan kedaerahan Jawa ini mendorong lahirnya Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (1926) dan Jong Indonesia yang nantinya berperan besar dalam Kongres Pemuda II yang mencetuskan lahirnya Sumpah Pemuda.
Sebelum Kongres Pemuda II (28 Oktober), pada Kongres Pemuda I (27 Oktober), Karto Suwiryo (pemuda 23 tahun) yang diutus oleh Partai Sarikat Islam memberikan gagasan cemerlang untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa penghubung persatuan pemuda. Bahkan, dari JIB ini muncul sosok pemuda muslim yang berdedikasi kepada negeri ini, seperti M Natsir dan M Roem.
Demikianlah peran konkrit pemuda Islam sebelum lahirnya Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Mereka tidak saja berperan dan mencetuskan ide persatuan bangsa, tetapi juga menjaga semangat solidaritas dalam berjuang.
4. Pemuda yang menjaga kehormatan agama dan negaranya
Di balik peristiwa dahsyat 10 November 1945, kita pasti tak lupa dengan nama Bung Tomo. Bung Tomo yang saat itu berusia 25 tahun memiliki andil besar dalam mengobarkan semangat pemuda muslim “arek-arek Suroboyo” lewat pidato-pidatonya yang memompa semangat. Sebelum membacakan pidato yang melegenda itu, Bung Tomo terlebih dahulu sowan kepada Hadratussyaikh KH. Hasyim Asyari, Rais Akbar Nahdlatul Ulama pada saat itu. Bung Tomo izin untuk membacakan pidatonya yang merupakan manifestasi dari resolusi jihad yang sebelumnya telah disepakati oleh para ulama.
Setelah resolusi jihad dicetuskan, ribuan kiai dan santri bergerak ke Surabaya. Pada 10 November 1945 atau tepatnya dua pekan setelah resolusi jihad dikumandangkan, meletuslah peperangan sengit antara pasukan Inggris melawan tentara pribumi dan juga para pemuda muslim yang cuma bersenjatakan bambu runcing. Perang yang berlangsung kurang lebih selama tiga pekan ini akhirnya dimenangkan oleh arek-arek Suroboyo. Pasukan Inggris yang tangguh itu pun lumpuh, dan bertekuk lutut.
Melihat urgennya peran pemuda, kita harus mengambil pelajaran, bahwa peran pemuda sangatlah penting. Sampai– sampai nanti Allah akan mempertanyakan usia muda kita dihabiskan untuk apa? Dan ini tentunya akan kita jawab suatu saat nanti.