Khutbah Jum'at

Khutbah Jumat Edisi 086: “Jama’ah Minal Muslimin Sebagai Perintah Syari’at”

Materi Khutbah Jumat Edisi 086 tanggal 25 Syawal 1437 H ini dikeluarkan oleh

Sariyah Da’wah Jama’ah Ansharusy Syari’ah dapat download di:

 

 

Jama’ah Minal Muslimin Sebagai Perintah Syari’at

(Dikeluarkan Oleh Sariyah Dakwah Jama’ah Ansharusy Syari’ah)

 

KHUTBAH PERTAMA

 

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ وَلاَ رَسُوْلَ بَعْدَهُ، قَدْ أَدَّى اْلأَمَانَةَ وَبَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَنَصَحَ اْلأُمَّةَ وَجَاهَدَ فِيْ سَبِيْلِهِ حَقَّ جِهَادِهِ

اَلصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا الْمُصْطَفَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ سَلَكَ سَبِيْلَهُ وَاهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.رَبِّ اشْرَحْ لِيْ صَدْرِيْ وَيَسِّرْ لِيْ أَمْرِيْ وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِيْ يَفْقَهُوْا قَوْلِيْ

قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. وَقَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. وَقَالَ: وَتَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى

وَقَالَ النَّبِيُ: اِتَّقِ اللهَ حَيْثُ مَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بَخُلُقٍ حَسَنٍ. (رواه الترمذي، حديث حسن)

Jamaah Jum’at  hamba Allah yang  dirahmati Allah SWT.

Segala puji bagi Allah SWT, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepadajunjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya.

Khotib berwasiat kepada diri sendiri khususnya dan jama’ah sekalian marilah kita bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa, semoga kita akan menjadi orang yang istiqamah sampai akhir hayat kita.

Jama’ah Minal Muslimin Sebagai Perintah Syari’at

Nash-nash Al-qur’an dan As-Sunah telah memerintahkan umat Islam untuk menegakkan Imamah (khilafah).  Nash-nash Al-Qur’an dan As-Sunah juga telah memerintahkan kaum muslimin untuk menegakkan sarana menuju imamah itu tersebut, yaitu persatuan umat Islam dalam jama’ah minal muslimin yang mengusung panji-panji dakwah, amar ma’ruf nahi munkar, dan jihad fi sabilillah demi tegaknya imamah dan syari’at Allah di muka bumi. Di antara nash-nash tersebut adalah:

Firman Allah Ta’ala:

أَلَمْ تَرَ إِلَى الْمَلَإِ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ بَعْدِ مُوسَى إِذْ قَالُوا لِنَبِيٍّ لَهُمُ ابْعَثْ لَنَا مَلِكًا نُقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ هَلْ عَسَيْتُمْ إِنْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ أَلَّا تُقَاتِلُوا قَالُوا وَمَا لَنَا أَلَّا نُقَاتِلَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَقَدْ أُخْرِجْنَا مِنْ دِيَارِنَا وَأَبْنَائِنَا فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتَالُ تَوَلَّوْا إِلَّا قَلِيلًا مِنْهُمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ (246)

“Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil sesudah Nabi Musa, Yaitu ketika mereka berkata kepada seorang Nabi mereka: “Angkatlah untuk Kami seorang raja supaya Kami berperang (di bawah pimpinannya) di jalan Allah”. Nabi mereka menjawab: “Mungkin sekali jika kamu nanti diwajibkan berperang, kamu tidak akan berperang”. mereka menjawab: “Mengapa Kami tidak mau berperang di jalan Allah, Padahal Sesungguhnya Kami telah diusir dari anak-anak kami?”[1]. Maka tatkala perang itu diwajibkan atas mereka, merekapun berpaling, kecuali beberapa saja di antara mereka. dan Allah Maha mengetahui siapa orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Baqarah: 246).

Ayat yang mulia ini merupakan dalil yang paling tegas yang memerintahkan beramal dalam jama’ah minal muslimin (amal jama’iy) saat tidak ada imamah/kekuasaan pemerintahan Islam. Dalam ayat ini, Allah menjelaskan keadaan Bani Israil yang tertindas dan terusir dari negeri mereka. Mereka hendak berjihad melawan bangsa zhalim (raja Jalut dan bangsanya) yang telah menindas mereka. Mereka memulai langkah jihad dengan memohon pengangkatan seorang komandan jihad yang akan memimpin mereka. Maka Allah menyetujui permohonan mereka, dan mengangkat Thalut sebagai pemimpin mereka,

Allah SWT berfirman:

“Nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu.” mereka menjawab: “Bagaimana Thalut memerintah Kami, Padahal Kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?” Nabi (mereka) berkata: “Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang Luas dan tubuh yang perkasa.” Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 247).

Thalut memimpin mereka berjihad melawan pasukan raja Jalut. Berkat kesabaran dan keteguhan mereka di medan Jihad, Allah mengaruniakan kemenangan kepada mereka. Raja Jalut tewas di tangan Daud dengan izin Allah, Daud yang merupakan seorang mujahid dalam barisan komandan Thalut.[2]

Kondisi umat Islam dewasa ini tertindas oleh bangsa-bangsa adidaya kafir. Negeri-negeri mereka diagresi secara militer, kekayaan alam mereka dirampas, urusan ekonomi, politik, dan budaya social mereka dimonopoli dan didikte. Ribuan wanita, anak-anak, dan orang tua yang tak berdosa dibombardir secara keji di Afghan, Palestina, Irak, Kasymir, Moro, Pattani, Chechnya, Xinjiang, dan lain-lain. Syariat Islam disingkirkan. Para ulama dan dai ditangkapi dan disiksa secara keji. Generasi muda umat Islam diracuni lewat sekularisme, liberalism, pluralism, materialism, demokrasi, hedonism, dan paham-paham sesat lainnya. Perjuangan umat Islam untuk membela agama, nyawa, harta, akal, wilayah, dan keturunan mereka mutlak menuntut aksi jihad. Dan jihad mutlak memerlukan organisasi yang rapi dengan pimpinan yang cakap, sebagaimana diajarkan dalam ayat yang mulia di atas. Maka, mengikuti jama’ah minal muslimin yang mengangkat panji jihad fi sabilillah  yang lurus adalah wajib berdasar kandungan ayat yang mulia diatas.[3]

Jama’ah Minal Muslimin Sebagai Tuntutan Realita[4]

Menjalani kehidupan secara berorganisasi, berjama’ah, bertanzhim, atau nama-nama lain yang semisal adalah sebuah kewajiban syar’iy dan tuntutan realita. Sebagai makhluk social, manusia mutlak hidup bersama orang lain dalam sebuah ikatan yang diatur oleh sejumlah aturan yang disepakati bersama. Dan sebagai seorang muslim, kehidupan bersama tersebut adalah sebuah ibadah yang didasarkan kepada dan diatur oleh sejumlah aturan syari’at.

Manusia mutlak membutuhkan kehadiran orang lain. Fitrah untuk hidup berkelompok ini perlu diatur oleh sejumlah aturan yang disepakati bersama, dengan tujuan menjaga kerukunan hidup bersama, menegakkan kebenaran dan keadilan di antara mereka, dan mencegah terjadinya kezaliman diantara sesame. Kehidupan berjama’ah seperti ini akan mendatangkan kekuatan dan kemapaman. Sebaliknya, kehidupan secara individual dan cerai-berai akan menimbulkan perpecahan, kezaliman, dan kelemahan.

Realita ini ditegaskan oleh firman Allah Ta’ala,

وَالَّذِينَ كَفَرُوا بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ إِلَّا تَفْعَلُوهُ تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيرٌ (73)

“Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. jika kamu (hai Para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu[5], niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (QS. Al-Anfal: 73).

عَلَيْكُمْ بِالجَمَاعَةِ وَإِيَّاكُمْ وَالفُرْقَةَ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ مَعَ الوَاحِدِ وَهُوَ مِنَ الِاثْنَيْنِ أَبْعَدُ، مَنْ أَرَادَ بُحْبُوحَةَ الجَنَّةِ فَلْيَلْزَمُ الجَمَاعَةَ

“Hendaklah kalian mengikuti al-jama’ah dan jauhilah perpecahan, karena sesungguhnya setan itu bersama satu orang, dan dia lebih jauh dari dua orang. Barangsiapa  yang menginginkan intinya surge hendaklah ia mengikuti al-jama’ah.”[6]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Majmu’ Fatawa 28/390-392 berkata:

“Harus diketahui bahwa mengendalikan  urusan manusia termasuk kewajiban dien yang paling agung, bahkan dien dan dunia tidak akan tegak tanpa adanya kepemimpinan. Kemaslahatan manusia tidak akan sempurna kecuali dengan berjama’ah/berkumpul (berorganisasi) di antara mereka, karena satu sama lain saling membutuhkan, dan setiap perkumpulan harus ada pemimpinnya sebagaimana sabda Rasulullah SAW (beliau menyebutkan hadits-hadits diatas-penj). Rasulullah SAW mewajibkan mengangkat seorang pemimpin dalam sebuah perkumpulan paling kecil (3 0rang -penj) dan sementara dalam perjalanan, untuk mengingatkan wajibnya mengangkat pemimpin untuk seluruh perkumpulan lainnya.”[7]

Segala tatanan yang baik dan tertib senantiasa mendasari kesuksesan, baik dalam perkara yang batil maupun perkara yang hak. Sistem organisasi yang rapi bisa kita jumpai di kalangan supir angkot, stasiun kereta api, pasar, sekolah, RT, RW, Kelurahan, Negara, dan dunia. Mereka berorganisasi, terikat oleh aturan bersama, dan taat kepada satu pemimpin. Bukankah lebih pantas dan lebih wajib bagi umat Islam yang mengemban tugas mewujudkan tujuan paling mulia dalam kehidupan ini, memiliki satu organisasi yang rapi? Bukankah Islam memerintahkan untuk menghimpun potensi dan kesatuan kaum muslimin, serta melarang perpecahan? Dalam menghadapi musuh, manakah yang lebih baik: secara bersama-sama atau sendiri-sendiri?

Sesungguhnya Islam yang agung ini bukanlah agama yang bersifat individual dan kependetaan (kerahiban), tetapi agama yang menghimpun antara dunia dan akhirat; agama satu jama’ah, satu umat dan satu jasad. Apabila ada satu anggota mengeluhkan rasa sakit maka seluruh tubuh akan merasakan demam dan tidak bisa tidur. Islam adalah agama yang menuntut setiap muslim agar memperhatikan persoalan kaum muslimin di seluruh penjuru dunia; memperhatikan segenap penderitaan dan permusuhan yang mereka hadapi.[8]

Sesungguhnya ribuan kaum muslimin yang dibantai, kehormatan wanita-wanita muslimah yang dinodai, anak-anak mereka yang tumbuh tidak sesuai dengan prinsip Islam, pengabaian syari’at Islam dan penggantiannya dengan undang-undang buatan manusia, pendangkalan aqidah, penodaan terhadap tempat-tempat suci kaum muslimin, agresi militer, invasi pemikiran dan moral, dan pengadu-dombaan antar kaum muslimin. Kesemua ini, apakah dapat diterima oleh keislaman seorang muslim yang tidak tergugah dan tidak tergerak sama sekali melihat “bencana dan malapetaka” ini?.

Jika telah kita ketahui bahwa tiada jalan lain untuk memperbaiki semua itu serta mengubah realitas ini kecuali dengan menegakkan Negara Islam (Imamah) yang memberikan kekuasaan bagi Dien Allah, menjalankan syari’atNya, melindungi nyawa, anak, bumi, dan harta kaum muslimin. Maka Islam menjadikan pemerintahan sebagai salah satu pokok ajarannya.

Apabila telah kita ketahui bahwa tanggung jawab menegakkan Daulah Islamiyah berlaku bagi setiap muslim dan muslimah –bukan hanya tanggung jawab para pemimpin dan ‘Ulama- maka adalah kewajiban setiap muslim dan muslimah untuk berperan serta dan berpartisipasi dalam melaksanakan perintah Islam ini, disamping merupakan tuntutan watak tahapan dakwah Islam yang kita jalani sekarang, setelah jatuhnya Khilafah Islamiyah.

Orang yang membatasi perjuangannya pada aspek keilmuan, ibadah ritual, dzikir, atau amal kebaikan; tanpa berusaha menunaikan kewajiban menegakkan Daulah Islamiyah, mereka tetap berdosa serta belum melaksanakan kewajiban. Ilmu dan peribadatan ritual tidak akan meninggikan kemuliaan umat Islam yang hanya bisa diraih dengan jalan jihad fi sabilillah, apalagi jika kaum muslimin tetap menjadi “makanan empuk” musuh-musuh Allah yang selalu menodai kehormatan. Toh pada akhirnya musuh-musuh Islam itu akan melarang para “ahli dzikir”, “ahli ibadah” dan “pengemban ilmu” tersebut melakukan kegiatan ibadah ritual dan ilmunya, kemudian membentuk anak-anak Islam dengan prinsip-prinsip non-Islami secara murni.

Karena kewajiban asasi dan penting ini -menegakkan Negara Islam- tidak akan tercapai melalui upaya-upaya individual, tetapi harus melalui amal jama’iy yang terencana dan terprogram, maka berjama’ah dan beramal jama’iy  adalah wajib bagi setiap muslim dan muslimah. Tidak boleh bekerja atau berjuang secara individual dan tidak terencana. Sesuai kaidah ushuliyah: “Suatu kewajiban yang tidak akan sempurna kecuali dengan suatu (sarana), maka sesuatu itu menjadi wajib”.[9]

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ

Wallahul muwaffiq.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَالْعَصْرِ، إِنَّ الإِنسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ، إِلاَّ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ

 

KHUTBAH KEDUA

 

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

جَمَاعَةَ الْجُمُعَةِ، أَرْشَدَكُمُ اللهُ. أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا وَيَرْزُقُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ.اَللَّهُمَ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ.اَللَّهُمَّ انْصُرِ الْمُجَاهِدِيْنِ فِيْ كُلِّ مَكَانٍ وَزَمَانٍ

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ.رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ اْلأَبْرَارِ.رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَّسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا، رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِن قَبْلِنَا، رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ، وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنتَ مَوْلاَنَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.اَللَّهُمَّ إِنَا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَجَنَّتَكَ وَنَسْأَلُكَ شَهَادَةً فِيْ سَبِيْلِكَ.اَللَّهُمَّ أَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُبْتَدِعَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ أَعْدَائَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ

اَللَّهُمَّ شَتِّتْ شَمْلَهُمْ وَمَزِّقْ جَمْعَهُمْ وَزَلْزِلْ أَقْدَامَهُمْ وَأَلْقِ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الرُّعْبَ.اَللَّهُمَّ عَذِّبْهُمْ عَذَابًا شَدِيْدًا وَحَسِّبْهُمْ حِسَابًا ثَقِيْلاً.رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

 

[1]  Maksudnya: mereka diusir dan anak-anak mereka ditawan.

[2]  Ibid. hlm.576.

[3]  Ibid.

[4]  Abu Amar dan Abu Fatiah Al-Adnani, Mizanul Muslim, ( Cordova Mediatama : Jawa Tengah, 2010) Jilid 2, hlm.569.

[5]  Yang dimaksud dengan apa yang telah diperintahkan Allah itu: keharusan adanya persaudaraan yang teguh antara kaum muslimin.

[6]  HR. At-Tirmidzi hadits ini shahih.

[7]  Majmu’ Fatawa 28/390-392.

[8]  Ibid.

[9]  Ibid.

Lihat lebih banyak

Artikel terkait

Back to top button