Khutbah Jumat Edisi 085: “Tidak Ada Islam Tanpa Jama’ah”
Materi Khutbah Jumat Edisi 085 tanggal 17 Syawal 1437 H ini dikeluarkan oleh
Sariyah Da’wah Jama’ah Ansharusy Syari’ah dapat download di:
Tidak Ada Islam Tanpa Jama’ah
(Dikeluarkan Oleh Sariyah Dakwah Jama’ah Ansharusy Syari’ah)
KHUTBAH PERTAMA
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ وَلاَ رَسُوْلَ بَعْدَهُ، قَدْ أَدَّى اْلأَمَانَةَ وَبَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَنَصَحَ اْلأُمَّةَ وَجَاهَدَ فِيْ سَبِيْلِهِ حَقَّ جِهَادِهِ
اَلصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا الْمُصْطَفَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ سَلَكَ سَبِيْلَهُ وَاهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.رَبِّ اشْرَحْ لِيْ صَدْرِيْ وَيَسِّرْ لِيْ أَمْرِيْ وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِيْ يَفْقَهُوْا قَوْلِيْ
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. وَقَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. وَقَالَ: وَتَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى
وَقَالَ النَّبِيُ: اِتَّقِ اللهَ حَيْثُ مَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بَخُلُقٍ حَسَنٍ. (رواه الترمذي، حديث حسن)
Jamaah Jum’at hamba Alloh yang dirahmati Alloh SWT.
Segala puji bagi Alloh SWT, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepadajunjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga, dan para sahabatnya.
Khotib berwasiat kepada diri sendiri khususnya dan jama’ah sekalian marilah kita bertaqwa kepada Alloh dengan sebenar-benarnya taqwa, semoga kita akan menjadi orang yang istiqamah sampai akhir hayat kita.
Sungguh banyak dalil-dalil yang menyerukan untuk berpegang teguh kepada jama’ah dan peringatan atas memisahkan diri dari jama’ah, dan ancaman bagi orang yang keluar dari jama’ah, dan bahwa sesungguhnya orang yang menyimpang dari jama’ah maka sungguh dia telah menjerumuskan dirinya ke neraka, dan sesungguhnya orang yang keluar dari jama’ah lalu dia mati maka dia mati dalam keadaan mati jahiliyyah.[1]
PENGERTIAN JAMA’AH
Bahasa
الْجَمَاعَةُ هِيَ الاِجْتِمَاعُ وَ ضِدُّهَا التَّفرُّقُ
Secara bahasa kata Al Jama’ah terambil dari kata Al Ijtima’ (perkumpulan) lawan kata dari At Tafarruq (perpecahan) [2]
الْجَمَاعَةُهِيَالاِجْتِمَاعوَضِدُّهَاالفِرْقَةُ
Secara bahasa kata Al Jama’ah terambil dari kata Al Ijtima’ (perkumpulan), dan lawan kata dariAl Firqoh(Golongan) [3]
Istilah
وَ الْجَمَاعَةُ طَائِفَةٌ مِنَ النَّاسِ يَجْمَعُهَا غَرْضٌ وَاحِدٌ
Al Jama’ah bermakna : Sekelompok manusia yang berkumpul dalam satu tujuan [4]
Penjelasan :
– Jama’ah dalam arti Al Ijtima’ (perkumpulan) lawan kata dari At Tafarruq (perpecahan) mengisyaratkan agar kaum muslimin berkumpul dalam satu perkumpulan dan dilarang berselisih, bertikai, bermusuhan yang akan mengakibatkan perpecahan, karena perpecahan adalah haram. Sebagaimana firman Allah :
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai…” (QS. Ali Imran : 103)
– Kata Al Jama’ah terambil dari kata Al Ijtima’ (perkumpulan), dan lawan kata dariAl Firqoh (Golongan) mengisyaratkan agar kaum muslimin tetap terjaga persatuan dan kesatuannya harus satu manhaj, satu aqidah, satu sistem yang bersumberkan Al-Qur’an dan As-Sunnah maka dilarang berfirqoh (bergolongan) yang bermakna keluar atau menyimpang dari sumber Al-Qur’an dan Sunnah, atau mengikuti jalan lain selain hukum/system/ajaran Islam yang menyebabkan berfirqoh (bergolong-golongan sesat dengan bermacam-macam system/paham/aliran sesat). Allah SWT berfirman :
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (QS. Al-An-‘An’am : 153)
Orang Islam yang mengikuti hukum, kepercayaan, system, dan jalan selain Islam berarti telah memecah belah agamanya dan persatuan orang beriman. Merekalah orang munafiq yang disebutkan di dalam Al-Quran surat An-Nisa : 142-143 : “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. Mereka dalam Keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir): tidak masuk kepada golongan ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir), Maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya.”
– Asy-Syathibi mengutip pernyataan sebagian ulama, bahwa para sahabat banyak yang berbeda pendapat sepeninggal Nabi shallallahu alaihi wasallam, tetapi mereka tidak bercerai berai. Karena perbedaan mereka berkaitan dengan hal-hal yang masuk dalam konteks ijtihad dan istinbath dari al-Qur’an dan Sunnah dalam hukum-hukum yang tidak mereka temukan nash-nya.[5]
– Jadi, setiap persoalan yang timbul dalam Islam, lalu orang-orang berbeda pendapat mengenai hal tersebut dan perbedaan itu tidak menimbulkan permusuhan, kebencian dan perpecahan, maka kami meyakini bahwa persoalan tersebut masuk dalam koridor Islam.
– Sedangkan setiap persoalan yang timbul dalam Islam, lalu menyebabkan permusuhan, kebencian, saling membelakangi dan memutus hubungan, maka hal itu kami yakini bukan termasuk urusan agama.
– Persoalan tersebut berarti termasuk yang dimaksud oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam menafsirkan ayat berikut ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada ‘Aisyah, “Wahai ‘Aisyah, siapa yang dimaksud dalam ayat, “Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka menjadi bergolongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka”, (QS. 6 : 159)?” ‘Aisyah menjawab: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Mereka adalah golongan yang mengikuti hawa nafsu, ahli bid’ah dan aliran sesat dari umat ini.” Demikian uraian Asy-Syathibi. Maka tidak semua firqoh dholalah, tidak semua kelompok dari jamaah minal muslimin sesat tapi ada firqoh najiyah.
Pengertian Jama’ah secara makna menurut para ahli ‘ilmu)[6]
1) Jama’ah adalah sawadul a’dhom (jumlah yang terbesar / mayoritas) dari kaum muslimin yang terdiri dari para mujtahid ummat, ulama’-ulama-nya, para ahli syari’ah dan ummat yang mengikuti mereka. Selain mereka yang disebutkan di atas (yang keluar dari makna jamaah diatas) adalah Ahlul Bid’ah.
2) Jama’ah adalah jama’ah-nya para aimmah mujtahidindari ahli fiqh, ahli hadits dan ahli ilmu. Dan barangsiapa yang keluar dari mereka maka ia mati seperti dalam keadaan Jahiliyyah. Karena ulama’ adalah hujjah Allah atas seluruh ummat manusia.
3) Jama’ah adalah para shahabatradhiallaahu ‘anhum saja. Yang maksud dari luzumul-Jama’ah disini adalah meng-iltizami dan mengikuti petunjuk apa saja yang ada pada mereka. Karena merekalah penegak pilar-pilar Ad-Dien dan mereka mustahil bersepakat dalam kesesatan.
4) Jama’ah adalah jama’ah orang-orang Islam apabila mereka berkumpul (sepakat) dalam satu masalah, yang wajib bagi yang lain mengikuti mereka.
Umar bin Khottob radhiallahu ‘anhu berkata:
عَنْ تَمِيْمٍ الدَّارْيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: تَطَاوَلَ النَّاسُ فِي الْبِنَاءِ فِيْ زَمَنِ عُمَرَ فَقَالَ عُمَرُ: يَا مَعْشَرَ الْعُرَيْبِ، الأَرْضَ الأَرْضَ، إِنَّهُ لاَ إِسْلاَمَ اِلاَّ بِجَمَاعَةٍ، وَلاَ جَمَاعَةَ اِلاَّ بِإِمَارَةٍ، وَلاَ إِمَارَةَ اِلاَّ بِطَاعَةٍ، فَمَنْ سَوَّدَهُ قَوْمُهُ عَلَى الْفِقْهِ كَانَ حَيَاةً لَهُ وَلَهُمْ، وَمَنْ سَوَّدَهُ قَوْمُهُ عَلَى غَيْرِ فِقْهٍ كَانَ هَلاَكاً لَهُ وَلَهُمْ
Dari Tamim Ad-Dari radhiallahu ‘anhu ia berkata: “Orang-orang berlomba-lomba mempertinggi bangunan pada zaman Umar, lalu Umar berkata: ‘Wahai masyarakat Arab ingatlah, ingatlah, sesungguhnya tidak ada Islam kecuali dengan berjama’ah, dan tidak ada jama’ah kecuali dengan adanya kepemimpinan, dan tidak ada (gunanya) kepemimpinan kecuali dengan ketaatan. Barangsiapa yang dihormati kaumnya karena ilmu, hal demikian membawa kebaikan untuk kehidupan dirinya dan masyarakatnya, dan barangsiapa yang dihormati oleh kaumnya bukan karena ilmu, maka ia hancur (begitu juga dengan) kaumnya’ “.(HR. Ad-Darimi).[7]
Hadits Hudzaifah bin Al Yaman radhiallahu ‘anhu yang pernah mengatakan :
أَنَّهُ سَمِعَ حُذَيْفَةَ بْنَ اليَمَانِ، يَقُولُ: كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الخَيْرِ، وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنِ الشَّرِّ، مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ [ص:52] وَشَرٍّ، فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الخَيْرِ، فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الخَيْرِ مِنْ شَرٍّ؟ قَالَ: «نَعَمْ» قُلْتُ: وَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ؟ قَالَ: «نَعَمْ، وَفِيهِ دَخَنٌ» قُلْتُ: وَمَا دَخَنُهُ؟ قَالَ: «قَوْمٌ يَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي، تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ» قُلْتُ: فَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الخَيْرِ مِنْ شَرٍّ؟ قَالَ: «نَعَمْ، دُعَاةٌ عَلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ، مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا» قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا، قَالَ: «هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا، وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا» قُلْتُ: فَمَا تَأْمُرُنِي إِنْ أَدْرَكَنِي ذَلِكَ؟ قَالَ: «تَلْزَمُ جَمَاعَةَ المُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ» قُلْتُ: فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلاَ إِمَامٌ؟ قَالَ: «فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الفِرَقَ كُلَّهَا، وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ، حَتَّى يُدْرِكَكَ المَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ
“Orang-orang biasanya bertanya kepada Rasululah SAW tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya tentang keburukan, khawatir keburukan akan menimpaku. Aku bertanya, ’Wahai Rasulullah, sesungguhnya dahulu kami dalam kejahiliyahan dan keburukan, lalu Allah mendatangkan kepada kami kebaikan ini. Lalu apakah setelah kebaikan ini ada keburukan? Rasulullah SAW menjawab,’Iya’ Maka aku bertanya,’Apakah setelah keburukan ini ada kebaikan?’ Rasulullah SAW menjawab, ‘Iya dan padanya [kebaikan] ada asap.” Aku bertanya,’Apa asapnya?’Rasulullah SAW bersabda,’Ada satu kaum yang berperilaku dengan selain sunnahku, dan berpetunjuk dengan selain petunjukku.
Sebagian dari mereka kamu ketahui dan kamu akan mengingkarinya.” Aku bertanya, ’Apakah setelah kebaikan ini akan ada keburukan?’ Rasulullah SAW menjawab, ’Iya, yaitu ada para dai (penyeru) di pintu-pintu Jahannam. Barangsiapa yang menyambut seruan mereka, mereka akan melemparkannya ke dalam Jahannam.’ Aku bertanya, ’Wahai Rasulullah, jelaskan sifat mereka kepada kami? ’Rasulullah SAW bersabda, ’Baik, mereka adalah satu kaum yang kulitnya sama dengan kulit kita, mereka berbicara dengan lisan kita.’ Aku bertanya,’Lalu apa pendapat Anda jika hal itu menimpa diriku?’ Rasulullah SAW menjawab,’Berpeganglah dengan jamaah kaum muslimin dan Imam mereka.’ Aku bertanya,’Lalu jika tidak ada lagi jamaah kaum muslimin dan Imam mereka?’ Rasulullah SAW bersabda, ’Maka jauhilah kelompok-kelompok itu semuanya, walaupun kamu harus menggigit akar pohon hingga maut menjemputmu sedangkan kamu tetap dalam keadaan yang demikian itu.” (HR Muslim, no 1847).
Dalam hadits ini terdapat isyarat dari Rasulullah SAW mengenai hancurnya Khilafah, yaitu dari taqrir(persetujuan) Rasululllah SAW terhadap pertanyaan Hudzaifah, yang berbunyi (فقلت: فإن لم تكن لهم جماعة ولا إمام؟ ). Artinya, “Aku (Hudzaifah) bertanya,’Lalu jika tidak ada lagi jamaah kaum muslimin dan Imam mereka?” Pertanyaan Hudzaifah tersebut tidakdiingkari atau dibantah oleh Rasulullah SAW. Maka sikap Rasulullah SAW ini menunjukkan adanya taqriir bahwa suatu saat di tengah umat Islam tidak akan ada lagi jamaah kaum muslimin dan imam mereka.
Dan subhaanallah hal ini telah benar-benar terjadi pada saat runtuhnya Khilafah di Turki tahun 1924.
Sikap Umat Islam Terhadap Runtuhnya Khilafah
Sesungguhnya Islam tidak hanya memberi isyarat mengenai runtuhnya Khilafah, namun juga memberikan isyarat dan petunjuk bagaimana seharusnya umat Islam bersikap terhadap runtuhnya Khilafah di Turki tahun 1924 tersebut.
Terdapat tiga sikap paling pokok yang wajib diambil umat Islam dalam menyikapi runtuhnya Khilafah, yaitu; Pertama, umat Islam hendaknya berpandangan bahwa runtuhnya Khilafah adalah suatu keburukan, bukan suatu kebaikan. Kedua, umat Islam hendaknya bersikap sabar dan berpegang teguh dengan Islam dalam kondisi tiadanya Khilafah, bukan malah larut dan melepaskan diri dari ajaran Islam.Ketiga, umat Islam hendaknya berjuang menegakkan kembali Khilafah di muka bumi, bukan berdiam diri atau malah mendukung kondisi yang ada.
Sikap pertama, hendaknya kita umat Islam berpandangan bahwa runtuhnya Khilafah adalah suatu keburukan, bukan suatu kebaikan. Cara pandang seperti ini berasal petunjuk Rasulullah SAW dalam hadits Hudzaifah yang panjang di atas. Dalam hadits tersebut, Hudzaifah bertanya kepada Rasulullah SAW,”Apakah setelah kebaikan (yang ada asapnya) akan ada keburukun (syarr)?” Maka Nabi Muhammad SAW menjawab, “Iya” Kemudian Nabi SAW menjelaskan lebih jauh keburukan apa yang dimaksud, yaitu adanya para dai (penyeru) yang berada di pintu jahannam dan seterusnya, hingga kondisi hilangnya jamaah kaum muslimin dan imam mereka. Jadi, kondisi umat saat ini ketika Khilafah tidak ada, adalah kondisi yang syarr (buruk). Inilah petunjuk Nabi SAW mengenai cara memandang kondisi tiadanya Khilafah.
Jika ada di antara umat Islam yang memandang baik kondisi tiadanya Khilafah, berarti mereka memang sudah meninggalkan petunjuk Nabi SAW, dan sebaliknya mengikuti cara pandang kaum kafir khususnya orang Yahudi dan Nashrani. Dalam masalah ini Rasulullah SAW pernah bersabda :
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ، الشِّبْرَ بِالشِّبْرِ، وَالذِّرَاعَ بِالذِّرَاعِ، وَالْبَاعَ بِالْبَاعِ، حَتَّى لَوْ أَنَّ أَحَدَهُمْ دَخَلَ جُحْرَ ضَبٍّ لَدَخَلْتُمُوهُ ” قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ، أَمِنَ الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى؟ قَالَ: ” مَنْ إِذًا “
“Sungguh kalian akan mengikuti jalan-jalan [hidup] orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal sehasta demi sehasta, bahkan kalau mereka memasuki lubang biawak niscaya kalian akan tetap mengikutinya.” Kami (para shahabat) bertanya,”Wahai Rasulullah, apakah mereka itu orang-orang Yahudi dan Nashara?” Rasulullah SAW menjawab,”Lalu siapa?” (HR Bukhari no 3279).
Sikap kedua, umat Islam hendaknya bersikap sabar dan berpegang teguh dengan syariah Islam dalam kondisi tiadanya Khilafah, bukan melepaskan diri dari ajaran Islam. Tuntunan sikap seperti ini dapat kita ketahui dari sabda-sabda Rasulullah SAW, antara lain dalam sabda beliau SAW :
ألا إن الكتاب والسلطان سيفترقان فلا تفارقوا الكتاب
“Perhatikanlah! Sesungguhnya Al Qur`an dan kekuasaan akan terpisah. Maka janganlah kamu berpisah dari Al Qur`an!” (HR Thabrani).
Hadits tersebut memerintahkan kita untuk tidak berpisah dari Al Qur`an manakala Khilafah sudah tidak ada di tengah umat. Perintah untuk tak berpisah dengan Al Qur`an ini tiada lain adalah perintah agar umat Islam tetap berpegang teguh dengan syariah Islam dalam kondisi tidak adanya Khilafah saat ini.
Sikap tersebut juga ditunjukkan oleh sabda Rasulullah SAW kepada Hudzaifah bin Al Yaman ketika jamaah kaum muslimin dan imam mereka lenyap :
فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الفِرَقَ كُلَّهَا، وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ، حَتَّى يُدْرِكَكَ المَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ
“Maka jauhilah kelompok-kelompok itu semuanya, walaupun kamu harus menggigit akar pohon hingga maut menjemputmu sedangkan kamu tetap dalam keadaan yang demikian itu.” (HR Muslim).
Hadits ini memerintahkan kita untuk menjauhkan diri dari semua kelompok yang mengajak kepada Jahannam, yaitu kelompok-kelompok yang berdiri di atas dasar kekufuran, seperti sekularisme, demokrasi, nasionalisme, sosialisme, Marxisme, komunisme, dan sebagainya. Selain itu, hadits ini juga memeritahkan kita untuk bersabar menghadapi kerasnya zaman (syiddah az amaan), yang dapat dipahami dari sabda beliau,”walaupun kamu harus menggigit akar pohon.” Termasuk kerasnya zaman adalah sulitnya berpegang teguh atau konsisten dengan Islam di tengah masyarakat demokrasi-sekuler yang rusak saat ini setelah hancurnya Khilafah.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ
Wallahul muwaffiq.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَالْعَصْرِ، إِنَّ الإِنسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ، إِلاَّ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ
KHUTBAH KEDUA
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
جَمَاعَةَ الْجُمُعَةِ، أَرْشَدَكُمُ اللهُ. أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا وَيَرْزُقُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ.اَللَّهُمَ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ.اَللَّهُمَّ انْصُرِ الْمُجَاهِدِيْنِ فِيْ كُلِّ مَكَانٍ وَزَمَانٍ
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ.رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ اْلأَبْرَارِ.رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَّسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا، رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِن قَبْلِنَا، رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ، وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنتَ مَوْلاَنَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.اَللَّهُمَّ إِنَا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَجَنَّتَكَ وَنَسْأَلُكَ شَهَادَةً فِيْ سَبِيْلِكَ.اَللَّهُمَّ أَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُبْتَدِعَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ أَعْدَائَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ
اَللَّهُمَّ شَتِّتْ شَمْلَهُمْ وَمَزِّقْ جَمْعَهُمْ وَزَلْزِلْ أَقْدَامَهُمْ وَأَلْقِ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الرُّعْبَ.اَللَّهُمَّ عَذِّبْهُمْ عَذَابًا شَدِيْدًا وَحَسِّبْهُمْ حِسَابًا ثَقِيْلاً.رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
[1]Dr. Sholah Showy, Jama’ah Al-Muslimin mafhumuha wa kaifiyah luzumiha fi waqi’ina al-Mu’ashir
(Kairo : Daru Ash-Shofwah). Hlm.9.
[2] Lisanul Arob Al Muhith Ibnu Mandhur
[3] Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah, III/157
[4] Al Mu’jamul Wasith , I/135
[5] al-Imam Abu Ishaq Asy-Syathibi telah menguraikan dalam kitabnya, al-I’tisham
[6] Dr. Sholah Showy, Jama’ah Al-Muslimin mafhumuha wa kaifiyah luzumiha fi waqi’ina al-Mu’ashir
(Kairo : Daru Ash-Shofwah). Hlm.19.
[7] Diriwayatkan oleh Ad-Darimi dalam muqoddimah Bab Hilangnya Ilmu no. hadits 257. Husain Asad (muhaqqiq sunan Ad-Darimi) menyebutkan bahwa dalam sanadnya terdapat dua cacat: 1) Shofwan bin Rustum yang tidak diketahui, 2) sanad terputus karena Abdur Rohman bin Maisaroh meriwayatkan hadits dari Tamim Ad-Dari, dari Umar. Ibnu Maisaroh tidak berjumpa dengan Tamim. Dr. Muhammad bin Umar Bazmul berkata: Ibnu Abdil Bar menyebutkan (At-Tamhid – Fathul Malik X/391) riwayat dengan sanad yang memiliki kelemahan yang bisa menjadi syahid untuk hadits ini dari jalan Muhammad bin Yazid Abi Hisyam, dari Ishaq bin Sahal, dari Al-Mughiroh bin Muslim, dari Qotadah, dari Abu Darda’ rodhiallahu ‘anhu berkata: Tidak ada Islam kecuali dengan ketaatan. Tidak ada kebaikan kecuali dalam jamaah. Nashihah itu adalah untuk Allah, kholifah, dan orang-orang mukmin secara umum.
Dengan riwayat ini maka atsar ini menjadi naik derajatnya menjadi hasan lighoirih –insya Allah–, apalagi terdapat beberapa hadits shohih yang semakna dengannya.