Khutbah Jumat Edisi 119: “Jihadul Kalimah Sebagai Strategi Pemenangan Islam di Indonesia”
Materi Khutbah Jumat Edisi 119 tanggal 18 Jumadil Akhir 1438 H ini dikeluarkan oleh
Sariyah Da’wah Jama’ah Ansharusy Syari’ah dapat download di:
Jihadul Kalimah Sebagai Strategi Pemenangan Islam di Indonesia
(Dikeluarkan Oleh Sariyah Dakwah Jama’ah Ansharusy Syari’ah)
KHUTBAH PERTAMA
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ وَلاَ رَسُوْلَ بَعْدَهُ، قَدْ أَدَّى اْلأَمَانَةَ وَبَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَنَصَحَ اْلأُمَّةَ وَجَاهَدَ فِيْ سَبِيْلِهِ حَقَّ جِهَادِهِ
اَلصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا الْمُصْطَفَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ سَلَكَ سَبِيْلَهُ وَاهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.رَبِّ اشْرَحْ لِيْ صَدْرِيْ وَيَسِّرْ لِيْ أَمْرِيْ وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِيْ يَفْقَهُوْا قَوْلِيْ
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. وَقَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. وَقَالَ: وَتَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى
وَقَالَ النَّبِيُ: اِتَّقِ اللهَ حَيْثُ مَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بَخُلُقٍ حَسَنٍ. (رواه الترمذي، حديث حسن)
Jama’ah Jum’at hamba Allah yang dirahmati Allah SWT.
Segala puji bagi Allah SWT, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya.
Khotib berwasiat kepada diri sendiri khususnya dan jama’ah sekalian marilah kita bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa, semoga kita akan menjadi orang yang istiqamah sampai akhir hayat kita.
AKSI BELA ISLAM I, II dan III Adalah Karunia Alloh Yang Wajib Disyukuri
Sebagaimana diketahui, umat Islam Bangsa Indonesia, khususnya para tokoh dan ulama, maupun Habaibnya, insya Alloh, dan mudah-mudahan secara umum mempunyai pemahaman Islam yang komprehensif (syamil), memahami dan meyakini bahwa syari’ah Islam mestilah ditegakkan sesuai dengan kemampuan, baik dalam urusan pribadi, keluarga, masyarakat, sampai kepada ranah ketatanegaraan dan kepemimpinan tertinggi dalam sebuah negara (al Imaamah al ‘Udzma). Ini semua dilakukan sebagai realisasi penghambaan (ibadah) kita umat Islam Bangsa Indonesia, hanya kepada Alloh semata.
Adanya idealisme itu, yaitu pemahaman yang konprehensif dan syamil tentang Islam, ternyata telah diwariskan oleh para founding fathers Bangsa, sekaligus para tokoh pergerakan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Meski para ulama, habaib, dan tokoh-tokoh umat Islam pada umumnya, terutama para tokoh umat Islam di era kemerdekaan mempunyai pemahaman Islam yang komprehensif (syamil) dan ingin menerapkannya secara kaffah, namun barangkali karena terbatasnya kemampuan dan dahsyatnya konspirasi pihak-pihak yang tidak menyukai tegaknya Islam di Indonesia (negara muslim terbesar di dunia), baik dari dalam negeri, apa lagi luar negeri sejak pasca merdeka hingga kini, maka kiranya keberhasilan perjuangan umat Islam terutama di ranah hukum, politik, serta pendidikan nasional amatlah terbatas. Peristiwa fenomenal Aksi Bela Islam I, II dan III menyadarkan umat akan hal tersebut. kiranya cukup menyadarkan umat akan hal ini.
Aksi Bela Islam yang dihadiri jutaan kaum muslimin, terutama pada Aksi Bela Islam III atau Aksi 212 sebanyak 7.4 Juta orang memenuhi panggilan ini. Para ulama, habaib, dan tokoh-tokoh yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI tahu betul metode yang paling efektif saat ini untuk memperjuangkan Islam di Indonesia. Jihadul Kalimah seperti ini mampu menggetarkan musuh Allah. Tidak perlu lagi sampai bersimbah darah seperti peristiwa lalu, ’65 dan ’98.
Inilah kiranya termasuk kewajiban pokok para ulama, habaib dan tokoh-tokoh Islam yang lain untuk bersama umat merawat, mengembangkan dan memberdayakan Spirit 212, dengan izin Alloh.
MENDESAK DAN WAJIBNYA DITEGAKKANNYA KHILAFAH ISLAMIYYAH.
Tidak ada satu sahabatpun yang berbeda pendapat dalam urgensi menegakkan khalifah untuk memelihara urusan kenegaraan, dan apa-apa yang diriwayatkan tentang perbedaan pendapat diantara mereka adalah dalam masalah penentuan siapa yang akan dipilih menjadi khalifah, dan setelah Abubakar ra dipilih secara resmi maka tidak ada seorangpun diantara mereka yang menolaknya, dan tidak ada seorangpun yang mengatakan bahwa hal tersebut adalah tidak perlu, atau bahwa agama tidak membutuhkan khalifah. Melainkan mereka semua bersepakat akan urgensi menegakkan siapa yang nanti akan menjadi pemimpin mereka dan mengurus hukum-hukum diantara mereka, sandaran mereka atas urgensi hal tersebut adalah apa yang disebutkan dalam Al-Qur’an: “Wahai orang-orang yang beriman taatlah kalian pada ALLAH dan taatlah kalian pada Rasul-NYA dan pada Ulil amri diantara kalian…” (QS. An-Nisa: 59)
Demikian pula dalam sunnah bahwa yang dimaksud ulil amri adalah para pemimpin dan wali, sebagaimana diriwayatkan dari Ali ra bahwa Nabi SAW bersabda: “Wajib atas pemimpin untuk berhukum pada apa-apa yang diturunkan ALLAH dan mengembalikan amanah, jika ia melakukannya maka wajib atas rakyat untuk mendengar dan taat.” (HR. Bukhari Muslim)
Hal ini juga dikuatkan oleh hadits yang diriwayatkan dalam shahihain dan an-Nasai dari Abu Hurairah ra bahwaNabi SAW sangat memerintahkan untuk taat pada para pemimpin, sabdanya SAW: “Barangsiapa yang taat kepadaku maka ia telah taat pada ALLAH dan barangsiapa yang tidak taat kepadaku maka ia tidak taat pada ALLAH, barangsiapa yang taat pada pemimpin maka ia telah taat padaku dan barangsiapa yang tidak taat pada pemimpin maka ia tidak taat padaku.” (dalam Jami’ al-Ushul 4/63)
Dan juga disebutkan oleh al-Bukhari dari Anas ra bahwaNabi SAW bersabda: “Dengarlah dan taatilah walaupun yang memerintah kalian adalah seorang budak hitam yang kepalanya seperti kismis (saking hitamnya), selama ia berpegang pada KitabuLLAH.” (juga diriwayatkan oleh Ahmad)
Khilafah termasuk salah satu diantara fardhu kifayah, dalil atas fardhunya adalah:
- Ia merupakan salah satu sunnah Rasul SAW.
- Telah ijma’ seluruh kaum muslimin akan urgensi mendirikannya pasca Nabi SAW.
- Mayoritas kewajiban syariat baru dapat terlaksana setelah berdirinya khalifah atau imam.
- Nash Al-Qur’an dan as-Sunnah mewajibkan untuk mendirikannya.
- Kewajiban kaum muslimin untuk mengambil dan bersatu dibawah naungan Al-Qur’an di bawah 1 negara, yaitu negara Islam.
Ulama Dan Pimpinan Islam Harus Menjaga Spirit 212
Spirit 212 itu berisikan berbagai pengalaman rohani yang diantaranya: merasakan manisnya keikhlasan, manisnya iman, manisnya berbagi, nikmatnya kesiapan hati untuk berkorban demi Islam, demi ulama, demi saudara sesama muslim, ni’matnya jihad, termasuk ni’matnya detik-detik kesiapan hati untuk menyongsong “mati syahid di jalan Alloh”.
Spirit 212, adalah “fadhilah” dari Alloh untuk para Mujahid yang mengikuti aksi pada khususnya dan secara umum untuk umat Islam Bangsa Indonesia. Ia juga berarti “amanah” yang harus dijaga baik-baik, dikembangkan dan diberdayakan, khususnya bagi peserta aksi, dan lebih khusus lagi bagi para ulama, habaib dan tokoh umat terutama yang hadir dalam aksi, termasuk juga yang mengikuti asksi dari kejauhan .
Sungguh pengalaman iman dan pengalaman persaudaraan sekaligus pengalaman jihad membela Islam bagi peserta aksi super damai 212 yang tak ternilaikan.
Berikutnya, bagaimana merawatnya,mengembangkan danmemberdayakannya.
Para ulama sebagai pewaris nabi sekaligus pemimpin umat, habaib dan juga para tokoh serta para pimpinan jamaah, ormas dan orpol Islamlah kiranya yang paling wajib untuk mengemban dua amanah tersebut sebelum yang lain. Amanah “Spirit 212” dan Amanah aset Umat dan Bangsa “Alumni 212”.
Patuh dan Wala’ kepada Ijtihad GNPF MUI dan MUI
Sudah tujuh dasawarsa lebih Indonesia telah merdeka. Namun, belum ada suatu kemenangan Islam di Indonesia. Maka itu, banyak pihak menilai, Aksi Bela Islam yang digagas oleh GNPF MUI beserta MUI sendiri dapat menjadi titik awal menuju kemenangan yang diimpikan tersebut.
Sudah sepatutnya, mereka yang dipercaya oleh Allah SWT untuk menggerakkan 7.4 Juta umat dipercaya dan diikuti oleh umat. Mereka dapat merekatkan ukhuwah Islamiyyah menjadi suatu kesatuan yang padu. Tidak ada lagi perbedaan. Ini yang diharapkan.
Sudah tiba saatnya umat Islam dengan berbagai ormas maupun orpol untuk lebih membuktikan “persaudaraan”nya menyatukan langkah dan kalau sudah memungkinkan menyatukan “kepemimpinan” untuk secara bersama-sama berjalan menuju kemenangan Islam (‘Izzul Islam wal Muslimin)
Strategi Menyongsong Kemenangan Islam Pasca Aksi Super Damai 212
Banyak yang memaknai dan menamai Aksi Bela Islam 1, 2 dan 3 dengan berbagai bentuk. Jihad Konstitusional, Demonstrasi dan lain-lain. Namun, yang pantas dalam pelabelan itu adalah Jihadul Kalimah. Jihadul Kalimah merupakan strategi penting untuk menyongsong kemenangan Islam pasca Aksi Super Damai 2 Desember 2016 ini.
Makna Jihadul Kalimah yang diambil dalam beberapa literatur seperti Al Qur’an dan Hadits Yaitu berjihad dan berjuang untuk membela dan menegakkan “Kalimah Thoyyibah” atau “Kalimatulloh” dengan seluruh aspeknya, termasuk di dalamnya “Kalimatu haqqin”, dan “Kalimatu ‘Adlin” dalam melawan dan menghapuskan eksistensi “Kalimah Khobistah” dengan seluruh aspek dan turunannya, beserta seluruh pendukung-pendukungnya serta segala supra dan infra stukturnya.
Jihadul Khalimah
Jihadul kalimah, meski secara umum boleh dipandang sama atau identik dengan Jihadul Lisan, Jihadud Dakwah dan juga Amar Ma’ruf Nahi Mungkar , namun yang penulis maksudkan disini adalah penekanan kata kalimah yang disandarkan/diidhofahkan kepada kata-kata haqqin atau ‘adlin sebagaimana yang disebutkan dalam hadits:
عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ وَضَعَ رِجْلَهُ فِي الْغَرْزِأَيُّالْجِهَادِ أَفْضَلُ قَالَكَلِمَةُحَقٍّ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ (سنن النسائي) قال الشيخ الألباني : صحيح
Artinya: Dari Thoriq bin Syihab bahwa seseorang bertanya kepada Nabi shollahu ‘alaihi wa sallam, sementara beliau telah menginjakkan kaki di atas kendaraan,: “Jihad yang seperti apa yang paling utama (afdhol)? Beliau menjawab:”Kata-kata yang benar dihadapan penguasa yang dholim.” (Sunan Nasai) Berkata Syekh Al Bani: Shohih.
Pengertian “Jihad” dengan seluruh pembagiannya, seluruh aspeknya, berbagai pihak atau lawan yang harus dihadapi atau dilawan, berbagai strategi yang bervariatif yang mesti diterapkan dan juga berbagai fadhilah (keutamaan) jihad, kiranya sudah menjadi ilmu, sekaligus sebagai bahan perbincangan harian yang renyah, bahkan sudah menjadi bagian dari keyakinan yang tak terpisahkan bagi umat Islam generasi pertama.
Korelasinya Dengan Negara Kita NKRI dan Khususnya Bagi Umat Islam Bangsa Indonesia
Sebagaimana diketahui, terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan hasil jerih payah dari umat terdahulu yang didominasi Muslim, umat Islam. Berbagai usaha memerdekakan Indonesia dari berbagai macam penjajahan harus ditempuh para ulama, sultan, dan tokoh Islam sebagai motor penggerak Bangsa Indonesia.
Mulai dari lobby politik hingga peperangan ditempuh umat. Tetesan darah tidak sungkan untuk dikucurkan demi tegaknya Bendera Merah-putih. Hingga pada 17 Agustus 1945 Indonesia resmi merdeka dan mempunyai daerah teritorial Sabang hingga Merauke.
Adapun kemudian, setelah era kemerdekaan, dalam mengisi kemerdekaan terjadi berbagai “Kedzoliman”, baik di bidang politik, pendidikan, ekonomi, budaya dan juga pertahanan, hingga kini, maka itulah tugas kita umat Islam Bangsa Indonesia umumnya, dan para ulama, habaib , tokoh-tokoh Umat Islam dan para Mujahid 212 khususnya, untuk membenahinya dengan fokus strategi “Jihadul Kalimah” yaitu gerakan Jihad yang menitik beratkan pada “Penyampaian Pesan/konsep yang benar” yang didukung oleh kekuatan masa yang memadai dan berada di berbagai lini..
“Kejahatan” Terhadap Sejarah Pahlawan Muslim di Indonesia
Mayoritas pahlawan di negeri ini adalah Muslim. Namun, kepahlawanan mereka, termasuk pengungkapan sejarah mereka, lebih sering disifati dengan sifat nasional, bukan dengan spirit Islam. Ini tentu merupakan ”kejahatan” terhadap sejarah, yang berujung pada pengaburan peran Islam dalam sejarah bangsa dan negara ini.
Setidaknya ada tiga ”kejahatan” terhadap sejarah itu. Pertama: Penguburan sejarah. Penggalan sejarah tidak diungkap atau jarang dimasukkan dalam kajian dan pembelajaran sejarah. Salah satu contohnya Resolusi Jihad 22 Oktober 1945. Penetapan tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan adalah untuk mengenang peristiwa heroik yang terjadi di Surabaya pada tanggal 10 November 1945. Peristiwa heroik itu tak lepas dari adanya Resolusi Jihad yang ditandatangani oleh Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945.
Pada 21 Oktober 1945, para konsul NU se-Jawa dan Madura berkumpul di Kantor ANO (Ansor Nahdlatul Oelama) di Jl. Bubutan VI/2 Surabaya. Setelah rapat maraton, pada 22 Oktober dideklarasikan seruan jihad fi sabilillah yang dikenal sebagai Resolusi Jihad. Salah satu poin Resolusi Jihad itu menyerukan bahwa perang melawan penjajah adalah fardhu ’ain bagi yang berada dalam jarak 94 km dari tempat masuk dan kedudukan musuh (yakni Surabaya). Adapun bagi yang di luar itu, perang (jihad) adalah fardhu kifayah. Dinyatakan pula bahwa siapa yang gugur dalam jihad itu maka ia menjadi syuhada’.
Resolusi Jihad itu mendorong puluhan ribu Muslim bertempur melawan Belanda dengan gagah berani. Pasukan terdepan yang bertempur kala itu antara lain: Laskar Hizbullah pimpinan KH Zainul Arifin, Laskar Sabilillah pimpinan KH Masykur, Barisan Mujahidin pimpinan KH Wahab Chasbullah; PETA, separuh batalionnya dipimpin oleh para kiai NU, Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan lainnya. Resolusi Jihad itulah—yang kemudian dikukuhkan dalam Konggres Umat Islam di Yogyakarta 7-8 November 1945—yang juga menggerakkan perlawanan para kiai, ulama, santri dan umat Islam di wilayah-wilayah lainnya.
Peristiwa heroik 10 November di Surabaya itu selalu disebut-sebut dan diperingati sebagai Hari Pahlawan. Anehnya, Resolusi Jihad serta peran para kiai, ulama, santri, Laskar Hizbullah dan Sabilillah serta umat Islam yang bertempur dengan spirit jihad justru seolah sengaja dikubur atau digelapkan. Dalam buku sejarah, peristiwa penting itu tidak ditulis. Padahal bila sejarah pergerakan kemerdekaan ditulis secara jujur, mestinya akan terbaca sangat jelas peran besar para santri yang tergabung dalam Hizbullah dan para kiai yang tergabung dalam Sabilillah, dalam periode mempertahankan kemerdekaan.
Kejahatan kedua: Pengaburan peristiwa sejarah. Contoh: Siapa sebenarnya inspirator kebangkitan nasional melawan penjajah? Bila sejarah mencatat secara jujur, mestinya bukan Boedi Oetomo, melainkan Syarikat Islam (SI) yang merupakan pengembangan dari Syarikat Dagang Islam (SDI) yang antara lain dipimpin oleh HOS Cokroaminoto. Inilah yang harus disebut sebagai cikal bakal kesadaran nasional melawan penjajah. Sebagai gerakan politik, SI ketika itu benar-benar bersifat nasional, ditandai dengan keberadaannya di lebih dari 18 wilayah di Indonesia, dengan tujuan yang sangat jelas, yakni melawan penjajah Belanda. Sebaliknya, Boedi Oetomo sesungguhnya hanya perkumpulan kecil, sangat elitis, dikalangan priyayi Jawa, serta tidak memiliki spirit perlawanan terhadap Belanda.
Kejahatan ketiga: Pengaburan konteks peristiwa sejarah. Contoh: Kebangkitan Nasional ditetapkan berdasarkan pada kelahiran Boedi Oetomo, bukan Sarekat Islam. Hari Pendidikan Nasional juga bukan didasarkan pada kelahiran Muhammadiyah dengan sekolah pertama yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan pada 1912, tetapi pada kelahiran sekolah Taman Siswa pada tahun 1922. Mengapa demikian? Sebab, bila kelahiran Sarekat Islam dan Muhammadiyah dengan sekolah pertamanya yang dijadikan dasar, maka yang akan mengemuka tentu adalah spirit atau semangat Islam. Dalam setting kepentingan politik penguasa saat itu, hal itu sangat tidak dikehendaki.
Padahal spirit Islam sesungguhnya telah lama menjadi dasar perjuangan kemerdekaan pada masa lalu. Peperangan selama abad ke-19 melawan Belanda tak lain atas dorongan semangat jihad melawan penjajah. Saat Pangeran Diponegoro memanggil sukarelawan, kebanyakan yang tergugah adalah para ulama dan santri dari berbagai pelosok desa. Pemberontakan petani menentang penindasan yang berlangsung terus-menerus sepanjang abad ke-19 selalu di bawah bendera Islam. Perlawanan oleh Tengku Cik Di Tiro, Teuku Umar dan diteruskan oleh Cut Nyak Dien dari tahun 1873-1906 adalah jihad melawan kape-kape Belanda. Begitu juga dengan Perang Padri. Sebutan Padri menggambarkan bahwa perang ini merupakan perang keagamaan.
Jadi, jelas sekali ada usaha sistematis untuk meminggirkan bahkan menghilangkan peran Islam dalam sejarah perjuangan kemerdekaan serta menghilangkan spirit Islam dari wajah sejarah bangsa dan negara ini.
Spirit Penegakkan Islam
Spirit penegakkan Islam di negeri ini juga sangat kental. Di antaranya tampak dalam pembelaan KH Wahid Hasyim terhadap Islam dan pemerintahan Islam.
Sebagaimana diketahui, Presiden Soekarno dalam kunjungan ke Amuntai Kalimantan Selatan pada Januari 1953 menyatakan, jika negara berdasarkan Islam maka akan terjadi separatisme sejumlah daerah yang mayoritas non-Muslim. Artinya, negara berdasarkan Islam akan menyebabkan perpecahan.
KH Wahid Hasyim yang menjadi ketua NU kala itu menanggapi pernyataan itu dengan keras. Beliau menulis, pernyataan bahwa pemerintahan Islam tidak akan dapat memelihara persatuan bangsa, menurut pandangan hukum Islam, adalah perbuatan mungkar yang tidak dibenarkan oleh syariah Islam. Wajib atas tiap-tiap orang Muslim menyatakan ingkar atau tidak setuju.
Spirit penegakan Islam dalam bernegara juga tampak kental dalam kiprah perjuangan Ki Bagus Hadikusumo. Hal itu tampak dalam pidatonya di depan BPUPKI tahun 1945 yang kemudian dibukukan oleh putra beliau, Djarnawi Hadikusumo, pada 1957 dengan judul, ”Islam Sebagai Dasar Negara: Seruan Sunyi Seorang Ulama”.
Di antaranya Ki Bagus menyatakan, “Bagaimanakah dan dengan pedoman apakah para nabi itu mengajar dan memimpin umatnya dalam menyusun negara dan masyakarat yang baik? Baiklah saya terangkan dengan tegas dan jelas, ialah dengan bersendi ajaran agama.” Ki Bagus kemudian meminta, “…Bangunkanlah negara di atas ajaran Islam.”
Dalam risalah sidang BPUPKI terungkap, Ki Bagus menyatakan, “Dalam negara kita, niscaya tuan-tuan menginginkan berdirinya satu pemerintahan yang adil dan bijaksana, berdasarkan budi pekerti yang luhur, bersendi permusyawaratan dan putusan rapat, serta luas berlebar dada tidak memaksa tentang agama. Kalau benar demikian, dirikanlah pemerintahan itu atas agama Islam karena ajaran Islam mengandung kesampaiannya sifat-sifat itu.” Beliau juga menyatakan, “Supaya negara Indonesia merdeka itu dapat berdiri tegak dan teguh, kuat dan kokoh, saya mengharapkan akan berdirinya negara Indonesia itu berdasarkan agama Islam.” (Saafroedin Bahar dan Nannie Hudawati (Editor). Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) – Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). 28 Mei 1945 – 22 Agustus 1945. Sekretariat Negara. Jakarta. 1998.)
Wahai Kaum Muslim
Sejarah kiprah dan perjuangan para kiai, ulama, santri dan umat Islam dulu begitu kental dengan spirit perjuangan dan penegakan Islam. Inilah yang mesti diwarisi untuk mewujudkan kembali kehidupan yang lebih baik pada masa sekarang dan mendatang. Dalam hal ini penting bagi kita segera seperti para pejuang Islam dulu, memenuhi dan menjwab seruan Allah. Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kalian pada suatu perkara yang memberikan kehidupan kepada kalian.” (QS. Al-Anfal: 24)
Untuk memenuhi seruan Allah itu dan sekaligus menyambung kiprah dan perjuangan para kiai, ulama, santri dan umat Islam dulu, maka penerapan dan penegakan syariah Islam secara total dan menyeluruh di bawah pemerintahan Islam harus menjadi agenda utama umat Islam.
Wallâh a’lam bish-shawâb.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ
Wallahul muwaffiq.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَالْعَصْرِ، إِنَّ الإِنسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ، إِلاَّ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ
KHUTBAH KEDUA
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
جَمَاعَةَ الْجُمُعَةِ، أَرْشَدَكُمُ اللهُ. أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا وَيَرْزُقُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ.اَللَّهُمَ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ.اَللَّهُمَّ انْصُرِ الْمُجَاهِدِيْنِ فِيْ كُلِّ مَكَانٍ وَزَمَانٍ
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ.رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ اْلأَبْرَارِ.رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَّسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا، رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِن قَبْلِنَا، رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ، وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنتَ مَوْلاَنَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.اَللَّهُمَّ إِنَا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَجَنَّتَكَ وَنَسْأَلُكَ شَهَادَةً فِيْ سَبِيْلِكَ.اَللَّهُمَّ أَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُبْتَدِعَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ أَعْدَائَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ
اَللَّهُمَّ شَتِّتْ شَمْلَهُمْ وَمَزِّقْ جَمْعَهُمْ وَزَلْزِلْ أَقْدَامَهُمْ وَأَلْقِ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الرُّعْبَ.اَللَّهُمَّ عَذِّبْهُمْ عَذَابًا شَدِيْدًا وَحَسِّبْهُمْ حِسَابًا ثَقِيْلاً.رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ