Khutbah Jum'at

Khutbah Jumat Edisi 141: “Hikmah Ketangguhan Perjuangan Nabi Ibrahim”

Materi Khutbah JUmat Edisi 141 tanggal 3 Dzulhijjah 1438 H ini dikeluarkan oleh

Sariyah Da’wah Jama’ah Ansharusy Syari’ah dapat download di:

 

 

Hikmah Ketangguhan Perjuangan Nabi Ibrahim

(Dikeluarkan Oleh Sariyah Dakwah Jama’ah Ansharusy Syari’ah)

 

KHUTBAH PERTAMA

 

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ وَلاَ رَسُوْلَ بَعْدَهُ، قَدْ أَدَّى اْلأَمَانَةَ وَبَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَنَصَحَ اْلأُمَّةَ وَجَاهَدَ فِيْ سَبِيْلِهِ حَقَّ جِهَادِهِ

اَلصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا الْمُصْطَفَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ سَلَكَ سَبِيْلَهُ وَاهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.رَبِّ اشْرَحْ لِيْ صَدْرِيْ وَيَسِّرْ لِيْ أَمْرِيْ وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِيْ يَفْقَهُوْا قَوْلِيْ

قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. وَقَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. وَقَالَ: وَتَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى

وَقَالَ النَّبِيُ: اِتَّقِ اللهَ حَيْثُ مَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بَخُلُقٍ حَسَنٍ. (رواه الترمذي، حديث حسن)

Jamaah Jum’at  hamba Allah yang  dirahmati Allah SWT.

Segala puji bagi Allah SWT, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya.

Khotib berwasiat kepada diri sendiri khususnya dan jama’ah sekalian marilah kita bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa, semoga kita akan menjadi orang yang istiqamah sampai akhir hayat kita.

MA’ASYIROL MUSLIMIN RAHIMANI WA RAHIMUKUMULLAH!!!

Kisah Nabi Ibrahim Alaihissalam

Melalui firman-Nya, Al-Qur`ân, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menceritakan kisah para nabi dalam banyak ayat. Yang terbaik di antara mereka mendapat sebutan sebagai ulul-‘azmi di kalangan para rasul, dan sebaik-baik mereka adalah al-khalilân (dua kekasih Allah Subhanahu wa Ta’ala). Kisah-kisah tersebut bukan sesuatu yang sia-sia.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَى وَلَكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al-Qur`an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang yang beriman. (QS.Yûsuf: 111)

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

وَكُلًّا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ وَجَاءَكَ فِي هَذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ

“Dan semua kisah dari rasul-rasul yang Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pelajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Hûd: 120)

Al-Hâfihz Ibnu Katsiir rahimahullah berkata,”Penduduk negeri harran adalah kaum musyrikin penyembah bintang dan berhala. Seluruh penduduk bumi adalah orang-orang kafir kecuali Ibrâhîm ‘Alaihissallam, isterinya, dan kemenakannya, yaitu Nabi Luth ‘Alaihissallam. Ibrâhîm ‘Alaihissallam terpilih menjadi hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menghapus kesyirikan tersebut dan menghilangkan kebatilan-kabatilan yang sesat. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menganugerahkan kepadanya kegigihan sejak masa kecilnya. Beliau diangkat menjadi Rasul, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala memilihnya sebagai kekasih Allah Subhanahu wa Ta’ala pada masa berikutnya. QS. al-Anbiyâ` ayat 51,

وَلَقَدْ آتَيْنَا إِبْرَاهِيمَ رُشْدَهُ مِنْ قَبْلُ وَكُنَّا بِهِ عَالِمِينَ

“Dan sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrâhîm hidayah kebenaran sebelum (Musa dan Harun) dan kami mengetahui (keadaan)nya.”

Juga firman Allah dalam surat an-Nisâ` ayat 125,

وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَاتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا

“Siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya.”

Ketangguhan Perjuangan Nabi Ibrahim dalam Dakwah

Keteguhan Ibrâhîm ‘Alaihissallam Dalam Mendakwahkan Tauhid Kepada Ayahnya.

Unsur terpenting dalam proses penyucian jiwa ialah dengan menegakkan Tauhidullah, menjadikannya sebagai pilar utama sehingga mempengaruhi unsur-unsur lain dalam jiwa. Apabila tauhid seseorang baik, maka baik pula unsur lainnya. Demikian sebaliknya, apabila tauhid seseorang buruk, hal itupun akan sangat berpengaruh dalam setiap gerak langkah kehidupannya. Dan kita berharap semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu memberikan taufik dan petunjuk-Nya.

Dalam mempelajari perjalanan hidup Nabi Ibrâhîm ‘Alaihissallam, kita akan mendapatkan diri beliau sebagai insan yang sangat teguh dan gigih dalam menegakkan hak Allah Subhanahu wa Ta’ala yang agung, yakni tauhid. Hal ini dapat terlihat dalam beberapa moment, di antaranya:

Dakwah Tauhid Kepada Ayah Beliau ‘Alaihissallam Dengan Sabar Dan Penuh Santun.

Al-Hâfihz Ibnu Katsiir rahimahullah berkata, ”Penduduk negeri harran adalah kaum musyrikin penyembah bintang dan berhala. Seluruh penduduk bumi adalah orang-orang kafir kecuali Ibrâhîm ‘Alaihissallam, isterinya, dan kemenakannya, yaitu Nabi Luth ‘Alaihissallam. Ibrâhîm ‘Alaihissallam terpilih menjadi hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menghapus kesyirikan tersebut dan menghilangkan kebatilan-kabatilan yang sesat. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menganugerahkan kepadanya kegigihan sejak masa kecilnya. Beliau diangkat menjadi Rasul, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala memilihnya sebagai kekasih Allah Subhanahu wa Ta’ala pada masa berikutnya. [Lihat Al-Bidâyah wan-Nihâyah, juz 1, hlm. 326.]

Awal dakwah tauhid yang beliau Alaihissallam tegakkan, ialah diarahkan kepada ayahnya, karena ia seorang penyembah berhala dan yang paling berhak untuk diberi nasihat.

Syaikh as-Sa`di rahimhahullah berkata,”Ibrâhîm Alaihissallam adalah sebaik-baik para nabi setelah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, … yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala jadikan kenabian pada anak keturunnya. Dan kepada mereka diturunkan kitab-kitab suci. Dia telah mengajak manusia menuju Allah Subhanahu wa Ta’ala, bersabar terhadap siksa yang ia dapatkan (dalam perjalanan dakwahnya), ia mengajak orang-orang yang dekat (dengannya) dan orang-orang yang jauh, ia bersungguh-sungguh dalam berdakwah terhadap ayahnya bagaimanapun caranya…”.[Fathul Qadîr, Muhammad bin Ali asy-Sayukani, Dârul-Fikr, 1414 H]

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا

“Ingatlah ketika ia berkata kepada ayahnya; “Wahai Ayahku, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong engkau sedikitpun?.” (QS. Maryam: 42)

Lihatlah, bagaimana Nabi Ibrâhîm ‘Alaihissallam mendakwahkan tauhid kepada ayahnya dengan ungkapan sangat lembut dan ucapan yang baik untuk menjelaskan kebatilan dalam perbuatan syirik yang dilakukannya?! [Jami’ul-Bayân fi Ta`wîlil-Qur`ân, Abu Ja`far Muhammad bin Jarir ath-Thabari, Cetakan Dârul- Kutubil-‘Ilmiyah, 1426 H] Penolakan ayahnya terhadap dakwah itu tidak menyurutkan semangat serta sikap sayang terhadap ayahnya dengan tetap akan memintakan ampunan, sekalipun permohonan ampun itu tidak dibenarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Disebutkan dalam firman-Nya:

وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ ۚ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ

“Dan permintaan ampun dari Ibrâhîm (kepada Allah) untuk ayahnya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkan kepada ayahnya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrâhîm bahwa ayahnya adalah musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala , maka Ibrâhîm berlepas diri darinya. Sesungguhnya Ibrâhîm adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.” (QS. At-Taubah: 114)

Dalam usaha yang lain, Ibrâhîm berdialog dengan ayahnya:

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ آزَرَ أَتَتَّخِذُ أَصْنَامًا آلِهَةً ۖ إِنِّي أَرَاكَ وَقَوْمَكَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

“Dan (Ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada ayahnya, Âzar: “Layakkah engkau menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat engkau dan kaummu dalam kekeliruan yang nyata.” (QS. Al-An’âm: 74)

Demikian, ketangguhan perjuangan dakwah tauhid yang disampaikan Nabi Ibrâhîm ‘Alaihissallam kepada kaumnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikannya sebagai bagian dari ayat-ayat Al-Qur`ân yang akan selalu dibaca dan dipelajari secara seksama.

Perumpaman Nabi Ibrahim dalam hal ini bahwa orang-orang yang konsisten melaksanakan Alloh dan sabar di atasnya seperti penggenggam bara, memiliki beberapa pelajaran yang bisa diambil. Di antaranya:

–          Dahsyatnya keterasingan agama Islam dan orang-orang yang melaksanakannya.

–          Dahsyatnya tekanan realita hidup terhadap orang-orang yang melaksanakan perintah Alloh tersebut untuk memalingkan mereka dari perintah-Nya.

–          Besarnya kesabaran para penegak perintah Alloh tersebut serta kuatnya keteguhan yang mereka miliki di tengah keterasingan yang begitu mencekik jiwa.

–          Besarnya keterasingan Islam dan orang-orang yang melaksanakannya –hingga tingkatan membuat seorang hamba Alloh seperti pemegang bara—bukan menjadi alasan untuk mundur dan menyerah dari kewajiban melaksanakan perintah Alloh, tidak juga menjadi alasan untuk menyimpang atau meremehkannya. Akan tetapi tidak ada pilihan lain selain terus “menggenggam bara”.

Di masa-masa timbul fitnah bahwa Quran adalah makhluk, dikatakan kepada Imam Ahmad, “Hai Ahmad, tidakkah engkau melihat bagaimana kebatilan telah menang atas kebenaran?” maka beliau berkata, “Sesungguhnya unggulnya kebatilan atas kebatilan hanyalah urusan berpindahnya hati manusia dari kebenaran kepada kebatilan. Semantara hati kami tetap pada kebenaran sampai kapan pun juga.”

–          Bahwa tekanan realita hidup dalam keterasingan yang dahsyat seperti ini tidak bisa dihadapi dengan selain kesabaran. Bukan dengan membelokkan jalan kebenaran.

Karena, tanpa kesabaran –bahkan kesabaran yang besar melebihi kesabaran pemegang bara—seperti ini, tidak mungkin agama seorang hamba akan selamat di tengah-tengah berbagai fitnah dan kegoncangan-kegoncangan yang mengepungnya dari berbagai penjuru.

Shahabat Sahl bin Abdulloh berkata, “Hendaknya kalian berpegang kepada atsar dan sunnah. Sebab aku mengkhawatirkan sebentar lagi akan datang suatu zaman di mana jika ada seseorang yang mengingatkan tentang Nabi SAW atau perintah untuk mencontoh beliau dalam semua kondisinya, mereka kemudian mencelanya, mengingkarinya, berlepas diri darinya dan menghinakannya.”

Betapa indah kata-kata Hisyam bin Hassân, ketika beliau berkata, “Pasti akan datang suatu masa di mana kebenaran dan kebatilan bercampur aduk. Ketika kondisi seperti ini, doa tidak lagi bermanfaat kecuali seperti doa orang yang sudah akan tenggelam dalam air.”

Ibnu `l-Qoyyim berkata, “Jika seorang mukmin yang telah Alloh karuniai pandangan yang jeli tentang agama-Nya, pemahaman tentang sunah Rosul-Nya, pemahaman tentang kandungan kitab-Nya, dan Alloh perlihatkan kepadanya kesesatan-kesesatan manusia serta penyimpangan mereka dari jalan yang lurus yang dijalani oleh Nabi SAW dan para shahabatnya, ingin tetap konsisten di atas hal tersebut maka ia harus membiasakan dirinya untuk menerima celaan, caci maki dan penghinaan dari orang-orang jahil dan ahli bidah serta provokasi mereka agar orang menjauhi dan mewaspadainya. Sebagaimana dulu para pendahulu mereka melakukan hal yang sama dalam menyertai sang panutan dan imam mereka (Nabi) SAW. Ketika manusia mencelanya dan menjelekkan jalan yang ia tempuh.”

Atas dasar ini, maka siapa yang menginginkan dirinya menjadi pengikut THOIFAH MANSHUROH (golongan yang mendapat pertolongan Allah SWT) di tengah dahsyatnya keterasingan yang mencekik ini –seperti digambarkan oleh Ibnu `l-Qoyyim rahimahullôh— ia harus mempunyai modal awal untuk itu. Ia harus menjadi orang yang pemberani dan pantang mundur. Bisa melihat dengan jelas kondisi zamannya, tidak terbelenggu dalam kungkungan angan-angannya. Tidak banyak menggubris apa saja yang berada di luar tujuannya. Rindu untuk bisa meraih apa yang hendak dia raih sekaligus mengerti betul jalan untuk mencapainya dan juga penghalang-penghalangnya. Semangatnya tak pernah mundur. Teguh pendiriannya. Tidak pernah merasa kendur dalam menggapai tujuannya karena celaan orang yang mencela atau orang yang menyimpang. Banyak diam. Selalu berfikir. Tidak larut bersama lezatnya pujian mau pun pahitnya cacian. Selalu menempuh sebab-sebab yang bisa mempermudah dia meraih kemenangan. Tidak merasa asing dengan banyaknya tentangan. Syiarnya adalah sabar. Istirahatnya adalah kepayahan.

Di antara hal lain yang menjadikan para pengikut Thoifah Manshuroh mampu menangkal fitnah tekanan realita atau fitnah keterasingan adalah perasaan diri lebih mulia karena iman. Karena dada dan jiwa mereka selalu dipenuhi rasa mulia (karena iman) yang hanya Alloh jadikan bagi para pengikut agamanya saja, tidak kepada lain. Alloh Ta‘ala berfirman:

“…(orang-orang munafik itu) adalah orang-orang yang mengangkat orang-orang kafir sebagai pemimpin dengan meninggalkan orang-orang beriman. Apakah mereka mencari kemuliaan di sisi orang-orang kafir tersebut? Sesungguhnya kemuliaan itu semuanya adalah milik Alloh.” (QS. An-Nisa’: 139)

“Maka janganlah kamu bersedih karena kata-kata mereka. Sesungguhnya kemuliaan itu adalah milik Alloh semuanya. Dia lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Yunus: 65)

Jadi kemuliaan itu seluruhnya adalah milik Alloh. Orang yang menentang Alloh dan Rosul-Nya serta agama-Nya sama sekali tidak memiliki bagian sedikit pun darinya, walau pun mereka memiliki kekuatan sepenuh langit dan bumi.

Alloh SWT telah menyebutkan ciri-ciri para pengiktu Thoifah Manshuroh dalam firman-Nya:

“Hai orang-orang yang beriman, Barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha mengetahui.” (QS. Al-Maidah: 54)

Mereka merasa tinggi di hadapan musuh-musuh agama ini, walau pun musuh memiliki kemenangan, walau pun musuh memiliki kekuasaan materi. Sebab, kemuliaan itu hanya ada pada Islam, bukan pada selainnya. Sebaliknya, ketika Alloh mensifati orang-orang beriman dengan kemuliaan, Alloh juga berfirman tentang orang-orang yang menentang-Nya dan menentang Rosul-Nya,

“Sesungguhnya orang-orang yang menentang Alloh dan rosul-Nya mereka itu ada dalam kehinaan.” (QS. Al-Mujâdilah: 5)

Rosululloh SAW bersabda, “Islam itu tinggi dan tidak ada yang mengunggulinya.”

Hadits ini memiliki latar belakang yang menunjukkan fakta penting sangat kuat. Diriwayatkan dari ‘Âidh bin ‘Amr, bahwasanya dirinya datang bersama Abû Sufyân ketika penaklukan Mekkah. Ketika itu Rosululloh SAW tengah berada di tengah-tengah para sahabatnya. Maka mereka berkata, “Inilah Abu Sufyan dan Aidh bin Amr.” Mendengar kata-kata shahabat itu, Rosululloh SAW bersabda, “Ini adalah Aidh bin Amr dan Abu Sufyan. Islam lebih tinggi dari itu, Islam itu tinggi dan tidak ada yang mengunggulinya.”

Sekedar menyebutkan nama orang kafir terlebih dahulu sebelum nama orang Islam saja sudah bertentangan dengan prinsip bahwa Islamlah yang tertinggi. Bahkan, ketinggian tempat pun tidak boleh diambil oleh orang-orang non Islam, walau pun kemenangan dan kekuasaan tengah berada di tangan musuh-musuh Islam. Di dalam perang Uhud, ketika kaum muslimin tertimpa kekalahan, ada satu kelompok pasukan Quraisy yang naik ke atas gunung, melihat itu maka Rosululloh SAW berujar, “Ya Alloh, sungguh mereka tidak layak berada di atas kami.”  Maka Umar dan beberapa pasukan dari kaum Muhajirin pun maju memerangi mereka hingga berhasil menurunkan mereka dari gunung tersebut.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ

Wallahul muwaffiq.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَالْعَصْرِ، إِنَّ الإِنسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ، إِلاَّ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ

 

KHUTBAH KEDUA

 

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

جَمَاعَةَ الْجُمُعَةِ، أَرْشَدَكُمُ اللهُ. أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا وَيَرْزُقُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ.اَللَّهُمَ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ.اَللَّهُمَّ انْصُرِ الْمُجَاهِدِيْنِ فِيْ كُلِّ مَكَانٍ وَزَمَانٍ

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ.رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ اْلأَبْرَارِ.رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَّسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا، رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِن قَبْلِنَا، رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ، وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنتَ مَوْلاَنَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.اَللَّهُمَّ إِنَا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَجَنَّتَكَ وَنَسْأَلُكَ شَهَادَةً فِيْ سَبِيْلِكَ.اَللَّهُمَّ أَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُبْتَدِعَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ أَعْدَائَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ

اَللَّهُمَّ شَتِّتْ شَمْلَهُمْ وَمَزِّقْ جَمْعَهُمْ وَزَلْزِلْ أَقْدَامَهُمْ وَأَلْقِ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الرُّعْبَ.اَللَّهُمَّ عَذِّبْهُمْ عَذَابًا شَدِيْدًا وَحَسِّبْهُمْ حِسَابًا ثَقِيْلاً.رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

Lihat lebih banyak

Artikel terkait

Back to top button