Khutbah Jumat Edisi 175: “Kekuatan Islam Itu Terbentuk Dengan Loyalitas Atas Dasar Iman”
Materi Khutbah Jumat Edisi 175 tanggal 18 Sya’ban 1439 H ini dikeluarkan oleh
Sariyah Da’wah Jama’ah Ansharusy Syari’ah dapat download di:
Kekuatan Islam Itu Terbentuk Dengan Loyalitas Atas Dasar Iman
(Dikeluarkan Oleh Sariyah Dakwah Jama’ah Ansharusy Syari’ah)
KHUTBAH PERTAMA
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ وَلاَ رَسُوْلَ بَعْدَهُ، قَدْ أَدَّى اْلأَمَانَةَ وَبَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَنَصَحَ اْلأُمَّةَ وَجَاهَدَ فِيْ سَبِيْلِهِ حَقَّ جِهَادِهِ
اَلصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا الْمُصْطَفَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ سَلَكَ سَبِيْلَهُ وَاهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.رَبِّ اشْرَحْ لِيْ صَدْرِيْ وَيَسِّرْ لِيْ أَمْرِيْ وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِيْ يَفْقَهُوْا قَوْلِيْ
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. وَقَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. وَقَالَ: وَتَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى
وَقَالَ النَّبِيُ: اِتَّقِ اللهَ حَيْثُ مَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بَخُلُقٍ حَسَنٍ. (رواه الترمذي، حديث حسن)
Jama’ah Jum’at hamba Allah yang dirahmati Allah SWT.
Segala puji bagi Allah SWT, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga, dan para sahabatnya.
Khotib berwasiat kepada diri sendiri khususnya dan jama’ah sekalian marilah kita bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa, semoga kita akan menjadi orang yang istiqamah sampai akhir hayat kita.
MA’ASYIROL MUSLIMIN RAHIMANI WA RAHIMUKUMULLAH!!!
Allah SWT berfirman:
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah:71).
“Dan Barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, Maka Sesungguhnya pengikut (agama) Allah[1] Itulah yang pasti menang.” (QS. Al-Maidah: 56).
Ayat yang pertama diatas mengingatkan pentingya muwwalah (tolong-menolong/loyalitas/kesetiaan) orang mukmin, sebagian mereka dengan sebagian yang lain untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban imani dan dimulai dengan amar makruf nahi munkar, karena ia tidak akan berhasil tanpa ada kekuatan.
Sedangkan kekuatan itu terbentuk dari muwwalah sebagian kaum mukminin dengan sebagian yang lain. Dengan inilah jamaah orang-orang Islam yang dijanjikan dengan rahmat Allah itu akan terbentuk. Nabi SAW bersabda:
«الْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ، وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ».
“Jama`ah adalah rahmah dan perpecahan adalah adzab”[2]
Kebenaran tentang pernyataan: “Dan janganlah kamumenyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. mereka Itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.” (QS. Ali-Imron: 105). Jadi rahmat adalah pahala muwwalah sedangkan adzab adalah hukuman ikhtilaf (perselisihan).
Sedangkan ayat yang kedua di dalamnya terdapat kabar gembira berupa kemenangan. (Sesungguhnya golongan Allah itulah yang pasti menang) selain itu juga terdapat petunjuk tentang kewajiban untuk muwwalah imaniyah (loyalitas/kesetiaan atas dasar keimanan) sebagai satu syarat dari sekian banyak syarat kemenangan. Karena ayat itu tidak lain adalah muwwalah imaniyah (menjadikan Allah dan Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman sebagai penolong-penolong/teman setia). Dan jawab syaratnya adalah kabar kemenangan (maka golongan Allah itulah yang pasti menang).
Perhatikanlah urutan kata pada ayat (dan barangsiapa menjadikan Allah dan Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman sebagai penolong-penolong/teman setia) di dalamnya terdapat petunjuk bahwa perkumpulan kaum mukminin tidak ada artinya sama sekali tanpa ikatan muwwalah (kesetiaan/loyalitas) kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan ini hanya terjadi dengan berpegang teguh dengan Kitab dan Sunnah.
Allah ‘Azza wa Jalla dan Rasul-Nya telah memerintahkan umat manusia agar hidup berjama’ah, berkumpul, saling membantu, saling meringankan dan melarang dari berpecah belah, bercerai berai, juga saling menjatuhkan satu sama lainnya.
Banyak nash Al-Qur’an Al-Karim dan Hadits Rasulullah Saw yang mengisyaratkan akan hal tersebut, di antaranya adalah firman Allah SWT:[3]
“Dan berpeganglah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai…” (QS. Ali Imran: 103).
Dalam menafsirkan ayat ini, Al-Imam Ibnu Katsir mengatakan, “Ayat ini mengandung perintah untuk berpegang teguh dengan Al-Qur’an, berjama’ah serta menggalang persatuan dan bersatu, serta larangan untuk bercerai berai.”
Rasulullah SAW bersabda:
” وَأَنَا آمُرُكُمْ بِخَمْسٍ أَمَرَنِي اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بِهِنَّ: الْجَمَاعَةُ وَالسَّمْعُ وَالطَّاعَةُ وَالْهِجْرَةُ وَالْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
“Dan aku memerintahkan kalian dengan lima perkara yang Allah telah memerintahkanku dengannya, berjama’ah, dan mendengar, dan taat, dan, dan hijrah, dan jihad fi sabilillah”. (HR. Ahmad dari Al-Harits Al-Asy’ari).
Hadits ini diawali dengan lafadz “al-jama’ah” dan ditutup dengan lafadz “jihad”. Jadi jihad itu diawali dengan membentuk jama’ah muslimah (kelompok/kumpulan orang-orang Islam) yang diikat oleh muwwalah imaniyah (loyalitas/kesetiaan atas dasar iman).
Jama’ah itu sendiri mesti ada amir sebagai kepala, tentang ini telah dijabarkan di bab ketiga dari risalah ini. Dalam hadits diatas memang tidak disebutkan lafadz-lafadz amir secara gamblang, namun hanya tersirat saja, yaitu, dengan kata mendengar (as-sam’u) dan taat yang tentunya ditujukan bagi amir jama’ah. Beliau SAW menyebut as-sam’u wath tho’ah (mendengar dan taat) karena ia merupakan sebab terbesar bagi kesatuan dan persatuan jama’ah, keteguhan dan kekuatannya.
Kemudian beliau SAW menyebutkan kata hijrah, dimana hijrah itu biasanya menjadi muqaddimah dan qarinah (pertalian) bagi jihad fi sabilillah. Lalu beliau menutup hadits itu dengan jihad fi sabilillah sebagai isyarat bahwa ia merupakan amalan terpenting bagi kaum muslimin. Juga sebagai isyarat bahwa jihad itu dapat dicapai dengan amalan-amalan yang disebutkan sebelumnya. Jadi berjama’ah, mendengar, dan taat dapat membentuk kekuatan real (nyata) bagi jihad. Dengan hijrah segala bentuk i’dad dan persiapan-persiapan lain dapat dilaksankan demi berlangsungnya jihad.
Nash-nash yang membicarakan terbentuknya kekuatan dengan muwwalah imaniyah banyak sekali, diantaranya:
“Hai Nabi, Kobarkanlah semangat Para mukmin untuk berperang. jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti[4]” (QS. Al-Anfal: 65).
“Maka berperanglah kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri[5] Kobarkanlah semangat Para mukmin (untuk berperang). Mudah-mudahan Allah menolak serangan orang-orang yang kafir itu. Allah Amat besar kekuatan dan Amat keras siksaan(Nya).” (QS. An-Nisa: 84).
Jadi tertahannya serangan/keganasan/kekuatan orang-orang kafir tidak dapat terwujud tanpa kekuatan yang dapat dihasilkan dengan cara mengobarkan semangat berperang (tahridh) terhadap orang-orang beriman. Dari uraian tadi anda mengetahui bahwa betapa pentingnya jamaah bagi amal jihad menegakkan agama Islam. Dan sesungguhnya jihad itu tidak membuahkan kemenangan (an-nashr) tanpa berjama’ah (bersatunya semua umat Islam).
Kebalikannya sesungguhnya perpecahan dan perselisihan merupakan awal dari sebab-sebab kekalahan dan kehinaan. Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. dan ke dalam Jahannamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan”. (QS. Al-Anfal: 36)
وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Anfal: 46).
Kekalahan ini tentu merupakan bagian dari adzab yang telah dijanjikan oleh Allah di dalam Firman-Nya:
“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. mereka Itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat”. (QS. Ali-Imron: 105).
“Dan Sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebahagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat), Mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. As-Sajdah: 21).
Kekalahan dan penghinaan orang kafir terhadap kaum muslimin adalah sebagian dari adzab yang dekat (di dunia) sebagai hukuman perpecahan dan perselisihan.
disebutkan di dalam hadits Tsauban yang diriwayatkan oleh muslim, bahwa musuh itu tidak dapat menguasai kaum muslimin kecuali jika kaum muslimin berselisih dan saling berperang, tidak bersatu dibawah satu kepemimpinan.
Yang memprihatinkan sekarang ini kita melihat banyak sekali jama’ah-jama’ah dengan label Islam, berada di setiap negeri, mereka bercerai-berai dan berselisih. Ini merupakan ciri jahiliyah. Terapi bagi kebinasaan seperti ini, bahwa setiap orang wajib menyatukan diri dengan persatuan umat Islam untuk menegakkan Agama Islam.
Adalah kebiasaan penguasa-penguasa zhalim itu melakukan upaya-upaya untuk membuat kubu-kubuan dan memecah belah umat Islam dari dalam, terhadap jama’ah atau persatuan umat Islam, khususnya bila ikatan persatuan mereka telah kuat dan dikhawatirkan tumbuh kekuatan baru yang dahsyat. Hal ini bertujuan agar persatuan itu sibuk dengan perseteruan-perseteruan internal!
Karena itu menyatukan diri (bersatu) menegakkan agama Islam adalah kewajiban bagi setiap muslim lelaki dan perempuan sesuai kemampuannya. Kesibukan kaum muslimin dengan perkara/urusan apapun selain jihad fi sabilillah di jaman ini sebagaimana yang dilakukan oleh banyak sekali jamaah-jamaah Islam, pada hakikatnya adalah sebuah penghinaan terhadap Allah SWT, RasulNya, sekaligus pengkhianatan terhadap Islam serta menyia-nyiakannya.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS. Al-Anfal: 27).
Jalan keluar dari kondisi hina berupa berkuasanya musuh Islam atas kaum muslimin yang terpecah-belah tidak akan sempurna kecuali dengan menerapi sebab-sebabnya, dan dengan menyatukan kaum muslimin. Kondisi buruk ini dapat diobati dengan berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan Sunnah, karena dengannya Allah akan menyatukan segenap hati hambaNya, Firman-Nya:
Dan jika mereka bermaksud menipumu, Maka Sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi pelindungmu). Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan Para mukmin. Dan yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman)[6]. walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha gagah lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Anfal: 62-63).
Hanya dengan satu ini saja, kekuatan Islam dapat terbentuk, yaitu sebagai buah dari muwwalah imaniyah (loyalitas/kesetiaan atas dasar Iman).
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ
Wallahul muwaffiq.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَالْعَصْرِ، إِنَّ الإِنسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ، إِلاَّ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ
KHUTBAH KEDUA
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
جَمَاعَةَ الْجُمُعَةِ، أَرْشَدَكُمُ اللهُ. أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا وَيَرْزُقُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ.اَللَّهُمَ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ.اَللَّهُمَّ انْصُرِ الْمُجَاهِدِيْنِ فِيْ كُلِّ مَكَانٍ وَزَمَانٍ
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ.رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ اْلأَبْرَارِ.رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَّسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا، رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِن قَبْلِنَا، رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ، وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنتَ مَوْلاَنَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.اَللَّهُمَّ إِنَا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَجَنَّتَكَ وَنَسْأَلُكَ شَهَادَةً فِيْ سَبِيْلِكَ.اَللَّهُمَّ أَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُبْتَدِعَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ أَعْدَائَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ
اَللَّهُمَّ شَتِّتْ شَمْلَهُمْ وَمَزِّقْ جَمْعَهُمْ وَزَلْزِلْ أَقْدَامَهُمْ وَأَلْقِ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الرُّعْبَ.اَللَّهُمَّ عَذِّبْهُمْ عَذَابًا شَدِيْدًا وَحَسِّبْهُمْ حِسَابًا ثَقِيْلاً.رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
[1]Yaitu: orang-orang yang menjadikan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman sebagai penolongnya.
[2] HR. Ibnu `Ashim dalam As Sunnah, dan hadits ini dishahihkan oleh Albani dalam Takhrijnya.
[3] Disini kami tidak mencantumkan semua nash-nash terkait dengan perintah untuk berjama’ah, tetapi telah dimuat dalam buku resmi Jama’ah Ansharut Tauhid yang berjudul “Risalah Amal Jama’i”
[4] Maksudnya: mereka tidak mengerti bahwa perang itu haruslah untuk membela keyakinan dan mentaati perintah Allah. mereka berperang hanya semata-mata mempertahankan tradisi Jahiliyah dan maksud-maksud duniawiyah lainnya.
[5] Perintah berperang itu harus dilakukan oleh Nabi Muhammad s.a.w karena yang dibebani adalah diri beliau sendiri. ayat ini berhubungan dengan keengganan sebagian besar orang Madinah untuk ikut berperang bersama Nabi ke Badar Shughra. Maka turunlah ayat ini yang memerintahkan supaya Nabi Muhammad s.a.w. pergi berperang walaupun sendirian saja.
[6] Penduduk Madinah yang terdiri dari suku Aus dan Khazraj selalu bermusuhan sebelum Nabi Muhammad s.a.w hijrah ke Medinah dan mereka masuk Islam, permusuhan itu hilang.