Khutbah Jumat Edisi. 185: “Kriteria Pemimpin Dalam Islam”
Materi Khutbah Jumat Edisi 185 tanggal 7 Dzulqaidah 1439 H ini dikeluarkan oleh
Sariyah Da’wah Jama’ah Ansharusy Syari’ah dapat download di:
Kriteria Pemimpin Dalam Islam
(Dikeluarkan Oleh Sariyah Dakwah Jama’ah Ansharusy Syari’ah)
KHUTBAH PERTAMA
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ وَلاَ رَسُوْلَ بَعْدَهُ، قَدْ أَدَّى اْلأَمَانَةَ وَبَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَنَصَحَ اْلأُمَّةَ وَجَاهَدَ فِيْ سَبِيْلِهِ حَقَّ جِهَادِهِ
اَلصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا الْمُصْطَفَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ سَلَكَ سَبِيْلَهُ وَاهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.رَبِّ اشْرَحْ لِيْ صَدْرِيْ وَيَسِّرْ لِيْ أَمْرِيْ وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِيْ يَفْقَهُوْا قَوْلِيْ
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. وَقَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. وَقَالَ: وَتَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى
وَقَالَ النَّبِيُ: اِتَّقِ اللهَ حَيْثُ مَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بَخُلُقٍ حَسَنٍ. (رواه الترمذي، حديث حسن)
Jamaah Jum’at hamba Allah yang dirahmati Allah SWT.
Segala puji bagi Allah SWT, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya.
Khotib berwasiat kepada diri sendiri khususnya dan jama’ah sekalian marilah kita bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa, semoga kita akan menjadi orang yang istiqamah sampai akhir hayat kita.
MA’ASYIROL MUSLIMIN RAHIMANI WA RAHIMUKUMULLAH!!!
Kepemimpinan adalah sunnatullah dalam tegaknya kehidupan sosial, instrumen mencapai tujuan kolektif, dalam ideologi aqidah keimanan, maupun fisik meteriil. Al-Qur’an menguatkan kepemimpinan akhlaq, ilmu, amal shaleh maupun kepemimpinan politik, sosial, dalam sebuah masyarakat dan negara.
Kepemimpinan moral, ideologi, keimanan, amal shaleh sebagai hal yang dianjurkan oleh Islam agar setiap muslim berusaha dan ambisi untuk meraihnya. Di antara do’a yang sangat dianjurkan untuk selalu dibaca setiap hamba Ar-Rahman:
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
“Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Furqon: 74).
Hadiah dan penghargaan yang mulia yang diberikan kepada Nabi Ibrahim setelah sukses dalam ujian dari Allah Ta’ala adalah dijadikannya beliau imam tauhid, ilmu, dan dakwah, bahkan beliau sangat berkeinginan kepemimpinan diberikan kepada anak cucu beliau, dan Allah-pun mengabulkan permintaan beliau dengan syarat tidak bertindak kezaliman, Allah Ta’ala berfirman:
وَإِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي قَالَ لا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ.
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji[1] Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: “Sesungguhnya aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”. Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku”[2]. Allah berfirman: “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim.“ (QS. Al-Baqarah:124).
Janji Allah terealisasi pada Nabi Ibrahim dengan dijadikan seluruh Nabi dari keturunan beliau, Allah berfirman:
وَوَهَبْنَا لَهُ إِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَجَعَلْنَا فِي ذُرِّيَّتِهِ النُّبُوَّةَ وَالْكِتَابَ وَآتَيْنَاهُ أَجْرَهُ فِي الدُّنْيَا وَإِنَّهُ فِي الآخِرَةِ لَمِنَ الصَّالِحِينَ.
“Dan Kami anugrahkan kepda Ibrahim, Ishak dan Ya’qub, dan Kami jadikan kenabian dan Al kitab pada keturunannya, dan Kami berikan kepadanya balasannya di dunia[3] dan Sesungguhnya Dia di akhirat, benar-benar Termasuk orang-orang yang saleh. (QS. Al-‘Ankabut: 27)
Karunia besar Allah kepada para Nabi dan keturunan mereka, dijadikannya mereka para imam yang memimpin dunia dengan keteladanan, Allah berfirman:
وَجَعَلْنَاهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا وَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِمْ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ وَإِقَامَ الصَّلاةِ وَإِيتَاءَ الزَّكَاةِ وَكَانُوا لَنَا عَابِدِينَ.
“Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada, mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada kamilah mereka selalu menyembah.” (QS. Al-Anbiya: 73)
Masalah kepemimpinan politik kekuasaan, Islam mewajibkan kaum muslimin berjuang agar yang memimpin mereka orang Islam yang paling kredible dan kapable, tetapi tidak diperbolehkan seorang muslim menginginkannya untuk dirinya, dilarang seseorang ingin jadi penguasa, amir atau presiden karena dzat kekuasaan, sebagaimana Islam melarang untuk menyerahkan kepemimpinan politik kepada orang yang memintanya atau ambisi mendapatkannya.
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَمُرَةَ، قَالَ: قَالَ لِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ، لَا تَسْأَلِ الْإِمَارَةَ، فَإِنَّكَ إِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْهَا، وَإِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ، أُعِنْتَ عَلَيْهَا
Dari Abdurrahman bin Samurah berkata, Rasulullah SAW bersabda kepadaku: wahai Abdurrahman jangan engkau minta kepemimpinan (jabatan), sesungguhnya jika engkau diberi kepemimpinan (jabatan) dengan meminta, (nasib) engkau diserahkan kepadanya, dan jika engkau diberi tanpa meminta engkau ditolong atasnya. (HR. Ahmad no: 20595 sanadnya shohih).
Kepemimpinan kekuasaan zhahirnya nikmat, batinnya ujian, siapa yang mencarinya akan menikmati di awalnya tapi akan ada penyesalan yang berat sesudahnya.
Kekuasaan politik tidak boleh untuk pribadi, tetapi wajib setiap muslim berjuang agar yang memimpin masyarakat dan negara adalah orang yang beriman shalihin, kenikmatan besar jika para pemimpin datang dari ulama yang shaleh, merupakan kenikmatan yang sempurna bagi masyarakat Islam manakala kepemimpinan politik dan kepemimpinan ideologi menyatu pada orang beriman yang shaleh, sebagaimana diungkapkan firman Allah Ta’ala:
“Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.” (QS. Shad: 26).
Kepemimpinan Islam mencakup kepemimpinan hidayah, ilmu, akhlaq, dakwah, iman yang tergambar pada diri para Nabi, Ulama Rabbaniyyin, yang mengajarkan kepada umat hidayah Allah dan kepemimpinan birokrasi politik yang tergambar pada khalifah, raja, presiden maupun bawahannya, yang mengatur dan menjalankan mandat Allah dalam menegakkan syariat Allah, sebagaimana Allah katakan kepada Raja Daud dalam ayat tersebut di atas.
Kepemimpinan ideologi, moralitas, dan ilmu serta politik pada masa tertentu menyatu pada pribadi penguasa seperti Nabi Daud, Nabi Sulaiman, Dzulqarnain, Nabi Muhammad SAW di masa madinah, dan Khulafaurrasyidin, mereka para penguasa/pemimpin yang diberikan ilmu oleh Allah Ta’ala dan ini kenikmatan sangat besar, Allah berfirman:
“Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada, mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada kamilah mereka selalu menyembah”. (QS. Al-Anbiya; 73)
Dan adakalanya para pemimpin pemerintahan bukan ulama tetapi mereka sangat menghormati ulama dan tunduk kepada ulama, seperti yang terjadi pada khulafa’ bani Umayyah dan bani Abbasiyyah, serta khulafa’ Utsmaniyyah, demikian juga para sulthan bani Ayyub seperti Shalahuddin Al-Ayyubi.
Para pemimpin dari ulama atau yang tunduk kepada ulama adalah rahmat Allah yang besar, mereka tunduk kepada Allah, menjalankan khilafah dengan menyadari bahwa diri mereka bukan penguasa hakiki, melainkan wakil Allah dalam menjalankan syariat Allah, sebagaimana Nabi Adam ketika turun ke dunia untuk memulai sebagai khalifah.
“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, Yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian[4] terhadap Kitab-Kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu[5] Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.” (QS. Al-Maidah: 48)
Kepemimpinan Islam menghamba kepada Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat (menegakkan keadilan sosial), beramar ma’ruf, nahi munkar, sangat prihatin atas semua yang bermanfaat bagi rakyat, sangat sayang kepada rakyat, mendoakan rakyatnya, maka mereka sangat disayang oleh rakyat ditaati rakyatnya, didoakan rakyatnya.
Pemimpin Islam yang menegakkan hudud Allah (hukum Allah) sehari saja, lebih baik dari hujan 40 hari, kebijakkan mereka membahagiakan rakyat, memudahkan urusan mereka. Pemimpin Islam ini selalu merasakan apa yang dirasakan umatnya, mereka pelayan umat, mereka tidak akan makan kenyang jika rakyatnya kelaparan sampai rakyatnya kenyang, mereka bertanggung jawab dan akan ditanya oleh Allah kalau ada di ujung wilayahnya ada kuda yang tergelincir gara-gara tidak memperbaiki jalan.
Kebijakkannya dalam mengelola kekayaan negara (asset publik) seperti perkataan Umar bin Khattab ra: “Aku menempatkan diriku pada asset publik seperti kedudukan pemelihara harta anak yatim, kalau saya kaya, saya menahan diri tidak mengambil gaji, dan kalau saya miskin saya makan dengan cara yang wajar yang dimakan rakyat, dan nanti kalau saya ada kemudahan saya bayar ulang.
Kualitas pemimpin dilahirkan dari kualitas rakyat dan kualitas agama rakyat akan dipengaruhi kualitas agama pemimpinnya, maka melahirkan pemimpin shaleh adalah suatu kewajiban dan sekaligus sebagai sebuah kenikmatan besar, maka wajib melahirkan pemimpin shaleh dari rumah tangga, RT, RW, kabupaten, atau kota, gubernur dan presiden yang memimpin dengan bimbingan Allah, harus ulama atau orang-orang yang tunduk dan menghormati ulama, cukup penderitaan kita dipimpin oleh manusia yang memisahkan pemimpin dari agama, dan menganggap iman dengan akhirat sebagai ramalan, maka korupsi jual asset publik jadi andalan, mengikuti hawa nafsu rakyat ahli maksiat sebagai jalan untuk berkuasa maka tidak mengherankan jika mereka melegalkan kemaksiatan untuk kepuasan manusia. Kita cukup lalai dari kewajiban agung ini dan mari memulai kehidupan mendatang dengan hidayah Allah.
Kriteria Pemimpin Dalam Islam
Islam telah memberi kriteria pemimpin dan kepemimpinan yang harus dipilih.
- Kafaah keilmuan dan professionalitas dalam kepemimpinan, tergambar dalam rahasia dipilihnya thalut oleh Allah dalam firmannya:
“Nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu.” mereka menjawab: “Bagaimana Thalut memerintah Kami, Padahal Kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?” Nabi (mereka) berkata: “Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang Luas dan tubuh yang perkasa.” Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 247).
- Keahlian, amanah, kuat, sangat menjaga tugasnya dengan baik, yaitu hifdzuddin dan siyasatud dunya biddin (menjaga agama dan mengatur dunia dengan agama), hal itu diungkapkan dalam perkataan Yusuf as.
“Berkata Yusuf: “Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan”. (QS. Yusuf: 55)
- Sangat peduli terhadap ummat, peduli dengan nasib ummat, lemah lembut dengan ketegasan dalam hukum, dan sangat kuat memegang prinsip.
Allah Ta’ala berfirman dalam sifat-sifat mendasar Rasulullah dalam kepemimpinan:
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, Amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS. At-Taubah: 128)
- Akomodatif
Inilah kepemimpinan Rasul sangat terbuka terhadap masukan, kritikan, banyak melakukan syura, suka mendengarkan nasehat, tidak congkak, dan tidak sombong. Inilah kepemimpinan para khulafa’ rasyidin, seperti Umar bin Khattab yang mengakui kesalahannya, dengan mengatakan, benarlah wanita dan Umar salah.
- Tidak ambisi atas kekuasaan, khasysyatullah, keteladanan yang tinggi, tawadhu’.
Tergambar hal tersebut dalam pribadi khulafa’ rasyidin. Dalam pidato Abu Bakar, diantaranya: wahai manusia, aku diberikan amanat memimpin kalian dan aku bukan orang yang terbaik diantara kalian dan aku bukan orang yang terbaik diantara kalian, kalau saya taat kepada Allah taatilah aku dan kalau saya salah luruskan aku, dan kalau aku maksiat sungguh tidak ada ketaatan kalian untukku”.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ
Wallahul muwaffiq.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَالْعَصْرِ، إِنَّ الإِنسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ، إِلاَّ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ
KHUTBAH KEDUA
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
جَمَاعَةَ الْجُمُعَةِ، أَرْشَدَكُمُ اللهُ. أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا وَيَرْزُقُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ.اَللَّهُمَ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ.اَللَّهُمَّ انْصُرِ الْمُجَاهِدِيْنِ فِيْ كُلِّ مَكَانٍ وَزَمَانٍ
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ.رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ اْلأَبْرَارِ.رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَّسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا، رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِن قَبْلِنَا، رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ، وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنتَ مَوْلاَنَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.اَللَّهُمَّ إِنَا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَجَنَّتَكَ وَنَسْأَلُكَ شَهَادَةً فِيْ سَبِيْلِكَ.اَللَّهُمَّ أَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُبْتَدِعَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ أَعْدَائَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ
اَللَّهُمَّ شَتِّتْ شَمْلَهُمْ وَمَزِّقْ جَمْعَهُمْ وَزَلْزِلْ أَقْدَامَهُمْ وَأَلْقِ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الرُّعْبَ.اَللَّهُمَّ عَذِّبْهُمْ عَذَابًا شَدِيْدًا وَحَسِّبْهُمْ حِسَابًا ثَقِيْلاً.رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
[1]Ujian terhadap Nabi Ibrahim a.s. diantaranya: membangun Ka’bah, membersihkan ka’bah dari kemusyrikan, mengorbankan anaknya Ismail, menghadapi raja Namrudz dan lain-lain.
[2]Allah telah mengabulkan doa Nabi Ibrahim a.s., karena banyak di antara Rasul-rasul itu adalah keturunan Nabi Ibrahim a.s.
[3]Yaitu dengan memberikan anak cucu yang baik, kenabian yang terus menerus pada keturunannya, dan puji-pujian yang baik.
[4]Maksudnya: Al Quran adalah ukuran untuk menentukan benar tidaknya ayat-ayat yang diturunkan dalam Kitab-Kitab sebelumnya.
[5]Maksudnya: umat Nabi Muhammad s.a.w. dan umat-umat yang sebelumnya.