Khutbah Jumat Edisi 189: “Muharram Momentum Hijrah Dari Belenggu Jahiliyyah”
Materi Khutbah Jumat Edisi 189 tanggal 3 Muharram 1440 H ini dikeluarkan oleh
Sariyah Da’wah Jama’ah Ansharusy Syari’ah dapat download di:
Muharram Momentum Hijrah Dari Belenggu Jahiliyyah
(Dikeluarkan Oleh Sariyah Dakwah Jama’ah Ansharusy Syari’ah)
KHUTBAH PERTAMA
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ وَلاَ رَسُوْلَ بَعْدَهُ، قَدْ أَدَّى اْلأَمَانَةَ وَبَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَنَصَحَ اْلأُمَّةَ وَجَاهَدَ فِيْ سَبِيْلِهِ حَقَّ جِهَادِهِ
اَلصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا الْمُصْطَفَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ سَلَكَ سَبِيْلَهُ وَاهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.رَبِّ اشْرَحْ لِيْ صَدْرِيْ وَيَسِّرْ لِيْ أَمْرِيْ وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِيْ يَفْقَهُوْا قَوْلِيْ
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. وَقَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. وَقَالَ: وَتَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى
وَقَالَ النَّبِيُ: اِتَّقِ اللهَ حَيْثُ مَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بَخُلُقٍ حَسَنٍ. (رواه الترمذي، حديث حسن)
Jamaah Jum’at hamba Allah yang dirahmati Allah SWT.
Segala puji bagi Allah SWT, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya.
Khotib berwasiat kepada diri sendiri khususnya dan jama’ah sekalian marilah kita bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa, semoga kita akan menjadi orang yang istiqamah sampai akhir hayat kita.
MA’ASYIROL MUSLIMIN RAHIMANI WA RAHIMUKUMULLAH!!!
Menelusuri sejarah penetapan kalender tahun baru Islam
Menarik menelusuri sejarah kenapa Tahun Baru Islam dimulai ketika Rasulullah pertama kali hijrah dan bukan dimulai dengan tahun kelahiran Rasulullah sendiri. Hal ini mengindikasikan paling tidak, bahwa umat muslim menghindari pengkultusan berlebihan kepada Nabinya dan jelas terbukti sampai saat ini, Nabi tidak pernah dikultuskan. Sosok Nabi Muhammad hanya dijadikan panutan dan teladan terbaik yang kemudian diikuti oleh umat muslim. Kelahiran Rasulullah pada bulan Rabi’ul Awwal tidak disebut secara spesifik sebagai awal tahun dalam Islam, hal ini dapat ditelusuri dari sebuah hadis yang berasal dari Azzuhriy, bahwa ketika Nabi sampai di Madinah, maka diperintahkan untuk mulai menetapkan penanggalan yang dikenal dengan kalender hijriyah.
Sebuah penanggalan atau kalenderisasi tentu sangat terkait dengan peristiwa sejarah, sama halnya ketika penanggalan Masehi dimulai berdasarkan perhitungan Julian dan Gregorian. Istilah “Masehi” jelas memiliki kedekatan dengan sejarah kelahiran Nabi Isa Al-Masih. Penanggalan Masehi jelas mendasarkan penanggalannya dari sejarah kelahiran Nabi Isa, karena istilah “mesiah” jelas merujuk pada diri Nabi Isa sendiri. Ketika Masehi lekat dengan kelahiran Nabi Isa, maka Hijriyah atau kalenderisasi Islam tidak dikaitkan dengan kelahiran Rasulullah, tetapi lebih kepada sebuah peristiwa besar dalam sejarah Islam, yaitu hijrahnya Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah. Ali bin Abi Thalib bahkan menyatakan, rasionalisasi hijrahnya Nabi sebagai awal tahun dalam kalender Islam, lebih besar maknanya ketimbang kelahiran atau pengangkatan Muhammad sebagai Rasul.
Terlepas dari beragam perbedaan pendapat yang ada dalam catatan sejarah Islam mengenai hal tersebut, namun saya meyakini, bahwa hijrah merupakan peristiwa penting yang sangat besar dalam sejarah Islam awal. Hijrah tidak saja diartikan sebagai proses perpindahan (move on) dari satu titik ke titik lainnya, tetapi lebih dari itu, hijrah berarti membebaskan seluruh belenggu kehidupan yang memenjarakan diri manusia, sebebas-bebasnya. Kita tentu menyadari, bahwa seluruh organ tubuh dalam manusia ini seluruhnya dinamis, tak ada yang pernah diam walaupun satu detik. Seluruh organ tubuh seperti mata, telinga, mulut, jari seluruhnya tak pernah diam, terlebih emosi yang menggerakkan seluruh daya jiwa dan pikiran sehingga menimbulkan rasa suka, duka atau benci. Tanpa kita sadari, bumi yang kita pijak-pun bertawaf, tak pernah diam, terus mengelilingi matahari.
Relevansi hijrah yang dinamis kemudian diambil sebagai dasar filosofi perhitungan tahun yang menyertai setiap inci perjalanan kehidupan manusia, bayangkan jika bukan hijrah yang dijadikan patokan kelenderisasi Islam, tetapi kelahiran Rasulullah atau ditetapkannya beliau sebagai Rasul, tentu makna perhitungan kehidupan manusia kosong tak memiliki makna apapun.
Hijrah, dengan demikian sangat sarat makna, memiki dasar filosofis yang menunjukkan ritme kehidupan manusia yang selalu dinamis dari masa ke masa. Sejatinya manusia adalah mahluk hijrah atau peziarah bukan hidup statik dan terkungkung dalam penjara kehidupannya. Man is a traveler being, tanpa kita sadari, kita harus berada di satu tempat dan berpindah ke tempat lain, bertemu orang lain, berbagi pengalaman, peradaban maupun ilmu pengetahuan.
Ketika mengambil pada makna hijrah Rasulullah, jelas tergambar bahwa beliau menghindari kecamuk peperangan, kezaliman para penguasa sekaligus menghindari untuk sementara waktu dari berbagai tekanan ekonomi-politik yang cenderung tak pernah membaik di bawah rezim penguasa Mekkah waktu itu. Rasulullah mencari tempat terbaik yang lebih kondusif, mengumpulkan kekuatan energi seraya fokus pada perbaikan umat, sehingga seiring berjalannya waktu, kekuatan umat muncul, lebih solid dan terukur untuk membangun peradaban kemanusiaan yang lebih baik.
Hal ini dibuktikan sekembali hijrah Nabi Muhammad dari Madinah ke Mekkah, bukan penaklukan yang dilakukan, tetapi pembebasan Mekkah dari berbagai kezaliman dan tekanan fisik para penguasa. Peristiwa pasca hijrah dikenal dengan sebutan “futh Mekkah” yang berkonotasi “pembebasan Mekkah” dari penguasa zalim dan pembebasan dari kebodohan, amoralitas serta kekufuran.
Setiap pergantian tahun di Tahun Baru Islam, kita semestinya selalu diingatkan akan suasana hijrah yang sedemikian sarat makna, bahkan tak hanya dimaknai secara lahiriyah, tetapi juga batiniyah. Hijrah lekat dengan dinamisasi kehidupan manusia yang tak boleh stagnan apalagi cenderung tertutup. Hijrah berarti membebaskan diri dari seluruh belenggu kehidupan yang negatif, baik dalam artian fisik maupun non-fisik, menuju kepada kehidupan yang lebih positif, penuh suasana dinamis, terbuka, saling membebaskan antarbelenggu yang memenjarakan kehidupan setiap manusia.
Dengan memahami hijrah, seharusnya tak ada lagi kekakuan dalam beragama maupun berideologi. Tujuan akhir hijrah Nabi adalah “pembebasan” dari belenggu kebodohan, kezaliman dan kekufuran. Tak ada lagi kekerasan, intoleransi, berebut klaim kebenaran ideologis, karena hijrah bukan “memaksa” apalagi “menaklukan”, tetapi ia bertujuan untuk “membebaskan” manusia dari segenap belenggu negatif yang mengikatnya.
Muharram momentum hijrah dari belenggu jahiliyah
Segi-Segi Kehidupan Yang Rusak
Semua segi kehidupan yang telah rusak itu menuntut perhatian dari seorang mushlih atau reformer dan membuatnya sangat prihatin. Seandainya reformer itu hanya reformer biasa, paling mampu ia hanya dapat memperbaiki salah satu segi saja dari segi-segi kehidupan yang telah rusak itu. Seumur hidupnya ia terus-menerus memperhatikan dan menanggulangi salah satu cacat dari berbagai macam cacat yang melekat pada tubuh manusia. Akan tetapi, jiwa manusia sangat kompleks, rumit, mempunyai banyak celah, dan banyak pintu keluar yang memberi kemungkinan bagi manusia untuk lolos secara diam-diam. Apabila jiwa manuisa telah menyimpang dari rel dan bengkok, serta mempunyai adat istiadat buruk, ia tidak akan tertarik pada usaha perbaikan, sebelum arah kecenderungannya diubah dari kejahatan pada kebaikan dan dari kerusakan pada pembetulan, jiwa manusia harus dibersihkan dulu dari kuman-kuman (virus-virus) jahat yang tumbuh akibat rusaknya masyarakat dan terganggunya pendidikan. Dengan hilangnya benih-benih kejahatan, tertanamlah rasa cinta pada segala kebajikan, keutamaan, dan rasa takut kepada Allah SWT.
Setiap penyakit yang menghinggapi masyarakat manusia dan setiap cacat yang melekat pada tubuh generasi yang ada, membutuhkan waktu yang sangat lama untuk dihilangkan, bahkan sumur hidup manusia. Kadang-kadang walaupun sudah menelan umur beberapa orang reformer, penyakit itu belum juga sembuh dan lenyap. Jika ada seorang yang berusaha menghapuskan kebiasaan minum arak (khamar) di sebuah negeri yang kejangkitan penyakit hidup mewah, berfoya-foya dan tenggelam dalam kesenangan serta kelezatan duniawi, usahanya pasti sia-sia. Hal ini karena kegemaran minum khamar tiada lain akibat kejiwaan yang sangat menyukai kelezatan, sekalipun yang lezat itu adalah racun. Jiwanya menggemari mabuk meskipun ia tahu bahwa mabuk itu dosa. Oleh karena itu, kebiasaan minum arak (khamar) di kalangan masyarakat tidak dapat dihapuskan hanya dengan propaganda, menerbitkan buku-buku, pidato-pidato, atau menjelaskan bahanya bagi kesehatan dan budi perkerti, atau hanya dengan mengeluarkan peraturan-peraturan yang melarang keras dengan disertai sanksi-sanksi hukuman berat.
Kebiasaan minum khamar hanya dapat dihapuskan dengan jalan mengubah jiwa masyarakat hingga ke akarnya. Jika hendak dipaksakan penghapusannya tanpa melalui jalan seperti itu, jiwa manusia yang bersangkutan akan menyelinap dalam bentuk kejahatan lainnya hingga kegemaran yang buruk itu diperbolehkan lagi dengan nama lain atau dalam bentuk lain lagi.
Kunci menjadikan Muharram sebagai momentum menghijrahkan manusia dari belenggu jahiliyah
- Hijrah berusaha menyingkirkan beban berat yang mencekik leher umat Islam dengan Al-Qur’an.
AI-Quran ini tidak diturunkan sekaligus, malah ia diturunkan mengikutkeperluan-keperluan yang sentiasa berubah, mengikut perkembangan fikiran danpandangan hidup serta perubahan masyarakat. Ia diturunkan mengikutperkembangan masalah praktikal dan fakta kehidupan masyarakat Islam. Ayat demi ayat diturunkan untuk suasana tertentu dan peristiwa khusus dan untuk membongkar isi hati manusia; untuk menggambarkan urusan yang mereka hadapi, dan menggariskan program kerja mereka dalam sesuatu suasana, juga untuk memperbetul kesilapan perasaan dan perjalanan hidup, supaya mereka sentiasa merasa terikat dengan Allah dalam setiap suasana. Ia diturunkan secara berangsur angsur bagi mengajar mereka mengenal Allah SWT melalui sifat-sifatNya dan juga melalui bukti-bukti perkembangan dan perubahan alam. Dengan demikian mereka akan merasakan bahawa diri mereka terus menerus terikat dengan tertakluk kepada Allah SWT, terus menerus di bawah perhatian Ilahi. Pada ketika itu mereka merasakan bahawa mereka sedang hidup di bawah pengawasan Allah SWT secara langsung.
Dasar “belajar untuk melaksanakan terus” itu merupakan faktor utama membentuk generasi pertama dahulu, manakala dasar “belajar untuk, dibuat kajian dan penglipurlara” itulah yang merupakan faktor penting yang melahirkan generasi-generasi kemudiannya. Dan tidak syak lagi bahwa faktor kedua inilahmenapakan sebab utama mengapa generasi-generasi yang lain itu berlainan samasekali dengan generasi pertama, generasi para sahabat Rasulullah SAW. Di sana ada satu lagi faktor yang mesti diperhati dan dicatat benar-benar. Seorang yang menganut Islam itu sebenarnya telah melucutkan dari dirinya segala sesuatu dari zaman lampaunya di alam jahiliyah.
- Rasulullah SAW diutus untuk menyingkirkan belenggu yang mencekik leher manusia.
Rasulullah SAW tidak diutus untuk menghapus kebatilan dengan kebatilan, atau menghapus sikap permusuhan dengan sikap permusuhan yang sama. Beliau SAW diutus untuk membebaskan manusia dari kesesatan menuju hanya menyembah Allah Yang Maha Esa, mengeluarkan manusia dari kepengapan dunia pada kebahagiaan dunia dan akhirat, dari kezhaliman agama-agama yang telah diselewengkan pada keadilan Islam, serta menyingkirkan beban berat serta belenggu yang mencekik leher umat manusia.
Rasulullah SAW bukan seorang reformer seperti reformer lainnya, yang biasa masuk ke perumahan masyarakat lewat pintu belakang atau menyelundup masuk lewat jendela, kemudian berjuang menanggulangi sebagian saja dari penyakit sosial dan kebobrokan akhlaknya. Rasulullah SAW datang menyerukan perbaikan masyarakat melalui pintu depan dengan membawa kunci yang cocok guna membuka gembok yang sekian lamanya dibuka oleh reformer-reformer sebelum beliau SAW, dan tidak akan dapat dibuka oleh siapa saja tanpa menggunakan kunci yang dibawa oleh beliau. Rasulullah SAW menyuburkan jiwa kaum muslimin dengan Al-Qur’an dan mengisinya dengan keimanan. Beliau SAW membuat mereka lima kali sehari bersembah sujud dihadapan Allah Rabbul ‘Alamin (Tuhan Semesta Alam) dengan badan suci, hati khusyu’ jasmani tunduk, dan pikiran sadar. Semakin hari jiwa mereka semakin meningkat. Hati mereka semakin jernih. Tubuh mereka semakin bersih dan bertambah bebas dari kekuasaan materi dan rangsangan selera nafsu, serta semakin bertambah tunduk kepada Allah Pencipta langit dan bumi. Mereka menjadi orang yang sabar dalam menghadapi gangguan, lapang dada, dan bersemangat tinggi, dan sanggup berperang membela kebenaran Allah SWT, seolah-oleh mereka dilahirkan bersama pedang. Akan tetapi, Rasulullah SAW dapat menguasai tabiat mereka yang gemar berperang dan mengekang semangat gemar membangga-banggakan kebangsaan yang lazim ada pada orang Arab.Kepada kaum muslimin, Rasulullah SAW berkata, “Tahanlah tangan kalian dan tegakkanlah shalat!” kepatuhan mereka pada perintah beliau dan sanggup menahan diri dari gangguan dan ancaman orang musyrik Quraisy, bukan karena mereka pengecut dan tidak berdaya. Sikap mereka semata-mata disebabkan oleh kepatuhan dan ketaatan mereka kepada Rasulullah SAW. Allah SWT berfirman:
وَالَّذِينَ كَفَرُوا بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ إِلَّا تَفْعَلُوهُ تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيرٌ
“Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. jika kamu (hai Para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu[1], niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (QS. Al-Anfal: 73)
- Hijrah dengan mensucikan jiwa manusia agar siap tunduk kepada Islam
Di samping upaya Rasulullah untuk terus-menerus mendidik dan mengasuh kaum muhajirin dan anshar dengan cermat, teliti, dan mendalam, Al-Qur’an pun terus-menerus meningkatkan jiwa mereka dan mempertajam pandangan hati mereka. Petuah-petuah yang diberikan oleh beliau SAW menambah dalamnya pengertian dan pemahaman mereka tentang agama Islam (sebagai the way of life/aturan dan pedoman hidup) dan semakin menjauhkan mereka dari rongrongan selera nafsu, juga semakin membulatkan kemampuan mereka untuk rela berkorban demi keridhoaan Allah SWT dan untuk meraih kebahagiaan di surga. Semua itu untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan pendalaman di bidang ilmu agama serta kesanggupan bersikap mawas diri.
Mereka taat dan patuh kepada Rasullah SAW dalam segala hal, baik yang ringan maupun yang berat. Mereka tidak tawar-menawar untuk berangkat ke medan juang(jihad) di jalan Allah SWT. Baik dalam keadaan sedang menderita kesukaran ataupun tidak. Dalam waktu sepuluh tahun, mereka keluar bersama Rasulullah SAW terjun ke medan perang sebanyak dua puluh tujuh kali, dan lebih dari seratus kali berperang melawan musuh atas perintah Allah SWT mereka tidak merasa berat lagi berpisah dari kesenangan duniawi dan telah memandang enteng kesukaran yang dialami oleh anak istri mereka. Allah berfirman:
“Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka[1045] ialah ucapan. “Kami mendengar, dan Kami patuh”. dan mereka Itulah orang-orang yang beruntung.”Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, Maka mereka adalah orang- orang yang mendapat kemenangan.” (QS. An-Nur: 51-52)
“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 207)
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ
Wallahul muwaffiq.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَالْعَصْرِ، إِنَّ الإِنسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ، إِلاَّ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ
KHUTBAH KEDUA
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
جَمَاعَةَ الْجُمُعَةِ، أَرْشَدَكُمُ اللهُ. أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا وَيَرْزُقُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ.اَللَّهُمَ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ.اَللَّهُمَّ انْصُرِ الْمُجَاهِدِيْنِ فِيْ كُلِّ مَكَانٍ وَزَمَانٍ
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ.رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ اْلأَبْرَارِ.رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَّسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا، رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِن قَبْلِنَا، رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ، وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنتَ مَوْلاَنَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.اَللَّهُمَّ إِنَا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَجَنَّتَكَ وَنَسْأَلُكَ شَهَادَةً فِيْ سَبِيْلِكَ.اَللَّهُمَّ أَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُبْتَدِعَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ أَعْدَائَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ
اَللَّهُمَّ شَتِّتْ شَمْلَهُمْ وَمَزِّقْ جَمْعَهُمْ وَزَلْزِلْ أَقْدَامَهُمْ وَأَلْقِ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الرُّعْبَ.اَللَّهُمَّ عَذِّبْهُمْ عَذَابًا شَدِيْدًا وَحَسِّبْهُمْ حِسَابًا ثَقِيْلاً.رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
[1]Yang dimaksud dengan apa yang telah diperintahkan Allah itu: keharusan adanya persaudaraan yang teguh antara kaum muslimin.