Khutbah Jumat Edisi 190: “Mencari Pemimpin Yang Menghargai Aspirasi Rakyat”
Materi Khutbah Jumat Edisi 190 tanggal 11 Muharram 1440 H ini dikeluarkan oleh
Sariyah Da’wah Jama’ah Ansharusy Syari’ah dapat dowonload di:
Mencari Pemimpin Yang Menghargai Aspirasi Rakyat
(Dikeluarkan Oleh Sariyah Dakwah Jama’ah Ansharusy Syari’ah)
KHUTBAH PERTAMA
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ وَلاَ رَسُوْلَ بَعْدَهُ، قَدْ أَدَّى اْلأَمَانَةَ وَبَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَنَصَحَ اْلأُمَّةَ وَجَاهَدَ فِيْ سَبِيْلِهِ حَقَّ جِهَادِهِ
اَلصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا الْمُصْطَفَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ سَلَكَ سَبِيْلَهُ وَاهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.رَبِّ اشْرَحْ لِيْ صَدْرِيْ وَيَسِّرْ لِيْ أَمْرِيْ وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِيْ يَفْقَهُوْا قَوْلِيْ
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. وَقَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. وَقَالَ: وَتَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى
وَقَالَ النَّبِيُ: اِتَّقِ اللهَ حَيْثُ مَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بَخُلُقٍ حَسَنٍ. (رواه الترمذي، حديث حسن)
Jamaah Jum’at hamba Allah yang dirahmati Allah SWT.
Segala puji bagi Allah SWT, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya.
Khotib berwasiat kepada diri sendiri khususnya dan jama’ah sekalian marilah kita bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa, semoga kita akan menjadi orang yang istiqamah sampai akhir hayat kita.
MA’ASYIROL MUSLIMIN RAHIMANI WA RAHIMUKUMULLAH!!!
Rasulullah menyuruh kita bersikap ramah
Rasulullah SAW bersabda, “Orang beriman itu bersikap ramah dan tidak ada kebaikan bagi seorang yang tidak bersikap ramah. Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Thabrani dan Daruquthni, dari Jabir RA).
Hadits diatas kembali mengingatkan jati dari kemanusiaan kita agar selalu bersikap ramah dalam berinteraksi sosial di antara sesama. Praksisnya dengan mentaati dan mengamalkan ajaran Islam orang beriman akan menjadi orang yang bisa menghargai dan berbuat adil kepada siapapun. Bila ia seorang pejabat, maka ia bisa menyuarakan dan amanah pada aspirasi rakyatnya. Berpihak kepada rakyatnya, tidak membuat kebijakkan yang menyengsarakan rakyatnya, ia menyalurkan segala energi kepemimpinannya untuk mewujudkan kemakmuran rakyatnya.
Implementasi wujud keramahan tersebut menjadi menjadi hal paling esensial, mengingat hakikat orang beriman itu tidak hanya pandai melafalkan sumpah jabatan dengan Al-Qur’an, akan tetapi yang lebih penting dari itu adalah wujud konkret tindakannya membela Al-Qur’an dari yang menistakannya, dan selalu berada di masyarakat apalagi ketika sedang dibutuhkan.
KEPEMIMPINAN ISLAM
Kepemimpinan Islam mencakup kepemimpinan hidayah, ilmu, akhlaq, dakwah, iman yang tergambar pada diri para Nabi, Ulama Rabbaniyyin, yang mengajarkan kepada umat hidayah Allah dan kepemimpinan birokrasi politik yang tergambar pada khalifah, raja, presiden maupun bawahannya, yang mengatur dan menjalankan mandat Allah dalam menegakkan syariat Allah, sebagaimana Allah katakan kepada Raja Daud dalam ayat tersebut di atas.
Kepemimpinan ideologi, moralitas, dan ilmu serta politik pada masa tertentu menyatu pada pribadi penguasa seperti Nabi Daud, Nabi Sulaiman, Dzulqarnain, Nabi Muhammad SAW di masa madinah, dan khulafaurrasyidin, mereka para penguasa/pemimpin yang diberikan ilmu oleh Allah Ta’ala dan ini kenikmatan sangat besar, Allah berfirman: “Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada, mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada kamilah mereka selalu menyembah”. (QS. Al-Anbiya: 73)
Dan adakalanya para pemimpin pemerintahan bukan ulama tetapi mereka sangat menghormati ulama dan tunduk kepada ulama, seperti yang terjadi pada khulafa’ bani Umayyah dan bani Abbasiyyah, serta khulafa’ Utsmaniyyah, demikian juga para sulthan bani Ayyub seperti Shalahuddin Al-Ayyubi.
Para pemimpin dari ulama atau yang tunduk kepada ulama adalah rahmat Allah yang besar, mereka tunduk kepada Allah, menjalankan khilafah dengan menyadari bahwa diri mereka bukan penguasa hakiki, melainkan wakil Allah dalam menjalankan syariat Allah, sebagaimana Nabi Adam ketika turun ke dunia untuk memulai sebagai khalifah.
“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, Yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian[1] terhadap Kitab-Kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu[2] Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.” (QS. Al-Maidah: 48)
Kepemimpinan Islam menghamba kepada Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat (menegakkan keadilan sosial), beramar ma’ruf, nahi munkar, sangat prihatin atas semua yang bermanfaat bagi rakyat, sangat sayang kepada rakyat, mendoakan rakyatnya, maka mereka sangat disayang oleh rakyat ditaati rakyatnya, didoakan rakyatnya.
Pemimpin Islam yang menegakkan hudud Allah (hukum Allah) sehari saja, lebih baik dari hujan 40 hari, kebijakkan mereka membahagiakan rakyat, memudahkan urusan mereka. Pemimpin Islam ini selalu merasakan apa yang dirasakan umatnya, mereka pelayan umat, mereka tidak akan makan kenyang jika rakyatnya kelaparan sampai rakyatnya kenyang, mereka bertanggung jawab dan akan ditanya oleh Allah kalau ada di ujung wilayahnya ada kuda yang tergelincir gara-gara tidak memperbaiki jalan.
Kebijakkannya dalam mengelola kekayaan negara (asset publik) seperti perkataan Umar bin Khattab ra: “Aku menempatkan diriku pada asset publik seperti kedudukan pemelihara harta anak yatim, kalau saya kaya, saya menahan diri tidak mengambil gaji, dan kalau saya miskin saya makan dengan cara yang wajar yang dimakan rakyat, dan nanti kalau saya ada kemudahan saya bayar ulang.
Kualitas pemimpin dilahirkan dari kwalitas rakyat dan kwalitas agama rakyat akan dipengaruhi kualitas agama pemimpinnya, maka melahirkan pemimpin shaleh adalah suatu kewajiban dan sekaligus sebagai sebuah kenikmatan besar, maka wajib melahirkan pemimpin shaleh dari rumah tangga, RT, RW, kabupaten, atau kota, gubernur dan presiden yang memimpin dengan bimbingan Allah, harus ulama atau orang-orang yang tunduk dan menghormati ulama, cukup penderitaan kita dipimpin oleh manusia yang memisahkan pemimpin dari agama, dan menganggap iman dengan akhirat sebagai ramalan, maka korupsi jual asset publik jadi andalan, mengikuti hawa nafsu rakyat ahli maksiat sebagai jalan untuk berkuasa maka tidak mengherankan jika mereka melegalkan kemaksiatan untuk kepuasan manusia. Kita cukup lalai dari kewajiban agung ini dan mari memulai kehidupan mendatang dengan hidayah Allah.
Mencari Pemimpin yang menghargai Aspirasi Rakyat
Di antara hak umat Islam adalah melakukan kontrol terhadap pemerintah dengan secermat-cermatnya dan menasehatinya jika dirasa hal itu membawa kebaikan. Sedangkan pemerintah hendaknya bermusyawarah dengan rakyat, menghargai aspirasinya, dan mengambil yang baik dari masukan-masukannya. Allah SWT telah memerintahkan kepada para kepala pemerintahan agar melakukan hal itu.
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.[3] kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya..” (QS. Ali Imran: 159)
Bahkan, Allah memuji kebaikan kaum muslimin atas prinsip tersebut.
وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS.Asy-Syura: 38)
Masalah ini juga ditegaskan dalam Sunah Rasulullah saw. dan Khulafaur Rasyidin, “Jika datang kepada mereka suatu masalah, mereka mengumpulkan para ahli dari kaum muslimin. Kemudian mereka saling bermusyawarah dan mengambil yang benar dari rangkaian pendapat mereka. Bahkan, para ahli tadi mengajak dan menganjurkan kaum muslimin untuk (berpegang) kepada pendapat yang benar tadi.”
Abu Bakar Ash-Shiddiq berkata,
“Jika kalian melihat aku di atas kebenaran maka dukunglah (untuk melaksanakannya), dan jika kalian melihatku dalam kebatilan, maka betulkan dan luruskanlah.”
Umar bin Khathab berkata, “Barangsiapa melihat dalam diriku sesuatu yang bengkok, maka luruskanlah.”
Sistem Islam bukanlah slogan dan julukan semata, selama kaidah-kaidah pokok di atas tadi bisa diwujudkan (di mana tidak mungkin suatu hukum akan tegak tanpanya) dan diterapkan secara tepat hingga dapat menjaga keseimbangan dalam berbagai situasinya (yang masing-masing bagian tidak mendominasi bagian yang lain). Keseimbangan ini tidak mungkin bisa terpelihara tanpa adanya nurani yang selalu terjaga dan perasaan yang tulus akan kesakralan ajaran ini. Dengan memelihara dan menjaganya akan tergapailah keberuntungan di dunia dan keselamatan di akhirat.
Inilah yang dalam istilah politik modern kita kenal sebagai kesadaran politik, atau kematangan politik, atau pendidikan politik, atau istilah-istilah sejenis yang semua itu bermuara pada satu hakekat: keyakinan akan kelayakan sistem dan rasa kepedulian untuk menjaganya. Teks-teks ajaran saja tidaklah cukup untuk membangkitkan umat. Demikian juga, sebuah undang-undang tak akan berguna jika tidak ada seorang hakim dan Pemimpin -yang tidak membela penyimpangan seperti komunis, LGBT, dan penista Al-Qur’an, bersikap adil dan bersih- yang memelopori penerapannya.
Kewajiban Mengangkat Pemimpin Yang Menegakkan Islam
Umat Islam ini masih senantiasa terjaga lagi aman, kokoh lagi tegar di hadapan ketamakan orang dzalim dan durjana sepanjang tenggang waktu yang mana ia dipimpin oleh penguasa muslim yang memimpinnya dengan menegakkan Islam, menghukumnya dengan syari’at Rabbul ‘Alamin, melindungi kehormatan dan hak-hak kaum muslimin dengan kekuatan penguasa muslim membela Islam dan menggetarkan musuh-musuh mereka dengan jihad yaitu dari berani melakukan sikap lancang…
Saat itu kaum muslimin berada dalam kebaikan, ‘izzah, kemuliaan dan haibah (disegani), yang mana musuh berhitung seribu kali sebelum berfikir untuk melakukan sedikit penganiayaan, sampai akhirnya runtuh akhir pilar-pilar Khilafah Utsmaniyyah di awal abad ini yang telah lalu dengan perbuatan dan taqshir kaum muslimin itu sendiri dan dengan makar yang dahsyat yang dirancang dan direncanakan oleh semua kekuatan kafir, kemunafikan dan kezaliman di dunia ini.
Penguasa muslim yang adil adalah payung Allah di bumi ini, karena ia berjuang untuk menerapkan hukum-hukumnya dan syari’at-syari’atnya di bumi ini, dan dengannya kehormatan dien ini terjaga dan panji-panjinya tinggi berkibar.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ
Wallahul muwaffiq.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَالْعَصْرِ، إِنَّ الإِنسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ، إِلاَّ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ
KHUTBAH KEDUA
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
جَمَاعَةَ الْجُمُعَةِ، أَرْشَدَكُمُ اللهُ. أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا وَيَرْزُقُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ.اَللَّهُمَ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ.اَللَّهُمَّ انْصُرِ الْمُجَاهِدِيْنِ فِيْ كُلِّ مَكَانٍ وَزَمَانٍ
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ.رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ اْلأَبْرَارِ.رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَّسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا، رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِن قَبْلِنَا، رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ، وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنتَ مَوْلاَنَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.اَللَّهُمَّ إِنَا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَجَنَّتَكَ وَنَسْأَلُكَ شَهَادَةً فِيْ سَبِيْلِكَ.اَللَّهُمَّ أَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُبْتَدِعَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ أَعْدَائَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ
اَللَّهُمَّ شَتِّتْ شَمْلَهُمْ وَمَزِّقْ جَمْعَهُمْ وَزَلْزِلْ أَقْدَامَهُمْ وَأَلْقِ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الرُّعْبَ.اَللَّهُمَّ عَذِّبْهُمْ عَذَابًا شَدِيْدًا وَحَسِّبْهُمْ حِسَابًا ثَقِيْلاً.رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
[1]Maksudnya: Al Quran adalah ukuran untuk menentukan benar tidaknya ayat-ayat yang diturunkan dalam Kitab-Kitab sebelumnya.
[2]Maksudnya: umat Nabi Muhammad s.a.w. dan umat-umat yang sebelumnya.
[3]Maksudnya: urusan peperangan dan hal-hal duniawiyah lainnya, seperti urusan politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lainnya.