Khutbah Jumat Edisi 371 | Alasan Terlarangnya Mengucapkan Selamat Natal bagi Muslim
Dikeluarkan Oleh Sariyah Dakwah Jama’ah Ansharu Syari’ah
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ وَلاَ رَسُوْلَ بَعْدَهُ، قَدْ أَدَّى اْلأَمَانَةَ وَبَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَنَصَحَ اْلأُمَّةَ وَجَاهَدَ فِيْ سَبِيْلِهِ حَقَّ جِهَادِهِ.
اَلصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا الْمُصْطَفَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ سَلَكَ سَبِيْلَهُ وَاهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.رَبِّ اشْرَحْ لِيْ صَدْرِيْ وَيَسِّرْ لِيْ أَمْرِيْ وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِيْ يَفْقَهُوْا قَوْلِيْ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. وَقَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. وَقَالَ: وَتَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى.
وَقَالَ النَّبِيُ : اِتَّقِ اللهَ حَيْثُ مَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بَخُلُقٍ حَسَنٍ. (رواه الترمذي، حديث حسن).
Jamaah Jum’at hamba Allah yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga, dan para sahabatnya.
Khotib berwasiat kepada diri sendiri khususnya dan jama’ah sekalian marilah kita bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa, semoga kita akan menjadi orang yang istiqamah sampai akhir hayat kita.
Ma’asyirol Muslimin Rahimani Wa Rahimukumullah…
Fenomena Toleransi Atas Nama Natal
Bulan Desember memang bulan yang cukup kompleks dalam menerapkan soal batasan-batasan toleransi yang masih dalam ketentuan syara’. Mulai dari hukum mengucapkan selamat Natal, hukum menjaga gereja, hukum membeli barang diskon dalam rangka menyambut hari Natal, sampai pada hukum memakai atribut Natal.
Polemik sepanjang tahun ketika berbicara tentang apa hukum natalan bersama? Apa hukum mengucapkan “Selamat Natal” kepada orang nasrani, pada saat hari natal yang diyakini Nasrani.
Apakah boleh seorang muslim mengucapkan selamat kepada orang Nasrani? Apabila tidak diucapkan kepada mereka, apakah akan menghilangkan toleransi kita kepada mereka? Bagaimana Islam memandang perkara ini?
Toleransi agama itu artinya bukan ikut dalam acara ritual agama lain atau terlibat secara langsung dalam ibadah khusus mereka. Toleransi itu merupakan sikap teguh dengan ajaran Islam, namun tidak memaksakan orang non Muslim untuk masuk Islam atau mengikuti ibadah umat Islam.
Toleransi itu membiarkan penganut agama lain untuk menjalankan keyakinan mereka, itulah toleransi yang dicontohkan dalam Islam. Menghormati dan bertoleransi terhadap pemeluk agama lain bukan dengan cara melakukan sesuatu yang dilarang oleh ajaran agama kita sendiri berdasarkan dalil-dalil yang jelas dan kuat. Ini namanya salah praktek toleransi.
Para ulama menjelaskan bahwa Islam menganjurkan umatnya untuk berbuat baik dan bersikap adil kepada non muslim selama mereka tidak memerangi kaum Muslimin karena agamanya. Bahkan dalam masalah bersikap adil, kepada non Muslim yang memusuhi pun harus tetap adil, tidak boleh melakukan kezhaliman kepadanya. Sehingga dalam sejarah penaklukan Islam, kaum muslimin diakui oleh sejarawan Barat sebagai penakluk paling santun dan adil di muka bumi.
Gustave Le Bon, seorang cendekiawan dan filosof Perancis awal abad 20, mengatakan,” Sejarah tidak pernah mengenal sang penakluk yang lebih adil dan lebih santun kecuali Islam.” (Yusuf Qardhawi, Membumikan Syariat Islam: 119).
TIdak pernah terjadi adanya pemaksaan terhadap penduduk negeri non muslim yang dikuasai kaum muslimin untuk masuk Islam. Para pemuka nasrani di Homs dan suria menulis surat kepada Abu Ubaidah, Gubernur Syam saat itu,” Wahai kaum Muslimin, kalian lebih kami cintai dari pada Romawi, meskipun mereka sama agamanya dengan kami.
Kalian lebih memenuhi janji kepada kami. Kalian lebih belas kasih kepada kami, lebih menjaga diri dari menzhalimi kami dan lebih baik dalam memimpin kami.” [Samahatul Islam fi Mu’amalati Ghairil Muslimin, Dr. Abdullah bin Ibrahim Al-Luhaidan, hal. 17].
Ucapan Selamat Hari Natal Adalah Haram
Dalam Islam, mengucapkan selamat hari raya keagamaan kepada pemeluk agama selain Islam ternyata hukumnya haram. Hukum haram ini telah menjadi ijma’ para ulama salaf dan khalaf. Allah ‘Azza wa Jalla menyampaikan,
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran: 85).
Surat Ali Imron ayat 85 di atas telah menggugurkan keabsahan dan kebenaran seluruh bentuk dan nama agama selain Islam. Sehingga, seluruh bentuk praktik keagamaan yang ada di dalamnya adalah batil dan tertolak.
Dan Allah ‘Azza wa Jalla sama sekali tidak meridhai kekafiran seseorang. Oleh sebab itu, seluruh aktivitas yang menjadi bagian dari bentuk kekafiran seseorang kepada Allah ‘Azza wa Jalla hukumnya haram. Baik itu berupa sarana pendukung, keterlibatan, sampai pada ucapan memberi selamat hari raya kepada aktivitas kekufuran.
Ibnul Qayyim menjelaskan, “Memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti ucapan selamat hari natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin.”
Kemudian beliau memberikan contoh praktik larangan tersebut, “Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka. Seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya.” (Ahkamu Ahlidz Dzimmah, Ibnul Qayyim, 441)
Ucapan Selamat Hari Natal Sudah Masuk Perkara Akidah, Bukan Sekedar Muamalah
Menjadi seorang muslim itu harus benar-benar memiliki kemantapan iman dalam hati, untuk kemudian diwujudkan dalam aksi dan amal nyata. Ketika hati sudah meyakini dengan seyakin-yakinnya bahwa hanya Islam agama yang haq dan diridhai oleh Allah ‘Azza wa Jalla, itu artinya seorang muslim tersebut siap untuk menegasikan seluruh bentuk keyakinan yang berseberangan dengan Islam.
Sehingga, dalam kasus memberikan ucapan selamat hari Natal kepada umat Kristen, bukan hanya sebatas sikap lahiriyah wujud toleransi dan kerukunan antar umat beragama. Sebab, pada saat mengucapkan selamat Natal itu artinya seorang muslim membenarkan apa yang diyakini oleh umat Kristen. Ini perkara akidah. Ini sangat menyelisihi prinsip dasar keyakinan dalam Islam.
Oleh sebab itu, soal keyakinan, Ibnul Qayyim mendetailkan kembali tentang hukum mengucapkan selamat hari raya, “Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan.”
Lebih lanjut, Ibnul Qayyim menganalogikan orang yang mengucapkan selamat hari raya pada agama lain itu sama saja dengan mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah.
“Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya,” (Ahkamu Ahlidz Dzimmah, Ibnul Qayyim, 441).
Apakah Hanya Ucapan Selamat Hari Natal Saja yang Dilarang?
Tentu saja tidak. Kenapa? Substansi dari dilarangnya ucapan selamat hari natal adalah adanya persetujuan terhadap keyakinan agama lain yang berseberangan dengan keyakinan Islam dan sikap melibatkan diri pada ritual agama lain. Sehingga, bentuk ‘ridha’ atau setuju dengan keyakinan lain itu banyak sekali ragamnya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Tidak halal bagi seorang muslim untuk menyerupai mereka (orang-orang kafir) dalam segala hal yang menjadi ciri khas perayaan hari-hari besar mereka, baik itu berupa bentuk hidangan makanan, gaya berpakaian, atau aktifitas menyalakan api/lilin, dan sebagainya.”
Lebih dari itu, beliau menjelaskan bahwa larangan itu juga berlaku pada sikap menghadiri pesta pernikahan agama lain, dukungan materi, atau bahkan, melakukan transaksi atau jual beli barang yang sudah pasti untuk keperluan perayaan agama lain. (Majmu’ al-Fatawa, Syaikh Ibnu Taimiyah, 2/488).
Dengan demikian, mengenakan pakaian atau topi sinterklaas/santaclaus, menghias rumah dengan lampu hias khas natalan, dan semisalnya hukumnya juga haram. Sebab itu termasuk bentuk menyerupai syiar agama lain. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad 2/50 dan Abu Daud no. 4031. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih, Irwa’ul Ghalil no. 1269).
Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا
“Bukan termasuk golongan kami siapa saja yang menyerupai selain kami.” (HR. Tirmidzi no. 2695.
Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan). Syaikh Ibnu Taimiyah menjelaskan,
أَنَّ الْمُشَابَهَةَ فِي الْأُمُورِ الظَّاهِرَةِ تُورِثُ تَنَاسُبًا وَتَشَابُهًا فِي الْأَخْلَاقِ وَالْأَعْمَالِ وَلِهَذَا نُهِينَا عَنْ مُشَابَهَةِ الْكُفَّارِ
“Keserupaan dalam perkara lahiriyah bisa berpengaruh pada keserupaan dalam akhlak dan amalan. Oleh karena itu, kita dilarang menyerupai (tasyabbuh) dengan orang kafir.” (Majmu’ al-Fatawa, Syaikh Ibnu Taimiyah, 22/154)
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ
Wallahul muwaffiq
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَالْعَصْرِ، إِنَّ الإِنسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ، إِلاَّ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ.
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
جَمَاعَةَ الْجُمُعَةِ، أَرْشَدَكُمُ اللهُ. أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا وَيَرْزُقُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ. اَللَّهُمَ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ. اَللَّهُمَّ انْصُرِ الْمُجَاهِدِيْنِ فِيْ كُلِّ مَكَانٍ وَزَمَانٍ.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ اْلأَبْرَارِ. رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَّسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا، رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِن قَبْلِنَا، رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ، وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنتَ مَوْلاَنَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ. اَللَّهُمَّ إِنَا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَجَنَّتَكَ وَنَسْأَلُكَ شَهَادَةً فِيْ سَبِيْلِكَ. اَللَّهُمَّ أَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُبْتَدِعَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ أَعْدَائَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ.
اَللَّهُمَّ شَتِّتْ شَمْلَهُمْ وَمَزِّقْ جَمْعَهُمْ وَزَلْزِلْ أَقْدَامَهُمْ وَأَلْقِ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الرُّعْبَ. اَللَّهُمَّ عَذِّبْهُمْ عَذَابًا شَدِيْدًا وَحَسِّبْهُمْ حِسَابًا ثَقِيْلاً. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.