Khutbah Jum'at

Khutbah Jumat Edisi 404 | Perjuangan Umat Islam dalam Meraih Kemerdekaan Indonesia

Dikeluarkan Oleh Sariyah Dakwah Jama’ah Ansharu Syari’ah

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ وَلاَ رَسُوْلَ بَعْدَهُ، قَدْ أَدَّى اْلأَمَانَةَ وَبَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَنَصَحَ اْلأُمَّةَ وَجَاهَدَ فِيْ سَبِيْلِهِ حَقَّ جِهَادِهِ.

اَلصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا الْمُصْطَفَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ سَلَكَ سَبِيْلَهُ وَاهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.رَبِّ اشْرَحْ لِيْ صَدْرِيْ وَيَسِّرْ لِيْ أَمْرِيْ وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِيْ يَفْقَهُوْا قَوْلِيْ.

قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. وَقَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. وَقَالَ: وَتَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى.

وَقَالَ النَّبِيُ : اِتَّقِ اللهَ حَيْثُ مَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بَخُلُقٍ حَسَنٍ. (رواه الترمذي، حديث حسن).

Jamaah Jum’at hamba Allah yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga, dan para sahabatnya.

Khotib berwasiat kepada diri sendiri khususnya dan jama’ah sekalian marilah kita bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa, semoga kita akan menjadi orang yang istiqamah sampai akhir hayat kita.

Ma’asyirol Muslimin Rahimani Wa Rahimukumullah…

“Dan apabila dikatakan kepada mereka, ‘Janganlah berbuat kerusakan di bumi!’ Mereka menjawab, ‘Sesungguhnya kami justru orang-orang yang melakukan perbaikan.’ Ingatlah, sesungguhnya merekalah yang berbuat kerusakan, tetapi mereka tidak menyadari.”(Al-Qur’an Surah Al-Baqarah: 11-12).

KITA seringkali disuguhi cerita tentang penjajahan sebagai pertarungan antara ‘pribumi tertindas’ versus ‘asing penjajah’. Penjajahan seakan-akan hanya cerita tentang dominasi orang-orang Eropa terhadap penduduk lokal.

Kisah tentang itu biasanya berakhir dengan cerita tentang pengusiran orang-orang Eropa dari tanah air sehingga berakhir pula penjajahan. Cerita ini kerap kita baca dari buku-buku sejarah, dan menjadi narasi resmi tentang bagaimana Indonesia dibangun.

Tentu cerita itu tidak keliru. Penjajahan di Indonesia khususnya adalah cerita tentang orang-orang Eropa yang datang ke Nusantara, berdagang, menguasai lahan, perlahan-lahan menaklukkan kerajaan—baik secara langsung maupun tidak—dan membangun struktur politik baru yang bernama negara kolonial.

Namun demikian, kita sering bertanya-tanya pula: benarkah praktik yang dilakukan oleh penjajah itu berakhir setelah ‘dekolonisasi’, alias setelah orang-orang Eropa dan Jepang angkat kaki? Mungkinkah ada penjajahan yang tetap berlangsung dengan aktor dan cara yang berbeda, tapi dengan mempertahankan sistem yang sama?

Perjuangan Umat Islam dalam Meraih Kemerdekaan Indonesia

Proses kemerdekaan Indonesia tidaklah mudah diraih. Dalam prosesnya perjuangan kemerdekaan Indonesia melibatkan berbagai elemen masyarakat, salah satunya perjuangan umat Islam yang memberikan kontribusi besar bagi terbentuknya Republik Indonesia yang merdeka.

Masuknya bangsa Eropa ke wilayah Nusantara, yang kelak nantinya menjadi negara Indonesia, dimulai pada awal abad ke-16 langsung mendapat perlawanan dari kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara. Misalnya seperti Kerajaan Malaka melawan Portugis, Kerajaan Ternate melawan Portugis, Kerajaan Banten melawan Belanda, Kesultanan Mataram Islam melawan Belanda, serta Kesultanan Aceh melawan Belanda.

Kegigihan pihak kerajaan Islam dalam melawan penjajah membuat bangsa Eropa kesulitan untuk bisa sepenuhnya menguasai wilayah di Nusantara. Meskipun pada akhirnya, tidak sedikit juga kerajaan Islam di Indonesia yang sempat jatuh ke tangan Belanda. Terlepas dari itu, semangat perjuangan yang dimiliki umat Islam pada masa itu masih terus membara.

Peran Awal Umat Islam dalam Perjuangan

Perjuangan kemerdekaan Indonesia dimulai jauh sebelum Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Umat Islam telah berkontribusi dalam berbagai gerakan perlawanan terhadap penjajahan Belanda sejak awal abad ke-20.

Beberapa tokoh dan kelompok Islam aktif dalam gerakan ini, seperti HOS Tjokroaminoto dan Sarekat Islam yang didirikan pada tahun 1905, menjadi salah satu organisasi pertama yang menggalang kesadaran nasional di kalangan masyarakat Indonesia.

Setelah Perang Dunia I, semangat nasionalisme semakin berkembang dan mencuatkan gerakan-gerakan baru. Bahkan, para ulama membentuk sebuah organisasi perjuangan untuk membangun kekuatan umat Islam Indonesia melawan penjajahan.

Peran Ulama Melawan Penjajah

Selain dipimpin oleh para tokoh dari kerajaan Islam, perlawanan terhadap bangsa penjajah juga dilakukan sendiri oleh para ulama. Para ulama memimpin perlawanan bersama rakyat Indonesia hingga terbentuk gerakan-gerakan sosial di kawasan Nusantara.

Peran ulama dalam kemerdekaan Indonesia sangat penting. Salah satu contohnya pada Perang Paderi di Sumatera Barat yang dipimpin oleh Imam Bonjol. Akibat Perang Paderi, timbul gerakan-gerakan Islam seperti Gerakan 3 Haji di Lombok, Gerakan R Gunawan di Jambi, Gerakan H. Aling Kuning di Kalimantan Timur, Gerakan KH. Wasit dari Cilegon, dan masih banyak lagi.

Perjuangan umat Islam dalam kemerdekaan Indonesia merupakan salah satu cerita epik dalam sejarah bangsa ini. Dari peran awal mereka dalam gerakan perlawanan, hingga kontribusi mereka dalam pembentukan negara dan pemerintahan, umat Islam telah berjuang keras untuk mencapai kemerdekaan Indonesia.

Kemerdekaan Indonesia adalah buah dari kerjasama dan semangat perjuangan berbagai elemen masyarakat, termasuk perjuangan besar umat Islam. Semangat ini terus diwariskan kepada generasi penerus untuk menjaga persatuan, kerukunan, dan kemajuan Indonesia ke depan. Sebagai bangsa yang berlandaskan Bhinneka Tunggal Ika, perjuangan umat Islam tetap menjadi salah satu pilar utama dalam membangun masa depan yang lebih baik bagi Indonesia.

Bagaimana Merawat Kemerdekaan?

Kemerdekaan sebagai sebuah nikmat yang agung perlu untuk dirawat agar nikmat ini tidak sirna atau lenyap. Sebab suatu nikmat itu bisa lenyap akibat tidak ada upaya untuk memelihara dan merawat nikmat tersebut.
Misalnya saja nikmat kesehatan itu bisa saja lenyap dan berubah menjadi kondisi sakit kronis yang menimpa seseorang akibat tidak merawat kesehatannya dan justru melakukan segala hal yang bisa merusak kesehatan tersebut dari waktu ke waktu.

Demikian pula dengan nikmat kemerdekaan. Pada prinsipnya cara untuk merawat nikmat kemerdekaan sama dengan cara merawat nikmat-nikmat Allah Ta’ala yang lain. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. [Ibrahim: 7].

Ayat ini secara tegas dan jelas menyatakan bahwa suatu nikmat itu akan terus ada bahkan bertambah bila penerima nikmat tersebut mampu bersyukur dengan benar dan nikmat itu akan lenyap dan sirna bila tidak bersyukur kepada Allah dengan benar.

Syaikh Abdurrahman As-Sa’di saat menerangkan ayat ini mengatakan,”dan diantara bentuk siksa-Nya, adalah Allah akan melenyapkan nikmat yang telah Allah curahkan dari mereka. Bersyukur hakikatnya adalah pengakuan hati terhadap nikmat-nikmat Allah dan menyanjung Allah karenanya, serta mempergunakannya dalam keridhaan Allah.

Sementara kufur terhadap nikmat Allah mempunyai pengertian yang berlawanan dengannya.

Untuk itu, tak ada jalan lain untuk merawat nikmat kemerdekaan selain menggunakan nikmat kemerdekaan ini untuk meraih ridha Alllah Subhanahu wa Ta’ala. Dan tidak ada jalan untuk meraih ridha Allah Ta’ala kecuali dengan mentaati seluruh hukum-Nya, perintah dan larangan-Nya di seluruh bidang kehidupan.Wallahu a’lam

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَالْفَجْرِ وَلَيَالٍ عَشْرٍ وَالشَّفْعِ وَالْوَتْرِ. وَالّلَيْلِ اِذَا يَسْر.

وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ.

Khutbah Kedua

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.

جَمَاعَةَ الْجُمُعَةِ، أَرْشَدَكُمُ اللهُ. أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا وَيَرْزُقُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا.

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ. اَللَّهُمَ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ. اَللَّهُمَّ انْصُرِ الْمُجَاهِدِيْنِ فِيْ كُلِّ مَكَانٍ وَزَمَانٍ.

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ اْلأَبْرَارِ. رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَّسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا، رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِن قَبْلِنَا، رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ، وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنتَ مَوْلاَنَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ. اَللَّهُمَّ إِنَا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَجَنَّتَكَ وَنَسْأَلُكَ شَهَادَةً فِيْ سَبِيْلِكَ. اَللَّهُمَّ أَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُبْتَدِعَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ أَعْدَائَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ.

اَللَّهُمَّ شَتِّتْ شَمْلَهُمْ وَمَزِّقْ جَمْعَهُمْ وَزَلْزِلْ أَقْدَامَهُمْ وَأَلْقِ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الرُّعْبَ. اَللَّهُمَّ عَذِّبْهُمْ عَذَابًا شَدِيْدًا وَحَسِّبْهُمْ حِسَابًا ثَقِيْلاً. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.

Download file PDF :

Lihat lebih banyak

Artikel terkait

Back to top button