
(Dikeluarkan Oleh Sariyah Dakwah Markaziyah Jamaah Ansharu Syariah)
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ وَلاَ رَسُوْلَ بَعْدَهُ، قَدْ أَدَّى اْلأَمَانَةَ وَبَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَنَصَحَ اْلأُمَّةَ وَجَاهَدَ فِيْ سَبِيْلِهِ حَقَّ جِهَادِهِ.
اَلصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا الْمُصْطَفَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ سَلَكَ سَبِيْلَهُ وَاهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.رَبِّ اشْرَحْ لِيْ صَدْرِيْ وَيَسِّرْ لِيْ أَمْرِيْ وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِيْ يَفْقَهُوْا قَوْلِيْ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. وَقَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. وَقَالَ: وَتَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى.
وَقَالَ النَّبِيُ : اِتَّقِ اللهَ حَيْثُ مَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بَخُلُقٍ حَسَنٍ. (رواه الترمذي، حديث حسن).
Jamaah Jum’at hamba Allah yang dirahmati Allah SWT.
Segala puji bagi Allah SWT, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga, dan para sahabatnya.
Khotib berwasiat kepada diri sendiri khususnya dan jamaah sekalian marilah kita bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa, semoga kita akan menjadi orang yang istiqamah sampai akhir hayat kita.
Ma’asyirol Muslimin Rahimani Wa Rahimukumullah
Indonesia tidak lepas ditimpa berbagai bencana, sampai hari ini, silih berganti. Belum selesai penanganan musibah yang satu, muncul baru musibah yang sebelumnya tidak pernah kita duga.
Yang lebih urgen adalah sikap introspeksi masyarakat Indonesia, lebih lagi pemerintahnya. Ada apa ini?. Apakah ini semata-mata teguran Allah Ta’ala., karena kecintaan-Nya terhadap bangsa ini yang sudah terlalu lama melupakan-Nya? Atau karena musibah itu ternyata akibat dari ulah tangan-tangan jahil manusia?
Yah, Allah Ta’ala menegur manusia dengan adanya musibah itu, benar. Dan ternyata berbagai bencana itu akibat ulah tangan manusia juga benar. banyaknya peristiwa itu ternyata musibah itu disebabkan karena ulah manusia. Sehingga benar informasi Allah Ta’ala dalam surat Ar-Rum: 41.
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Ketika sebagian besar musibah akibat dari ulah tangan manusia, semestinya pertama kali yang harus mereka sikapi adalah merasa bersalah, meminta ma’af dan memperbaikinya. Namun kalau kita dengar pernyataan dari pemimpin kita, mereka mengatakan ini hanya gejala alam saja, tidak ada kaitannya dengan kesalahan kepemimpinan mereka, juga tidak mengaitkan dengan kekuasaan Allah Ta’ala.
Bermuhasabah dengan bertaubat
Sejarah mengajarkan kepada kita, bahwa para sahabat radhiyallahu anhum ketika mengalami musibah, kekalahan dalam pertempuran, atau yang lainnya, seketika itu mereka sadar, boleh jadi ada saham kesalahan yang mereka lakukan. Mereka segera mengintropeksi diri dan memperbaiki kesalahan.
Suatu kali di Madinah terjadi gempa bumi. Rasulullah SAW lalu meletakkan kedua tangannya di atas tanah dan berkata, “Tenanglah … belum datang saatnya bagimu.” Lalu, Nabi SAW menoleh ke arah para sahabat dan berkata, “Sesungguhnya Rabb kalian menegur kalian … maka jawablah (buatlah Allah ridha kepada kalian)!”
Sepertinya, Umar bin Khattab RA mengingat kejadian itu. Ketika terjadi gempa pada masa kekhalifahannya, ia berkata kepada penduduk Madinah, “Wahai Manusia, apa ini? Alangkah cepatnya apa yang kalian kerjakan (dari maksiat kepada Allah)? Andai kata gempa ini kembali terjadi, aku tak akan bersama kalian lagi!”
Khalifah Umar bin Abdul Aziz juga tak tinggal diam saat terjadi gempa bumi pada masa kepemimpinannya. Ia segera mengirim surat kepada seluruh wali negeri, Amma ba’du, sesungguhnya gempa ini adalah teguran Allah kepada hamba-hamba-Nya, dan saya telah memerintahkan kepada seluruh negeri untuk keluar pada hari tertentu, maka barangsiapa yang memiliki harta hendaklah bersedekah dengannya.”
Adanya potensi musibah atau bencana alam pada suatu tempat adalah ketetapan dari Allah yang tidak bisa dihindari. Namun ada ikhtiar yang dapat dilakukan untuk menghindar dari keburukan yang dapat ditimbulkan, dan upaya-upaya tersebut sudah dicontohkan sebelumnya oleh Rasulullah dan para sahabat ridwanullah alaihim.
Sehingga potensi bencana alam dapat dihindari dengan kebijakan Negara yang tidak saja didasarkan pada pertimbangan rasional, tetapi juga oleh dalil Quran dan hadits. Adapun langkah strategis mensikapi musibah menurut Islam adalah sebagai berikut:
Langkah strategis pertama mensikapi musibah adalah menyadari kesalahan diri. ”Ighfirlanaa dzunubanaa”.
Tidak terbayang sebelumnya, bahwa air banjir masuk sampai ke kamar tidur kita, menenggelamkan semua isi di dalamnya. Ketika itu kita berdo’a dengan sangat khusyu’, namun kita belum mengakui, boleh jadi ada saham kesalahan yang kita perbuat, tidak juga mengucapkan istirja’ dengan penuh keyakinan, innaa lillahi wa innaa ilaihi raa’jiuun.
Jika demikian, kita khawatir seperti kaum terdahulu yang Allah Ta’ala. gambarkan dalam Al Qur’an, yaitu kaum yang ketika dicekam bencana mereka serta merta berdo’a dengan sangat khusyu’. Ketika berbaring, lagi duduk, atau sambil berdiri, praktis dalam semua kondisi mereka berdo’a dan bergumam mengharap kepada Allah Ta’ala agar semua musibah segera berlalu. Tapi ketika Allah Ta’ala. menghilangkan bencana tersebut, mereka berlenggang, seakan-akan mereka sebelumnya tidak pernah berdo’a dan seakan-akan mereka tidak pernah dicekam bencana. Wal iyadzu billah.
وَإِذَا مَسَّ الإِنسَانَ الضُّرُّ دَعَانَا لِجَنبِهِ أَوْ قَاعِداً أَوْ قَآئِماً فَلَمَّا كَشَفْنَا عَنْهُ ضُرَّهُ مَرَّ كَأَن لَّمْ يَدْعُنَا إِلَى ضُرٍّ مَّسَّهُ كَذَلِكَ زُيِّنَ لِلْمُسْرِفِينَ مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ
“Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu dari padanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS. Yunus: 12)
Sikap kedua, adalah meneguhkan jati diri sebagai muslim “Tsabbit aqdamanaa”.
Islam sangat menganjurkan ummatnya untuk hidup bersih, pola hidup sehat, budaya tertib, membuang sampah pada tempatnya, menyingkirkan duri dari jalan, menanam pohon, tolong menolong dalam kebaikan, kerja bakti, larangan merusak tanaman.Seandainya ummat sadar akan identitas ini, meskipun kelihatannya sederhana, namun sangat berarti dampaknya.
Terutama pemerintah yang bertanggungjawab akan keselamatan rakyatnya, seharusnya mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang ramah lingkungan dan berpihak kepada rakyat, bukan menguntungkan kelompok tertentu. Sehingga kalau hujan turun misalkan, bukannya sampah berserakan di jalan-jalan, bukan macet yang jadi pemandangan, dan bukan banjir yang menjadi langganan, juga bukan mengakibatkan kerusakan lainnya, apalagi memakan jiwa. Namun hujan akan membawa keberkahan dan keselamatan.
Rasulullah bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintakan pertanggungjawaban atas kepemimpinannya” (Muttafaqun ‘alaihi).
Langkah strategis ketiga, adalah mempersiapkan kemenangan ”Unshurnaa”.
Penguasa sudah selayaknya mengambil peran sentral dalam upaya menghindarkan masyarakat dari dampak bencana alam atau meminimalisirnya. Sejak sebelum terjadinya bencana alam, ketika masa tanggap darurat, hingga masa pemulihan dan kehidupan kembali normal.
Sebagaimana yang dicontohkan oleh khalifah Umar bin Khattab RA pada saat daerah Hijaz benar-benar kering kerontang akibat musibah paceklik pada akhir tahun ke 18 H, tepatnya pada bulan Dzulhijjah, dan berlangsung selama 9 bulan yang diceritakan dalam At-Thabaqâtul-Kubra karya Ibnu Sa’ad. Penduduk-penduduk pedesaan banyak yang mengungsi ke Madinah dan mereka tidak lagi memiliki bahan makanan sedikitpun. Mereka segera melaporkan nasib mereka kepada Amîrul Mukminîn Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu.
Umar Radhiyallahu ‘anhu cepat tanggap dan menindaklanjuti laporan ini. Dia segera membagi-bagikan makanan dan uang dari baitul mâl hingga gudang makanan dan baitul mâl kosong total. Dia juga memaksakan dirinya untuk tidak makan lemak, susu maupun makanan yang dapat membuat gemuk hingga musim paceklik ini berlalu. Jika sebelumnya selalu dihidangkan roti dan lemak susu, maka pada masa ini ia hanya makan minyak dan cuka.
Dia hanya mengisap-isap minyak, dan tidak pernah kenyang dengan makanan tersebut. Hingga warna kulit Umar Radhiyallahu ‘anhu menjadi hitam dan tubuhnya kurus; dan dikhawatirkan dia akan jatuh sakit dan lemah. Kondisi ini berlangsung selama 9 bulan. Setelah itu keadaan berubah kembali menjadi normal sebagaimana biasanya. Akhirnya para penduduk yang mengungsi tadi, bisa pulang kembali ke rumah mereka.
Manajemen penanganan bencana alam disusun dan dijalankan dengan berpegang teguh pada prinsip “wajibnya seorang Pemimpin melakukan ri’ayah (pelayanan) terhadap urusan-urusan rakyatnya”. Pasalnya, pemimpin adalah seorang pelayan rakyat yang akan dimintai pertanggungjawaban atas pelayanan yang ia lakukan.
Ummat mau tidak mau harus mempersiapkan pemimpin, memunculkan tokoh yang akan memperjuangkan kepentingan mereka. Yaitu pemimpin yang mendorong perbaikan dan perubahan. Pemimpin yang melapangkan jalan kesejahteraan. Pemimpin yang membantu rakyatnya dalam mewujudkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Sudah saatnya ummat sadar, bahwa satu suara yang mereka salurkan adalah amanah dari Allah Ta’ala yang akan dimintai pertanggungjawabannya di yaumil hisab nanti. Sudah saatnya ummat sadar bahwa pilihan mereka menjadi taruhan, apakah kedepan akan ada perubahan atau malah sebaliknya. Ummat pun jangan sampai terprovokasi dengan kepentingan sesaat dan pragmatis, berupa iming-iming materi atau kedudukan. Namun sengsara berkepanjangan.
Dari Ibnu Abbas Ra, Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang memilih seseorang untuk menjadi pemimpin suatu kaum, padahal di kaum tersebut ada orang yang lebih diridhoi Allah daripada orang yang dipilihnya, maka dia telah berkhianat kepada Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman” (Hadits Shahih Riwayat Al-Hakim, di dalam kitab Al-Mustadrak).
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَالْعَصْرِ، إِنَّ الإِنسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ، إِلاَّ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ.
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
جَمَاعَةَ الْجُمُعَةِ، أَرْشَدَكُمُ اللهُ. أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا وَيَرْزُقُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ. اَللَّهُمَ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ. اَللَّهُمَّ انْصُرِ الْمُجَاهِدِيْنِ فِيْ كُلِّ مَكَانٍ وَزَمَانٍ.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ اْلأَبْرَارِ. رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَّسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا، رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِن قَبْلِنَا، رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ، وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنتَ مَوْلاَنَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ. اَللَّهُمَّ إِنَا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَجَنَّتَكَ وَنَسْأَلُكَ شَهَادَةً فِيْ سَبِيْلِكَ. اَللَّهُمَّ أَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُبْتَدِعَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ أَعْدَائَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ.
اَللَّهُمَّ شَتِّتْ شَمْلَهُمْ وَمَزِّقْ جَمْعَهُمْ وَزَلْزِلْ أَقْدَامَهُمْ وَأَلْقِ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الرُّعْبَ. اَللَّهُمَّ عَذِّبْهُمْ عَذَابًا شَدِيْدًا وَحَسِّبْهُمْ حِسَابًا ثَقِيْلاً. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.
Download Berkas Khutbah Jum’at Edisi 264