MENJAGA NIAT DALAM MENUNTUT ILMU
Oleh : ustadz Mashadi Akhyar, S.Pd | Qoid Tarbiyah Jamaah Ansharu Syariah Malang
Tidak diragukan lagi bahwa menuntut ilmu merupakan sebuah kewajiban yang tidak bisa disepelehkan oleh setiap Muslim atau Muslimah. Allah mewajibkan hambanya untuk menuntut ilmu sebab hal tersebut merupakan amalan yang penting bahkan ia memiliki keutamaan-keutamaan yang luar biasa.
Nabi Muhammad Shalallhu ‘alaihi wasallam bersabda:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim” (Sunan Ibnu Majah: 220)
Dan diantara beberapa keutamaannya ialah orang yang menuntut ilmu akan diangkat derajatnya oleh Allah Subhanahu wata’ala lebih tinggi dibandingkan dengan orang tidak menuntut ilmu, dia akan dimuliakan oleh Allah Subhanahu wata’ala sebab ilmu yang diperoleh dan diamalkannya.
يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadalah [58]: 11).
Di zaman sekarang ini untuk memperoleh ilmu sangatlah mudah jika dibandingkan zaman dahulu. Perkembangan teknologi memudahkan seseorang untuk mengakses berbagai ilmu-ilmu dari berbagai media. Selain itu lembaga-lembaga pendidikan atau Pondok Pesantren juga juga cukup banyak tersebar diberbagai daerah sampai ke pelosok-pelosok desa.
Kemudahan dalam menuntut ilmu harus disyukuri dan dibarengi dengan niat yang benar agar ilmu tersebut bermanfaat. Tidak jarang orang-orang sangat bersemangat, seolah-olah haus dan rakus dalam menuntut ilmu namun mereka tidak benar-benar menjaga niatnya sehingga sia-sialah apa yang mereka lakukan bahkan bisa jadi ilmu yang mereka dapatkan menjadikannya celaka di akhirat kelak.
أَشَدَّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيامَةِ عَالِمٌ لَمْ يَنْفَعْهُ عِلْمُهُ
“Orang yang paling dahsyat siksaanya pada hari kiamat nanti ialah orang yang alim yang tidak memberi manfaat sama sekali ilmunya” (Silsilah Shohihah Albani, jilid 1 Halaman 280).
Imam Al-Ghozali menerangkan dalam muqoddimah kitab “bidayatul hidayah”, bahwa manusia dalam menuntut ilmu terbagi menjadi tiga keadaan;
Pertama: Orang yang menuntut ilmu kemudian ia jadikan ilmu tersebut sebagai bekal untuk kehidupan akhirat semata. Ia tidak berniat dalam menuntut ilmu kecuali hanya ingin mendapatkan keridho’aan Allah dan negeri akhirat. Maka ia termasuk dalam golongan orang-orang yang beruntung.
Kedua: Orang mencari ilmu untuk menperoleh keuntungan yang segera di dunia, menidapatkan harta benda, pangkat jabatan, kemuliaan dan sanjungan dari orang-orang sekitarnya. Ia sebenarnya menyadari dan merasakan di dalam hatinya akan kekeliruan yang dilakukan, kejahatan dan kehinaan apa yang menjadi tujuannya.
Orang ini termasuk golongan orang yang berbahaya. Jika dia mati sebelum bertaubat maka dia termasuk mati dalam keadaan “su-ul khotimah”. Tetapi jika dia mendapat taufik dan bertaubat sebelum matinya, dia sempat mengamalkan ilmu yang dituntutnya dan sempat pula memperbaiki apa yang menjadi niat buruknya, maka dia termasuk orang-orang yang beruntung.
Ketiga: Orang yang telah dikuasai setan, dia menjadikan ilmu yang didapatnya sebagai alat untuk menghimpun harta kekayaan, bermegah-megah dengan kedudukan atau jabatan serta merasa bangga terhadap orang-orang yang memujinya.
Tidak hanya itu dia juga menyangka bahwa dia memiliki kedudukan yang tinggi di hadapan Allah Ta’ala karena pada dzohirnya dia menyerupai ulama’. Dia berbicara seperti bicaranya para ulama’, berpakaian seperti pakaian para ulama’ padahal batinya penuh dengan rasa tamak dan kecintaan dalam menghimpun kekayaan dunia.
Orang yang seperti ini termasuk dalam golongan orang yang binasa, jahil dan tertipu dengan tipu daya setan. Tipis harapanya untuk dapat bertaubat kepada Allah Ta’ala karena dia menyangka dirinya termasuk golongan orang yang baik. Teringat firman Allah Subhanahu Wata’ala;
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالاً
الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعاً
“Katakanlah (Muhammad), “Apakah perlu Kami Beritahukan kepadamu tentang orang yang paling rugi perbuatannya?” (Yaitu) orang yang sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia, sedangkan mereka mengira telah berbuat sebaik-baiknya. (QS. Al-Kahfi [18]: 103-104)
Marilah hal ini bersama kita jadikan sebagai pengingat untuk lebih berhati-hati agar tidak tertipu dengan tipu daya setan. Setan sangatlah lihai dalam merayu musuh musuhnya, ia akan menyiapkan seribu cara agar manusia tertipu dan sedikit demi sedikit masuk dalam jebakannya. Bisa jadi engkau melakukan sebuah pebuatan yang buruk namun setan terus membisikmu dan menipumu sehingga engkau mengira bahwa itu perbuatan yang baik.
Jangan sampai kita termasuk didalam golongan-golongan yang merugi yaitu golongan yang kedua dimana tidak menutup kemungkinan banyak yang orang yang lalai dan belum sempat bertaubat sebelum ajal menjemput. Jangan sampai pula masuk dalam golongan yang ketiga terjerumus dalam kebinasaan yang sulit untuk diselamatkan atau diperbaiki lagi.
Kita memohon kepada Allah Subhanahu wata’ala semoga dijaga niat kita dan diberikan ilmu yang bermanfaat.
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ وَعَمَلٍ لَا يُرْفَعُ وَقَلْبٍ لَا يَخْشَعُ وَقَوْلٍ لَا يُسْمَعُ
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari amal yang tidak diterima, dari hati yang tidak tunduk dan perkataan yang tidak didengar” (Musnad Ahmad: 13180)