STRATEGI MENGHADAPI COBAAN HIDUP DENGAN MENELADANI NABI IBRAHIM
- Dikeluarkan Oleh Sariyah Dakwah Jama’ah Ansharu Syari’ah
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ وَلاَ رَسُوْلَ بَعْدَهُ، قَدْ أَدَّى اْلأَمَانَةَ وَبَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَنَصَحَ اْلأُمَّةَ وَجَاهَدَ فِيْ سَبِيْلِهِ حَقَّ جِهَادِهِ.
اَلصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا الْمُصْطَفَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ سَلَكَ سَبِيْلَهُ وَاهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.رَبِّ اشْرَحْ لِيْ صَدْرِيْ وَيَسِّرْ لِيْ أَمْرِيْ وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِيْ يَفْقَهُوْا قَوْلِيْ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. وَقَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. وَقَالَ: وَتَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى.
وَقَالَ النَّبِيُ : اِتَّقِ اللهَ حَيْثُ مَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بَخُلُقٍ حَسَنٍ. (رواه الترمذي، حديث حسن).
Jamaah Jum’at hamba Allah yang dirahmati Allah Subhanallahu wa Ta’ala.
Segala puji bagi Allah Subhanallahu wa Ta’ala, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shallallahu alaihi Wasalam, keluarga, dan para sahabatnya.
Khotib berwasiat kepada diri sendiri khususnya dan jamaah sekalian marilah kita bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa, semoga kita akan menjadi orang yang istiqamah sampai akhir hayat kita.
Maasyirol Muslimin Rahimani Wa Rahimukumullah
Perlu diketahui, bahwa tidak selamanya kehidupan di dunia berjalan seperti yang apa yang diinginkan oleh manusia. Terkadang terasa berat cobaan yang menghadang, dan tidak jarang kehidupan berjalan lancar seperti yang diharapkan.
Saudaraku yang semoga dirahmati oleh Allah … Ketahuilah … Allah Taala akan menguji setiap hamba-Nya dengan berbagai musibah, dengan berbagai hal yang tidak mereka sukai, juga Allah akan menguji mereka dengan musuh mereka dari orang-orang kafir dan orang-orang munafiq. Ini semua membutuhkan kesabaran, tidak putus asa dari rahmat Allah dan tetap konsisten dalam beragama.
Hendaknya setiap orang tidak tergoyahkan dengan berbagai cobaan yang ada, tidak pasrah begitu saja terhadap cobaan tersebut, bahkan setiap hamba hendaklah tetap komitmen dalam agamanya. Hendaknya setiap hamba bersabar terhadap rasa capek yang mereka emban ketika berjalan dalam agama ini.
Sikap seperti di atas sangat berbeda dengan orang-orang yang ketika mendapat ujian merasa tidak sabar, marah, dan putus asa dari rahmat Allah. Sikap seperti ini malah akan membuat mereka mendapat musibah demi musibah.
Renungkanlah …
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ
“Sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum maka Dia akan menguji mereka. Barang siapa yang ridho (terhadap ujian tersebut) maka baginya ridho Allah dan barang siapa yang marah (terhadap ujian tersebut) maka baginya murka-Nya.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah At Tirmidzi berkata bahwa hadits ini Hasan Ghorib)
Cinta Allah kepada manusia, terkadang tidak berbentuk materi atau kebahagiaan dunia yang lain. Tetapi, justru kecintaan itu seringkali berbentuk ujian dan cobaan dengan kadar berat tidaknya tergantung dengan kadar keimanan seseorang.
Dalam sejarah Rasul dan Nabi, sebagai wujud manusia yang paling disayangi dan dikasihi oleh Allah Subhanallahu wa Ta’ala. justru merekalah yang menerima cobaan serta ujian yang paling berat semasa hidupnya di dunia.
Ujian mereka sangat berat, melebihi ujian yang diberikan kepada siapapun di dunia. Demikian pula, secara berurutan, ujian demi ujian yang ditimpahkan kepada para Syuhada’ dan Shalihin yang jelas-jelas telah menyatakan diri telah beriman kepadaNya, Allah masih menyiapkan ujian kepada mereka.
Strategi Menghadapi Cobaan Hidup dengan Meneladani Nabi Ibrahim
Nabi Ibrahim as telah memperoleh mahkota kepemimpinan dengan sangat tangguh, pasca melewati rentetan ujian demi ujian dari Allah Subhanallahu wa Ta’ala. Allah menegaskan dalam Alquran bahwa Nabi Ibrahim as dijadikan pemimpin yang ideal karena telah melewati beberapa rangkaian fit and proper test, dalam bahasa Al-Qur’an disebut, “Wa izbtala Ibrahima rabbuhu bikalimaatin fa atammahu” (dan ingatlah ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat, lalu dia melaksanakannya dengan sempurna).
Dia diperintahkan dengan berbagai kewajiban yang harus dijalankannya, maka dia pun melaksanakannya dengan sebaik-baiknya dan menyempurnakannya. Sungguhnya ujian-ujian itu dapat kita tiru dalam kehidupan ini khususnya bagi seorang pemimpin umat, ujian itu dapat kita lihat sebagai berikut:
Pertama Allah Subhanallahu wa Ta’ala mencoba mengujinya dengan jalan menghadapi raja Namruz dan menantang kebijakannya, raja Namruz tergolong penguasa super power, otoriter, dan keras serta zalim, penguasa yang sangat kuat, pemerintahannya dijalankan dengan kekuatan bala tentara dan pendukung-pendukunya yang setia, sehingga Nabi Ibrahim as menantangnya dan memberinya petunjuk ke jalan yang benar.
Tentu saja Namruz dengan sombong dan arogansinya menolak dan menghukumnya, ia menyalakan api unggun untuk melemparkan Nabi Ibrahim ke dalamnya.
Para penghuni langit pun geger atas peristiwa yang menegangkan ini, maka turunlah Malaikat Jibril as menawarkan pertolongan, tetapi Nabi Ibrahim as menjawabnya “kalau pertolongan itu hanya dari kamu maka tidak perlu, tetapi kalau itu dari Allah maka sesungguhnya Dia lebih mengetahui keadaanku tanpa aku harus meminta-Nya”.
Nabi Ibrahim pun dilemparkan ke dalam kobaran api yang menyala dan strategi nabi Ibrahim dalam menghadapi cobaan ini dia tegar pada keyakinannya, bersabar atas siksaan serta kokoh tidak goyah pendiriannya, maka atas pertolongan Allah Subhanallahu wa Ta’ala api berubah menjadi dingin di luar perkiraan manusia. Allah berfirman kepada api: “Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim” (QS: 21: 69);
Keteladanan dalam lingkunganya dan keyakinan kepada Allah Subhanallahu wa Ta’ala tidak membuatnya ragu dalam berdakwah walaupun menghadapi tantangan besar. Dakwah yang dijalankan Nabi Ibrahim AS, perlu didukung dengan pengetahun dan kemampuan untuk menjelaskan kebenaran atau kemampuan untuk beragumentasi. Selain itu, kita tidak boleh membenarkan sesuatu yang telah biasa kalau memang kebiasaan itu merupakan suatu yang keliru, tetapi sebaiknya kita harus membiasakan sesuatu yang benar.
Tidak berhenti disitu saja Allah Subhanallahu wa Ta’ala mengujinya dengan ujian yang sangat berat, yaitu diperintahkan menyembelih buah hatinya Ismail dengan tangannya sendiri, anak semata wayangnya yang diperolehnya di usia senjanya, maka dia pun tidak gentar dan melaksanakan perintah Allah tersebut, dia tidak terpengaruh oleh rasa sayang dan cintanya yang sangat mendalam kepada putranya yang selama ini dipingitnya, meskipun Iblis mengoda mereka. Kisahnya kemudian diabadikan di dalam Al-Qur’an,
Allah berfirman:
Artinya: Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar”.
Setelah berhasil dengan ujian ini selanjutnya Allah Subhanallahu wa Ta’ala juga memerintahkan Nabi Ibrahim, agar berkorban dengan harta dan tenaga ketika bersama anaknya Ismail bahu-membahu untuk membangun Ka’bah, tempat beribadah dan kiblat umat Islam sedunia saat ini.
Pada kisah nabi Ibrahim-Ismail mengandung makna dan pembelajaran bagi kita diantaranya bahwa keimanan kepada Allah Subhanallahu wa Ta’ala telah membuat mereka tidak ragu untuk melakukan apapun perintah Allah, termasuk melakukan tindakan yang menurut menurut pikiran orang biasa tidak masuk akal.
Kesabaran dalam menghadapi ujian Allah Subhanallahu wa Ta’ala membuat merasa nyaman dan tidak berkeluh kesah dalam menjalaninya. Kecintaan dan kepasrahan terhadap Allah Subhanallahu wa Ta’ala mengalahkan kecintaan kepada siapa dan apapun yang ada dalam dunia ini. Kisah ini menjadi proses dialogis antara seorang bapak dan anak yang sangat bernilai pendidikan. Ibrohnya adalah sebagai pemimpin rumah tangga Nabi Ibrahim tidak egois, mengutamakan musyarawah untuk mufakat.
Berdasarkan sebagian dari cobaan hidup Nabi Ibrahim maka kita bisa mengambil pelajaran bahwa untuk menghadapi cobaan hidup dengan cara meneguhkan pendirian, dan untuk berpendirian yang kuat setiap orang harus memiliki pendirian berbasis keimanan atau keyakinan yang kuat tanpa ada keraguan, yang tak gentar menghadapi cobaan dan tantangan yang dihadapi.
Keimanan yang kokoh membuat kita selalu yakin bahwa takut hanya kepada Allah. Tidak takut mati, tidak takut ancaman, tidak takut siksaan, tidak takut miskin dan sebagainya. karena Selain Allah adalah makhluk yang sejajar dengan diri kita.
Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki. (QS. Ibrahim: 27)
Cara berikutnya dalam menghadapi cobaan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail adalah menguatkan kesabaran. Allah berfirman:
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar”. (QS. Ash-shaffat: 102)
Mengapa Allah menjelaskan bahwa sabar sampai perlu dijadikan sebagai bagian dari tugas manusia untuk saling berwasiat atau berpesan salam kesabaran.
QS. Al-Baqarah: 153 “Wahai orang-orang yang beriman jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar,”
Semoga, kita semua diberi kekuatan oleh Allah Subhanallahu wa Ta’ala untuk senantiasa sabar dan memiliki kesabaran dalam menjalankan semua perintah Allah dan Rasul-Nya, karena agama mengatur dan memandu jalan hidup kita menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Kita jadikan sabar dan shalat sebagai penolong kita, karena Allah akan senantiasa menyertai hamba-hamba-Nya yang beriman dan sabar.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَالْعَصْرِ، إِنَّ الإِنسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ، إِلاَّ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ.
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
جَمَاعَةَ الْجُمُعَةِ، أَرْشَدَكُمُ اللهُ. أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا وَيَرْزُقُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ. اَللَّهُمَ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ. اَللَّهُمَّ انْصُرِ الْمُجَاهِدِيْنِ فِيْ كُلِّ مَكَانٍ وَزَمَانٍ.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ اْلأَبْرَارِ. رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَّسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا، رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِن قَبْلِنَا، رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ، وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنتَ مَوْلاَنَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ. اَللَّهُمَّ إِنَا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَجَنَّتَكَ وَنَسْأَلُكَ شَهَادَةً فِيْ سَبِيْلِكَ. اَللَّهُمَّ أَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُبْتَدِعَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ أَعْدَائَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ.
اَللَّهُمَّ شَتِّتْ شَمْلَهُمْ وَمَزِّقْ جَمْعَهُمْ وَزَلْزِلْ أَقْدَامَهُمْ وَأَلْقِ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الرُّعْبَ. اَللَّهُمَّ عَذِّبْهُمْ عَذَابًا شَدِيْدًا وَحَسِّبْهُمْ حِسَابًا ثَقِيْلاً. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.