MUHASABAH UNTUK NEGERIKU
Oleh Amir Jamaah Ansharu Syariah Jawa Timur
Ustadz Hamzah Baya
Berbagai macam solusi dicari dan berbagai macam cara telah dilakukan untuk memperbaiki sebuah bangsa, dan tidak lah kita menemukan solusi yang terbaik untuk mengatasi segala persoalan bangsa ini melainkan harus dikembalikan kepada Rabbul alamiin sang pencipta alam, ada tiga faktor penyebab kenapa Allah menguji bangsa dan sebuah negeri dengan berbagai macam bencana dan musibah:
1. Bermaksiat Kepada Allah.
Diantara sebab Allah menghancurkan sebuah negeri yaitu disebabkan karena ulah manusia yang membuat kerusakan di bumi baik secara langsung dengan sengaja atau disebabkan kelalaianya.
Banyak yang memahami “kerusakan di muka bumi” hanya sebatas pada hal-hal yang nampak, seperti bencana alam gempa bumi, tsunami dan likuifaksi, kebakaran, pengrusakan hutan, tersebarnya penyakit menular dan lain sebagainya.
Sementara kerusakan-kerusakan yang tidak kasat mata, juga banyak dilakukan oleh manusia. Padahal ini adalah kerusakan yang paling besar dan fatal akibatnya, bahkan kerusakan inilah yang menjadi sebab terjadinya kerusakan-kerusakan yang nampak jelas di atas. Allah Ta’ala berfirman,
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan (maksiat) manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS Ar Ruum:41).
Dalam ayat yang mulia ini Allah Ta’ala menyatakan bahwa semua kerusakan yang terjadi di muka bumi, dalam berbagai bentuknya, penyebab utamanya adalah perbuatan buruk dan maksiat yang dilakukan manusia. Maka ini menunjukkan bahwa perbuatan maksiat adalah inti “kerusakan” yang sebenarnya dan merupakan sumber utama kerusakan-kerusakan yang tampak di muka bumi.
Imam asy-Syaukaani ketika menafsirkan ayat di atas berkata, “(Dalam ayat ini) Allah menjelaskan bahwa perbuatan syirk dan maksiat adalah sebab timbulnya (berbagai) kerusakan di alam semesta” (Kitab “Fathul Qadiir: 5/475).
2. Pemimpin yang tidak menjalankan syariat Allah
Allah Menghancurkan Suatu Negeri Lewat Pemimpinnya, Allah berfirman:
وَإِذَا أَرَدْنَا أَنْ نُهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيرًا
“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada Pembesar di negeri itu (supaya menaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (Surah Al-Isra’ ayat 16).
Sungguh benar ayat ini membuktikan bahwa setelah kurang lebih 1400 tahun sejak zaman Rasulullah, banyak sekali ayat-ayat yang muncul sebagai kebenaran yang nyata.
Banyak bukti yang jelas apabila Allah berkehendak menghancurkan suatu negeri maka para Pembesar, Pejabat, Pemerintah atau orang-orang yang hidup dalam kemewahan banyak diantara mereka melakukan berbagai macam kekufuran.
Entah itu banjir di Kota Besar karena perselisihan pemerintahannya, entah itu hutan yang gundul karena keserakahan orang-orang kaya, bahkan para pemimpin yang jelas jelas tidak mau memberlakukan syariat Allah di dalam negeri tersebut sehingga banyak kerusakan dan kemaksiatan yang menjadi sumber kerusakannya dan masih banyak lagi contoh-contohnya.
Maka jika semua itu terjadi akibat dari kekufuran pemimpin dan pembesarnya maka hak Allah untuk menghancurkan suatu negeri sudah final dan Allah akan mengahncurkan negeri itu sehabis-habisnya.
3. Tidak bersyukur kepada Allah (Kufur Nikmat)
Allah ta’ala berfirman:
لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌ ۖ جَنَّتَانِ عَنْ يَمِينٍ وَشِمَالٍ ۖ كُلُوا مِنْ رِزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ ۚ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ ﴿١٥﴾ فَأَعْرَضُوا فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ سَيْلَ الْعَرِمِ وَبَدَّلْنَاهُمْ بِجَنَّتَيْهِمْ جَنَّتَيْنِ ذَوَاتَيْ أُكُلٍ خَمْطٍ وَأَثْلٍ وَشَيْءٍ مِنْ سِدْرٍ قَلِيلٍ ﴿١٦﴾ذَٰلِكَ جَزَيْنَاهُمْ بِمَا كَفَرُوا ۖ وَهَلْ نُجَازِي إِلَّا الْكَفُورَ
Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Allah) di tempat kediaman mereka, yaitu: dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan), ‘Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Rabbmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya!’ (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Rabbmu) adalah Rabb Yang Maha Pengampun. Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar. Dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon atsl dan sedikit dari pohon sidr. Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka. Dan Kami tidak menjatuhkan adzab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir.” (Q.S As saba’ 34:15-17)
Kemakmuran negeri Saba’.
Kerajaan ini terkenal dengan hasil alamnya sehingga banyak orang yang berhijrah dan berdagang ke sana. Dengan demikian, kerajaan ini bisa menjadi kerajaan yang sangat kaya dan makmur pada saat itu. Allâh Azza wa Jalla mengabadikan keadaan mereka di dalam al-Qur’ân:
لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌ ۖ جَنَّتَانِ عَنْ يَمِينٍ وَشِمَالٍ
Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Allâh) di tempat kediaman mereka, yaitu: dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri (Saba’/34:15)
Dua kebun itu sangat luas dan terletak di hamparan lembah antara dua gunung di Ma’rib. Tanahnya sangat subur dan menghasilkan berbagai macam tanaman dan buah-buahan.
Qatâdah rahimahullah dan ‘Abdurrahman bin Zaid rahimahullah, dua orang tabi’in, menceritakan bahwa apabila ada seseorang masuk ke dalam kebun itu dengan membawa keranjang di atas kepalanya, ketika keluar maka keranjang tersebut akan dipenuhi dengan buah-buahan tanpa harus memetik buah tersebut. Dan di sana tidak ditemukan nyamuk, lalat, serangga, kelajengking dan ular. (At-Tahrîr wa At-Tanwîr. Muhammad Ath-Thâhir bin ‘Âsyûr. 1997. Tinusia: Dar Sahnûn.)
Kenapa Allah hancurkan kaum saba’?
Sebelum Ratu Bilqis masuk Islam, kaum Saba’ menyembah matahari dan bintang-bintang. Setelah beliau memeluk Islam, maka kaumnya pun mengikutinya.
Sampai kurun waktu tertentu, kaum Saba’ dalam keadaan bertauhid kepada Allâh Azza wa Jalla , hingga akhirnya kembalilah mereka ke agama nenek moyang mereka.
Allâh Azza wa Jalla telah mengutus tiga belas rasul kepada mereka. Akan tetapi, mereka tetap saja tidak mau kembali ke dalam Islam. Allâh Azza wa Jalla pun murka dan menghancurkan bendungan yang telah mereka buat. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
فَأَعْرَضُوا فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ سَيْلَ الْعَرِمِ
Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir Al-‘Arim (Q.S Saba’/34:16)
Para ulama berbeda pendapat tentang makna al arim di ayat tersebut. Maknanya yang mereka sebutkan adalah sebagai berikut: air yang ditampung bendungan, air yang sangat besar, nama wâdi (lembah), dan mengirim seekor tikus yang menghancurkan bendungan . (Sunan At-Tirmidzi. Abu ‘Îsa At-Tirmidzi. Riyadh: Maktabah Al-Ma’ârif)
Dengan adzab yang Allâh Azza wa Jalla turunkan itu, hancurlah semua kebun yang mereka banggakan selama beratus-ratus tahun dan Allâh Azza wa Jalla gantikan dengan kebun-kebun yang tidak berarti.
Ini semua adalah balasan bagi orang yang sangat kafir kepada Allâh Azza wa Jalla dan tidak mensyukuri nikmat-Nya.
Semoga Allah senantiasa menjaga negeri ini dan menjadi baldatun thaoyyibatun wa rabbun Ghafur Gemah Ripah loh Jinawi dan dilindungi dari berbagai bencana dan musibah