Artikel

PERTARUNGAN ABADI ANTARA PEMBELA KEBENARAN DAN PENYERU KEBATILAN

Ustadz Hamzah Baya, S.Pd.I, M.Pd | Qoid Sariyah Pendidikan dan Kaderisasi Markaziyah, Jamaah Ansharu Syariah

Hidup di dunia ini kita mengenal yang namanya predator, yaitu binatang pemangsa dalam sebuah ekosistem. Untuk menjaga keseimbangan alam agar berada dalam kondisi ideal, keberadaan binatang predator menjadi sangat urgen. Sebab, bila predatornya hilang maka populasi hewan akan berbahaya bagi lingkungan yang lain.

Sebagai contoh, mungkin kita sering menyaksikan ada tanaman diserang oleh ulat yang makan dedaunan. Agar tanamannya selamat, maka Allah Ta’ala mendatangkan burung-burung kecil yang memakan ulat-ulat tersebut, sehingga tanaman yang daunnya dirusak ulat kembali tumbuh dengan baik. Atau contoh lainnya adalah keberadaan wereng yang dapat merusak tanaman. Ketika populasi meningkat dan tak terkendali, maka ia akan berbahaya. Untuk menjaganya, Allah pun menciptakan burung atau katak sebagai pemangsanya.

Dalam Islam, adanya ketetapan tersebut biasa disebut dengan sunnah tadaffu’, yaitu sebuah ketetapan Allah yang terjadi antar makhluk untuk saling bersaing, melawan, berebut dan saling memangsa. Ketetapan ini merupakan hukum alam yang tidak pernah berubah. Dari dulu sampai sekarang, kajadian sama, atau dalam istilah umumnya disebut dengan sunnatullah atau ketetapan ilahi. Dalam al-Quran surat Al-fath ayat 23, Allah ta’ala menyebutkan:

Sebagai suatu sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tiada akan menemukan perubahan bagi sunnatullah itu.”

Pertarungan Abadi dan Ketetapan Ilahi

Di antara sunnatullah yang berlaku di muka bumi ini, selain ditetapkannya Sunnah Mudawalah (saling berkuasa), Allah juga menetapkan sebuah kehendak lain yang tidak bisa dihindarkan oleh makhluknya, yaitu sunnah tadafu’ (saling monolak dan melawan). Yaitu suatu ketetapan yang berlaku di antara makhluk untuk saling membela diri, berkonfrontasi dan saling melawan dan memperebutkan.

Tidak hanya terjadi pada ekosistem hewan, sunnah tadafu’ juga berlaku di antara manusia. Ketika orang-orang zalim berkuasa dan menghancurkan gerak hidup manusia yang ideal, maka Allah Ta’ala mengutus pasukan dari hamba yang dipilihNya untuk menghentikan kezaliman tersebut. Allah Ta’ala mengutus Nabi Ibrahim kepada Namrud yang tirani, mengirim Nabi Musa kepada Fir’aun yang sombong lagi menindas, menyuruh Thalut untuk melawan Jalut yang kejam, dan menghadirkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam di tengah-tengah masyarakat Quraisy yang musyrik dan suka membunuh.

Demikianlah hakitat sunnah tadafu’ yang terjadi di antara manusia. Perlawanan akan selalu ada di muka bumi ini. Sejak pertama kali Allah ciptakan manusia, perlawanan ahlu haq untuk menghancurkan kebatilan akan terus berlangsung. Pertarungan wali Allah sebagai representatsi ahlul haq melawan wali setan sebagai pengusung kebatilan itu tidak pernah ada ujungnya. Di antara mereka saling memenangkan pertarungan. Terkadang wali Allah yang tampil sebagai pemenang walaupun di waktu yang lain dia ditakdirkan kalah dan dikuasai oleh musuh.

Tentang perihal ini, Ibnul Qayyim menuturkan :

إنما يصيب المؤمن في هذه الدار من إدالة عدوه عليه، وغلبته له، وإذائه له في بعض الأحيان، أمر لازم لا بد منه

Artinya, “Orang mukmin hidup di dunia ini terkadang akan dikalahkan oleh musuhnya, dikuasai serta dilecehkan oleh mereka. Dan itu suatu keniscayaan yang pasti terjadi.” (Ighatsatul lahfan 2/189)

Lalu jika ada yang bertanya, “Kenapa kekuasaan itu terkadang ditakdirkan berada di tangan orang kafir dan mereka bisa mengalahkan orang Islam? Mengapa mereka bisa menguasai orang-orang islam?

Ibnul Qayyim memberikan jawaban, “Ini adalah tabiat hidup di dunia,” sebagaimana di dunia ini ada panas dan ada dingin, terkadang di satu sisi ia mengalami kesusahan dan di satu sisi yang lain ia mengalimi kemudahan. Ibnul Qayyim melanjutkan :

إنما يصيب المؤمن في هذه الدار من إدالة عدوه عليه، وغلبته له، أذاه له في بعض الأحيان أمر لازم لا بد منه، وهو كالحر الشديد، والبرد الشديد، والأمراض والهموم والغموم، فهذا أمر لازم للطبيعة والنشأة الإنسانية في هذه الدار

Artinya,“Apa yang menimpa orang beriman di dunia ini, berupa pengusaan musuh atas diri mereka, terkadang mereka dikalahkan dan dilecehkan. Ini bagian dari sesuatu yang pasti terjadi. Sama seperti adanya panas dan dingin, sakit demam dan sedih, semua itu adalah perkara yang biasa terjadi di tengah-tengah kehidupan manusia di muka bumi ini.” (Ighatsatul lahfan 2/189)

Peperangan yang terjadi di antara manusia merupakan salah satu sunnah tadafu’ yang tak pernah ada ujungnya. Semenjak Allah menciptakan Adam, peperangan antara pembela al-haq dengan pembela kebatilan terus terjadi hingga sekarang.

Ibnu Khaldun berkata,

اعلم أن الحروب وأنواع المقاتلة لم تزل واقعة في الخليقة منذ برأها الله” قال: “وهو أمر طبيعي في البشر لا تخلو عنه أمة ولا جيل

“Ketahuilah! Bahwasanya peperangan dengan segala macam bentuknya itu akan selalu terjadi di antara makhluk sejak Allah tempatkan pertama kali di muka bumi. Ini merupakan perkara yang pasti terjadi di antara manusia, tidak ada umat atau generasi yang bisa menghindarinya.” (Ibnu Khaldun, Muqaddimah, 145)

Maka siapa saja yang bermimpi agar perang itu berakhir, maka sama saja dia sedang berangan-angan. Sebab, perlawanan itu tidak akan ada habisnya. Hanya ada satu masa di mana seluruh manusia di muka bumi akan merasakan kedamaian dan tidak ada percecokan, yaitu ketika Nabi Isa as turun dan berhasil membunuh Dajjal. Setelah itu manusia hidup dalam keadaan nyaman. Namun hnya beberapa saat saja. Sangat pendek jika dibandingkan dengan umur dunia.

“Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah, (sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian manusia dengan sebahagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam.” (QS. Al-Baqarah: 251)

Jika Sunnah Tadafu’ Tidak Ada, Apa yang Terjadi?

Dalam sebuah ayat, Allah ta’ala berfirman:

الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلَّا أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ ۗ وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا ۗ وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ

Artinya,“(yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: “Tuhan kami hanyalah Allah”. Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa,” (Al-Hajj: 40)

Dalam ayat ini, Allah menjelaskan bahwa hikmah dari ditetapkannya sunnah tadafu’ agar agama Islam terjaga dan dunia selamat dari kerusakan yang ditimbulkan orang zalim. Allah sebutkan bahwa jika tidak ada sunnah tadafu’, sementara orang-orang kafir itu terus berkuasa, maka tidak ada upaya dari umat Islam untuk melawan dan menghadang keganasan mereka. Tidak ada yang berjihad menghancurkan mereka, tidak ada yang mengalahkan mereka. Oleh karena itu di antara hikmah sunnah tadafu’ ini adalah menghapus segala bentuk pengrusakan di muka bumi ini.

Jadi, ini merupakan sunnah ilahiyah (ketetapan ilahi) agar kerusakan di muka bumi tidak meluas dan merajalela. Selain itu, agar orang-orang tidak diam melihat kerusakan tersebut dan tidak mau memperbaikinya. Sehingga maslahat hidup mereka hancur, tempat-tempat ibadah yang di dalamnya banyak disebut-sebut nama Allah dihancurkan, masjid akan diratakan, gereja dan biara kaum Yahudi pun akan dirobohkan.

Sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah.”

Hari ini kita bisa meyaksikan langsung apa yang terjadi di Suriah atau apa yang dilakukan oleh orang-orang yahudi di Palestina. Mereka menghancurkan masjid beserta menara-manaranya. Menyerang orang-orang yang berada di dalamnya, mengotorinya dan melecehkan kehormatannya. Kelakuan seperti ini, jika tidak ada upaya untuk melawan, maka kezaliman itu terus meluas. Pada akhirnya tidak ada lagi masjid di muka bumi ini yang dipakai untuk beribadah kepada Allah, tidak ada lagi al-quran yang dibaca oleh kaum muslimin. Tidak ada lagi azan yang berkumandang tengah-tengah masyarakat.

Jadi sunnah tadafu’ (melawan) itu menjadi upaya untuk menyelamatkan kemaslahatan hidup manusia dari semua kekejaman tersebut. Menghilangkan keganasan orang zalim dan menghapus segala bentuk penindasan yang dimainkan oleh musuh.

As-Sa’di berkata,

أي لولا أنه يدفع بمن يقاتل في سبيله كيد الفجار، وتكالب الكفار، لفسدت الأرض باستيلاء الكفار عليها، وإقامتهم شعائر الكفر، ومنعهم من عبادة الله، وإظهار دينه، ولذلك ختم الله الآية بقوله: وَلَكِنَّ اللَّهَ ذُو فَضْلٍ عَلَى الْعَالَمِينَ

Artinya, “Maknanya jika bukan karena penolakan terhadap peperangan yang di mainkan oleh orang-orang fajir, konspirasi orang-orang kafir, maka bumi akan hancur dengan berkuasanya mereka di atasnya. Mereka akan mengangung-agunngkan syiar-syiar kufur, melarang hamba Allah untuk beribadah, karena itu Allah tutup ayat tersebut dengan firmannya, “Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam.” (Taisirul Karim Rahman, 108)

Ibnu Abbas dan Mujahid berkomentar tentang ayat di atas, “Seandainya Allah tidak menolak (kekejaman) dengan menghadirkan pasukannya dari kaum muslimin, ..maka orang-orang musyrik akan terus berada dalam posisi menang. Lalu mereka akan membunuh orang-orang mukmin dan menghancurkan dunia serta masjid-masjid yang berada di atasnya.” (Al-Kasyaf, 2/224)

Ayat di atas juga menjadi dalil yang cukup mendasar bahwa peperangan yang terjadi di muka bumi ini akan terus berlangsung, tidak ada ujungnya. Allah memilih hamba-Nya sebagai para syuhada yang akan menempati syurganya. Seandainya tidak ada sunnah tadaffu ini maka tidak ada wasilah bagi hamba-hambanya unutk mendapatkan gelar syuhada. Sebab, orang-orang kafir jika menang dan berkuasa maka mereka akan mengusai segala-galanya.

Ketika ada orang-orang yang minta damai dan tidak mau melawan maka hal itu sama saja sia-sia. Harapan tersebut tidak bisa menyelamatkan mereka dari kekejaman orang kafir yang merampas hak-hak umat Islam. Maka memilih duduk-duduk dan tidak mau berjuang itu sama sekali tidak menjamin keselamatan mereka dari konspirasi orang-orang kafir.

Semoga Allah melindungi kaum muslimin dan menolong dari kejahatan orang kafir Aamiin..

Wallahu a’lamu bissowab

Lihat lebih banyak

Artikel terkait

Check Also
Close
Back to top button