Seberapa Siap Kita Menyambut Ramadan?
Oleh: Ust. Budi Eko Prasetiya, SS
Katib Jamaah Ansharu Syariah Mudiriyah Tapal Kuda, Jawa Timur
Ada Tiga Golongan Manusia dalam menyambut bulan Ramadan :
Pertama, Golongan orang-orang yang begitu bergembira dan rindu dengan hadirnya bulan Ramadan.
Jauh-jauh hari sebelumnya mereka sudah terngiang-ngiang dengan kedatangan bulan ini. Hati mereka yang dipenuhi iman dan kerinduan akan ampunan. Target-target besarpun telah mereka susun untuk menjadi insan Ramadan sejati, tak ada kesedihan bagi mereka melainkan kesedihan atas dosa-dosa dan kesedihan akan ditinggal pergi Ramadan.
Kedua, Golongan yang biasa-biasa saja dengan kedatangan bulan Ramadan.
Mereka tidak tahu menahu dengan keberadaan Ramadan. Bahkan, tidak tahu bahwa Ramadan sebentar lagi datang, tidak mau peduli mempersiapkan kesibukan di bulan Ramadan. Mereka tidak benci, tidak pula senang dengan adanya bulan ini, mereka menjadikan Ramadan layaknya sebelas bulan lainnya, datang dan pergi begitu saja.
Ketiga, Golongan yang sedih dengan datangnya bulan Ramadan.
Ini adalah golongan yang merasa tertekan dengan bulan Ramadan. Mereka sudah membayangkan akan merasa kehausan, merasa lapar, tak bisa lagi bebas sesuka hati berbuat ini dan itu, mereka khawatir pekerjaan yang mereka usahakan selama ini akan terganggu dan tidak optimal dengan datangnya perintah puasa.
Adakah kita diantara tiga golongan tersebut?
Kita perlu meneladani bagaimana Sang Teladan kita, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan generasi terbaik ummat ini, para salafus shalih menyambut kedatangan Ramadan. Rasulullah memperbanyak puasa di bulan Sya’ban.
‘Aisyah radhiallahu ‘anhu berkata,
وَلَمْ أَرَهُ صَائِمًا مِنْ شَهْرٍ قَطُّ أَكْثَرَ مِنْ صِيَامِهِ مِنْ شَعْبَانَ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلاَّ قَلِيلاً
“Saya sama sekali belum pernah melihat rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa dalam satu bulan sebanyak puasa yang beliau lakukan di bulan Sya’ban, di dalamnya beliau berpuasa sebulan penuh.”
Dalam riwayat lain, “Beliau berpuasa di bulan Sya’ban, kecuali sedikit hari.” (HR Muslim).
Sebagian ulama salaf mengatakan,
كَانُوا يَدْعُوْنَ اللهَ سِتَّةَ أَشْهُرٍ أَنْ يُبَلِّغَهُمْ شَهْرَ رَمَضَانَ ثُمَّ يَدْعُوْنَ اللهَ سِتَّةَ أَشْهُرٍ أَنْ يَتَقَبَّلَهُ مِنْهُمْ
”Mereka (para sahabat) berdo’a kepada Allah selama 6 bulan agar mereka dapat menjumpai bulan Ramadlan.” (Lathaiful Maarif).
Dikisahkan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, Nabi Muhammad ﷺ tidak hanya mempersiapkan Ramadan dengan mengumpulkan bekal makanan, minuman, maupun menjaga fisik semata. Namun sebenarnya yang utama adalah memperbanyak dan meningkatkan ketaatan kepada Allah ﷻ dengan ibadah dan sedekah.
Oleh karenanya, Rasulullah telah nampak sebagai seorang hamba yang paling taat kepada Allah ﷻ, dan menjadi pribadi yang paling dermawan semenjak sebelum Ramadan tiba.
Para sahabat Nabi pun juga demikian, mereka berlomba-lomba menjadi orang yang paling utama dalam menyambut kedatangan bulan Ramadan.
Generasi setelah sahabat Nabi Muhammad ﷺ pun sangat merindukan kedatangan Ramadan. Sampai-sampai, mereka berdoa selama 6 bulan sebelum kedatangan Ramadan agar mereka dapat bertemu dengannya. Begitu Ramadan setelahnya berlalu, mereka juga kembali berdoa sepanjang 6 bulan berikutnya agar amalan ibadah selama Ramadan kemarin diterima Allah ﷻ.
Ma’la bin Fadhal berkata: “Dulu sahabat Rasulullah berdoa kepada Allah sejak enam bulan sebelum masuk Ramadan agar Allah sampaikan umur mereka ke bulan yang penuh berkah itu. Kemudian selama enam bulan sejak Ramadan berlalu, mereka berdoa agar Allah terima semua amal ibadah mereka di bulan itu.
Di antara doa mereka ialah :
أللهمَّ سَلِّمْنِي مِنْ رَمَضَانَ، وَسَلِّمْ رَمَضَانَ لِي، وَتَسَلَّمْهُ مِنِّي مُتَقَبَّلًا
“Yaa Allah, sampaikan aku ke Ramadan dalam keadaan selamat. Ya Allah, selamatkan aku saat Ramadan dan selamatkan amal ibadahku di dalamnya sehingga menjadi amal yang diterima.” (HR. at Thabrani: 2/1226).
Anas bin Malik radhiyallahu anhu berkata, “Kaum Muslim ketika telah memasuki bulan Sya’ban, mereka mengambil mushaf-mushafnya kemudian membacanya. Mereka juga mengeluarkan zakat hartanya agar dapat membantu menguatkan orang fakir dan miskin untuk turut serta menunaikan puasa di bulan Ramadan.”
Melihat kepada sikap dan doa yang mereka lakukan, terlihat jelas bagi kita bahwa para sahabat dan generasi setelahnya sangat merindukan kedatangan Ramadan. Mereka sangat berharap dapat berjumpa dengan Ramadan demi mendapatkan semua janji dan tawaran Allah dan Rasul-Nya dengan berbagai keistimewaan yang tidak terdapat di bulan-bulan lain.
Hal tersebut menunjukkan keyakinan yang tinggi para sahabat dan generasi setelahnya akan keistimewaan dan janji Allah dan Rasul-Nya yang amat luar biasa seperti rahmah (kasih sayang), maghfirah (ampunan) dan keselamatan dari api neraka. Semoga teladan kebaikan ini juga ada pada diri kita setiap individu muslim termasuk pemangku kebijakan di negeri mayoritas muslim ini.
Bulan Ramadan adalah sebuah kesempatan yang tepat untuk mengajak kaum muslimin untuk totalitas berbuat kebaikan dan memperingatkan mereka tentang hal-hal maksiat dan pelanggaran agama yang dapat merusak kemuliannya. Upaya ini tidak cukup dilakukan secara individu maupun sebagian kelompok atau Organisasi Massa Islam. Namun juga harus melibatkan peran serta negara.
Negara yang kemerdekaannya didukung penuh oleh perjuangan umat Islam ini harus berperan aktif menciptakan kondusifitas Ramadan.
Melalui aparatur pemerintah dan aparatur keamanannya harus ada tindak lanjut untuk memberi peringatan tegas dan penutupan tempat-tempat yang menjadi sumber maksiat, seperti tempat produksi dan penjualan minuman keras, tempat hiburan malam, rumah karaoke, diskotik dan sejenisnya.
Bahkan, kaum muslimin pun juga harus punya peran menegakkan amar ma’ruf nahi munkar selama Bulan Ramadan. Mulai dengan memberikan nasehat dan arahan kepada para pelaku maksiat maupun sesama muslim yang masih awam terkait ini.
Termasuk kepada orang-orang yang sengaja tidak berpuasa tanpa ada udzur syar’i, kepada mereka wajib untuk diberikan amar ma’ruf nahi munkar, apalagi bila hal itu termasuk dalam sikap tidak menghormati keagungan bulan Ramadan ini.
Amar ma’ruf nahi munkar di bulan ini termasuk kegiatan yang bernilai ibadah dan sangat dianjurkan di bulan Ramadan. Setiap muslim pasti sangat antusias meraih beragam keutamaan yang ada di bulan mulia ini, sehingga hidayah Allah menjadi lebih dekat dan menggugah untuk perbaikan diri dan perbaiki kehidupannya.
Bukankah Bumi Allah yang ditempati kaum muslimin ini layak dimuliakan dengan penegakan amar ma’ruf nahi munkar sehingga menjadi Baldatun thoyyibatun wa robbun ghoffur.