Yang Ringan Itu Istiqomah Dan Yang Berat Itu Istirahat
Oleh : Ustadz Nofa Miftahudin, S.Th.I
(Staff Katibah Tarbiyah Wilayah Jawa Timur)
Sebelum membahas tentang judul yang dihidangkan oleh penulis, ada baiknya kita mengingat kembali pengertian dua kata pada judul tersebut. Kata Istiqomah dan Istirahat.
Yang dimaksud istiqomah adalah menempuh jalan (agama) yang lurus (benar) dengan tidak berpaling ke kiri maupun ke kanan. Istiqomah ini mencakup pelaksanaan semua bentuk ketaatan (kepada Allah) lahir dan batin, dan meninggalkan semua bentuk larangan-Nya. Inilah pengertian istiqomah yang disebutkan oleh Ibnu Rajab Al Hambali.
Adapun pengertian Istirahat menurut KBBI adalah berhenti sebentar untuk melepaskan lelah.
Baik, selanjutnya kita masuk pembahasan. Mungkin ada di antara kita merasa aneh dengan judul di atas. YANG RINGAN ITU ISTIQOMAH DAN YANG BERAT ITU ISTIRAHAT. Sedangkan yang sering kita baca, yang sering kita dengar adalah YANG BERAT ITU ISTIQOMAH DAN YANG RINGAN ITU ISTIRAHAT.
Yaa… Karena yang sering kita dengar dan kita baca adalah YANG BERAT ITU ISTIQOMAH DAN YANG RINGAN ITU ISTIRAHAT. Maka pola fikir kita adalah menganggap Istiqomah itu sangat berat dan sulit dilakukan. Sehingga tidak jarang orang yang gugur dari keistiqomahan, perjuangan, bahkan keimanan yang selama ini dia pertahankan membenarkan anggapan “yaa… Memang istiqomah itu berat.” Menjadi pembelaan diri bahwa dirinya tidak mampu untuk istiqomah. Dan yang memungkinkan adalah untuk istirahat bahkan pensiun dari perjuangan, ketaatan bahkan keimanan. Na’uudzubillaah min dzaalik.
Yaa… Yang Ringan Itu Istiqomah…
Adapun Allaah Ta’aalaa melimpahkan kemampuan kepada hamba-Nya untuk melakukan yang dianggap berat oleh manusia. Namun karena mendapatkan pertolongan dari Allaah Ta’aalaa maka hal yang berat menjadi ringan. Yaitu berupa keistiqomahan untuk melakukan ketaatan berupa meminta pertolongan kepada Allaah Ta’aalaa dengan sabar dan shalat.
Hal ini memang berat. Namun ketika Allaah Ta’aalaa memberikan pertolongan kepada hamba-Nya disebabkan ketaatannya. Maka hal yang berat itu menjadi ringan. Dan hanya orang yang khusu’lah yang dapat melakukannya. Allaah Ta’aalaa berfirman :
وَاسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلٰوةِۗ وَاِنَّهَا لَكَبِيْرَةٌ اِلَّا عَلَى الْخٰشِعِيْنَۙ
“Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk” (Q.S Al-Baqarah [2] : 45)
Peristiwa berikutnya terasa berat dialami oleh kaum muslimin di saat perpindahan arah qiblat. Dari Masjidil Aqsha berpindah kepada Masjidil Haram. Memanglah berat melakukan keistiqamahan dalam melaksanakan perintah yang tidak biasanya yaitu perpindahan qiblat yang selama ini dilakukan. Namun hal yang berat ini menjadi ringan ketika hidayah itu dianugerahkan kepada hamba pilihan-Nya. Allaah Ta’aalaa berfirman :
وَكَذٰلِكَ جَعَلْنٰكُمْ اُمَّةً وَّسَطًا لِّتَكُوْنُوْا شُهَدَاۤءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًاۗ وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِيْ كُنْتَ عَلَيْهَآ اِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَّتَّبِعُ الرَّسُوْلَ مِمَّنْ يَّنْقَلِبُ عَلٰى عَقِبَيْهِۗ وَاِنْ كَانَتْ لَكَبِيْرَةً اِلَّا عَلَى الَّذِيْنَ هَدَى اللّٰهُۗ وَمَا كَانَ اللّٰهُ لِيُضِيْعَ اِيْمَانَكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia, dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (agar nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.” (Q.S Al-Baqarah [2] : 143).
Berikutnya adalah aksi Pasukan Thalut melawan Jalut Super Power. Dimana kondisi pasukan Thalut yang terbatas, fasilitas senjata yang serba terbatas, nyali yang diliputi rasa was-was harus melawan pasukan yang jumlahnya berlipat-lipat. Kelengkapan senjata yang komplit.
Dan semangat tempur yang pantang mundur. Namun kondisi berbalik ketika Thalut dan pasukannya menengadahkan kedua tangannya untuk meminta kepada Allah Ta’ala supaya dilimpahkan kesabaran dan keteguhan serta pertolongan melawan orang-orang kafir.
Saat itulah Allah Ta’ala mengabulkan doa mereka. Semula pasukan terbatas terasa pasukan level atas. Senjata yang terbatas terasa memiliki senjata pamungkas. Nyali yang asalnya was-was terasa bernyali pasukan yang ganas yang siap melibas. Wal hasil kemenangan telak berada pada pasukan Thalut.
Dan yang menggelitiknya lagi adalah Raja Jalut yang perkasa bagaikan raksasa tergeletak tak bernyawa hanya dilumpuhkan oleh Nabi Daud yang masih mungil dengan batu kerikil. Atas izin Allah Ta’ala. Keistiqomahan bersabar dalam melaksanakan perintah yang mulanya sulit menjadi mudah karena izin Allah Ta’ala. Doa yang indah itu terukir di dalam Al Qur’an :
وَلَمَّا بَرَزُوْا لِجَالُوْتَ وَجُنُوْدِهٖ قَالُوْا رَبَّنَآ اَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَّثَبِّتْ اَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكٰفِرِيْنَۗ
“Tatkala Jalut dan tentaranya telah nampak oleh mereka, mereka pun (Thalut dan tentaranya) berdoa, “Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir.” (Q.S Al-Baqarah [2] : 250)
Maka ikhtiyarkanlah semaksimalnya dalam melaksanakan keistiqomahan. Tugas kita hanyalah ikhtiyar dan doa disertai tawakal kepada Allah Ta’ala untuk melaksanakan istiqomah. Selanjutnya biarlah Allah Ta’ala yang menyempurnakannya. Memang kita sadari maupun tidak ikhtiyar yang kita lakukan tentu tidak akan sempurna.
Karena yang Maha Sempurna hanyalah Allaah Ta’aalaa. Maka Allah Ta’ala selain menyuruh keistiqomahan, Allah Ta’ala pula membuka pintu taubat kepada hamba-Nya yang kurang sempurna dalam melaksanakan keistiqomahan. Karena kita menyadari keistiqomahan yang kita lakukan kurang sempurna. Maka istighfar lah sebagai penyempurna keistiqomahan itu sendiri. Allah Ta’la berfirman :
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ یُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰھُكُمْ إِلَٰھٌ وَاحِدٌ فَاسْتَقِیمُوا إِلَیْھِ
وَاسْتَغْفِرُوهُ ۗ وَوَیْلٌ لِلْمُشْرِكِي
“Katakanlah bahwasanya aku hanyalah manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepadaNya dan mohonlah ampun kepadaNya, dan kecelakan yang besarlah bagi orang- orang yang musyrik.” (Q.S. Fussilat [41] : 6).
Ibnu Rajab Al Hambali menjelaskan, “Ayat di atas “Istiqomahlah dan mintalah ampun kepada-Nya” merupakan isyarat bahwa seringkali ada kekurangan dalam istiqomah yang diperintahkan. Yang menutupi kekurangan ini adalah istighfar (memohon ampunan Allah). Istighfar itu sendiri mengandung taubat dan istiqomah (di jalan yang lurus).”
Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam juga memberikan nasehat yang singkat namun penuh makna tentang istiqomah :
عَنْ سُفْيَانَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الثَّقَفِيِّ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قُلْ لِي فِي الْإِسْلَامِ قَوْلًا لَا أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدًا بَعْدَكَ قَالَ قُلْ آمَنْتُ بِاللَّهِ فَاسْتَقِمْ
Dari Sufyan bin Abdullâh ats-Tsaqafi, ia berkata: Aku berkata, “Wahai Rasûlullâh, katakan kepadaku di dalam Islam satu perkataan yang aku tidak akan bertanya kepada seorangpun setelah Anda!” Beliau menjawab: “Katakanlah, ‘aku beriman’, lalu istiqomahlah”. [HR Muslim).
Sehingga Islam memotivasi dalam melaksanakan keistiqomahan mulai dari yang kecil. Bila sudah terlatih maka dia akan naik level menuju istiqomah dalam melaksanakan ketaatan yang lebih besar. Dan itu adalah sunnatullaah.
dari ’Aisyah radhiyallahu ’anha beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
”Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.” ’Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan selalu berkeinginan keras untuk merutinkannya. ( HR. Muslim)
An Nawawi rahimahullah mengatakan, ”Ketahuilah bahwa amalan yang sedikit namun konsekuen dilakukan, itu lebih baik dari amalan yang banyak namun cuma sesekali saja dilakukan. Ingatlah bahwa amalan sedikit yang rutin dilakukan akan melanggengkan amalan ketaatan, dzikir, pendekatan diri pada Allah, niat dan keikhlasan dalam beramal, juga akan membuat amalan tersebut diterima oleh Sang Kholiq Subhanahu wa Ta’ala. Amalan sedikit namun konsekuen dilakukan akan memberikan ganjaran yang besar dan berlipat dibandingkan dengan amalan yang besar namun sesekali saja dilakukan.”
Sedangkan Yang Berat Itu Istirahat…
Bila istirahat ini bisa disamakan dengan arti tidur. Maka tidur yang berlebihan saja memiliki resiko yang berat. Tidur secara berlebihan dikenal juga sebagai oversleeping. Ada berbagai penyebab seseorang mengalami oversleeping, mulai dari sleep apnea, gangguan saraf, hingga depresi. Selain dapat menyebabkan kelelahan, kebanyakan tidur juga menyebabkan berbagai dampak negatif pada kesehatan tubuh.
Orang yang sudah terbiasa untuk aktivitas dalam kebaikan, ketika dia disuruh untuk berhenti, istirahat pasti dia merasakan berat rasanya. Karena tubuhnya sudah terbiasa diajak untuk beraktivitas.
Penulis jadi teringat, pernah memiliki teman sekolah yang hobinya bermain sepak bola setiap sore hari. Testimoni yang dia sampaikan adalah bila sehari saja istirahat tidak main sepak bola badannya terasa berat.
Begitu pula ketika seseorang yang aktif dalam dunia dakwah, pendidikan, sosial, perjuangan ataupun ketaatan yang lainnya. Apabila disuruh untuk istirahat maka itu terasa berat. Karena jasad sudah terasa ni’mat ketika melaksanakan ta’at.
Apalagi ketika istirahat atau pensiun dari ta’at, dakwah, perjuangan bahkan keimanan karena lebih mencintai dunia. Tentu memiliki resiko yang berat.
Allah mengancam dengan ancaman yang berat bagi seseorang yang menjadikan ayah, anak, saudara, istri, kerabat, atau harta, perdagangan, tempat tinggal Lebih dicintai daripada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman:
قُلْ إِنْ كَانَ آَبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
”Katakanlah: Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (At Taubah: 24)
Al Hafidz Ibnu Katsir –semoga Allah merahamati beliau- mengatakan tentang tafsir ayat ini:”Jika berbagai hal di atas ’lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah’ yaitu tunggulah musibah dan malapetaka yang akan menimpa kalian.
Pembahasan ini diringkas dari Hubbun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wa ‘alamatuhu, Dr. Fadhl Ilahi, hal. 7-11.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam juga mengingatkan kepada kita semua :
إِذَّا ضَنٌ النَّاسُ بِالدِّنَارِ وَالدِّرْهَمِ وَتَبَايَعُوا بِلعِيْنَةِ وَتَبِعُوآ اَذْبَابَ البَقَرِ وَتَرَكُوا الجِهَادَ فِيْ سَبِيلِ اللٌهِ، اَدْخَلَ اللّهُ تَعَالَي عَلَيْهِمْ ذُلّاً لَايَرْفَعُهُ عَنْهُمْ حَتَّي يُرَاجِعُ دِيْنَهُمْ
(رواه أحمد والطبراني والبيهقي عن إبن عمر رض)
“Apabila manusia kikir membelanjakan dinar dan dirhamnya, dan berjual beli dengan ‘inah, serta mengikut ekor sapi (mengejar dunia hingga lalai kewajiban terhadap Allah) dan meninggalkan jihad di jalan Allah, maka Allah pasti menjadikan mereka hidup hina, dan Dia tidak akan menghilangkan kehinaan itu dari mereka, hingga mereka kembali (ke jalan) Agama mereka (Islam). (HR: Ahmad, Thabrani dan Baihaqi, dari Ibnu Umar r.a.)
Memang apabila mendapatkan pertolongan, hidayah dan izin Allaah Ta’aala maka YANG RINGAN ITU ISTIQOMAH. Dan apabila kita merenungkan resiko yang berat meninggalkan ta’at dengan alasan istirahat tentu yang terucap adalah YANG BERAT ITU ISTIRAHAT.
Semoga Allaah Ta’aalaa menganugerahkan kita semua keistiqomahan dalam ketaatan dan meninggalkan kema’siatan. Aamiin yaa Robb 🤲