Artikel

Beginilah Makanan bagi Para Penuntut Ilmu

Oleh : Ustadz Budi Eko Prasetiya, SS
Katib Jamaah Ansharu Syariah Mudiriyah Tapal Kuda

Pembahasan artikel kali ini tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan program makan gratis untuk para pelajar yang menjadi janji kampanye dari salah satu Capres/ Cawapres saat kontestasi Pemilihan Presiden 2024. Beda dan jauh dari tema tersebut.

Materi ini khusus menguatkan sudut pandang bagaimana konsep makanan bagi para penuntut ilmu. Bagaimana pula seharusnya penuntut ilmu menyikapi makanan.

Bagi setiap Muslim, halalnya makanan yang dikonsumsi tentu sudah menjadi tuntutan. Sedangkan bagi penuntut ilmu, tuntutan tersebut jauh lebih besar. Ini karena seorang pelajar adalah tempat melihat apakah perkara itu halal atau haram.

Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wasallam pun telah memberi contoh bagaimana beliau menahan diri dari buah kurma yang ditemukannya di tempat tidurnya, karena khawatir buah kurma tersebut adalah sedekah. Sedangkan sedekah tidak diperbolehkan bagi Nabi shallallahu’alaihi wasallam .

Diriwayatkan dari Nu’man bin Basyir ia berkata,

“Umar bin Khathab ra menyinggung hal duniawi yang telah menimpa manusia. Lalu ia berkata, “Sungguh saya telah melihat Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam pernah melewati harinya dengan payah, tiada memperoleh buah kurma, sekalipun yang jelek untuk mengisi perut beliau.” (HR. Muslim).

Begitu pun bagi para penuntut ilmu, dalam belajar, mereka jangan sampai terganggu oleh makanan dan minuman. Selain memperhatikan kehalalannya, kadar makanan yang dikonsumsinya tidak lebih dan tidak kurang. Agar cukup menjadi tenaga dan tidak menjadi hambatan untuk beribadah

Merujuk kepada Kitab Ta’limul Muta’allim yang disusun oleh Syekh Burhanudin az Zarnuji, Ulama yang karyanya dijadikan rujukan para penuntut ilmu di pesantren-pesantren Nusantara dalam Fasal tentang Sifat Wira’i, disebutkan urgensi sifat wara’ bagi para penuntut ilmu.

Hendaknya para penuntut ilmu berhati-hati dari memakan makanan dari pasar, jika memungkinkan. Sebab, makanan ini lebih mudah terkena najis dan kotor, jauh dari zikrullah, bahkan membuat lengah dari mengingat Allah.

Orang-orang fakir yang selalu melihat makanan itu, tapi tidak mampu membelinya sehingga mereka tersakiti hatinya. Oleh sebab itu, berkah pun akan hilang darinya.

Dikisahkan: Syekh Al-Imam yang mulia Muhammad bin Al-Fadl rahimahullah pada masa belajarnya tidak pernah memakan makanan dari pasar. Ayahnya sendiri yang tinggal di dusun yang selalu mengirimnya makanan setiap hari Jumat.

Pada suatu hari, sang ayah mengetahui ada roti pasar di kamar Muhammad bin Al-Fadl Ia pun marah, dan tidak mau berbicara dengan sang putra. Akhirnya Muhammad menjelaskan, “Saya tidak membeli roti itu dan memang tidak mau memakannya, tetapi itu pemberian temanku.”

Bapaknya menjawab, “Bila kau berhati-hati dan wara’ niscaya temanmu tak akan berani memberikan roti seperti itu.”

Demikianlah nasehat Imam Az-Zarnuji para penuntut ilmu dahulu berbuat wara’. Dengan itu, mereka diberi ilmu dan pengajarannya, hingga nama mereka tetap harum sampai hari kiamat.

Maka sungguh benar firman Nya

فَلْيَنْظُرِ الْاِنْسَانُ اِلٰى طَعَامِهٖٓ

“Maka, hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya,” (Abasa : 24).

Begitu sempurna urusan agama yang mulia ini membahasnya, termasuk dalam hal apa yang masuk ke dalam perut para penuntut ilmu. Makanan tidak hanya untuk menjaga aktifitas badan namun aktifitas untuk ketaqwaan. Selain harus halal dan thoyyib, mereka dianjurkan menerapkan sikap wara’ dalam menyikapinya. Wallahu a’lam bishowab.

Lihat lebih banyak

Artikel terkait

Check Also
Close
Back to top button