Artikel

Karena Adzan, Mereka Dimuliakan dan Dihinakan

Ustadz Budi Eko Prasetiya, SS |
Amir Jamaah Ansharu Syariah Majmuah Jember

Pembahasan tentang Adzan berkaitan juga dengan tema lain, seperti Sholat, Masjid dan Penyerunya (Muadzin).

Muadzin adalah pengumandang adzan, bertugas memanggil dan mengingatkan kaum muslimin tentang waktu shalat. Syariat adzan datang setelah perintah shalat. Shalat disyariatkan di Mekah. Sedangkan adzan disyariatkan di Madinah. Artinya, ada masa yang dilalui kaum muslimin, masuk waktu shalat tanpa mengumandangkan adzan.

Azan pertama kali dikumandangkan oleh Bilal bin Robbah setelah Nabi Muhammad SAW membenarkan mimpi yang dialami sahabat bernama Abdullah bin Zaid. Nabi kemudian mensyariatkan Azan setiap waktu sholat tiba.

Adzan disyariatkan pada tahun pertama hijrah Rasulullah ﷺ. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma mengatakan,

كَانَ الْمُسْلِمُونَ حِينَ قَدِمُوا الْمَدِينَةَ يَجْتَمِعُونَ فَيَتَحَيَّنُونَ الصَّلاةَ لَيْسَ يُنَادَى لَهَا فَتَكَلَّمُوا يَوْمًا فِي ذَلِكَ فَقَالَ بَعْضُهُمْ اتَّخِذُوا نَاقُوسًا مِثْلَ نَاقُوسِ النَّصَارَى وَقَالَ بَعْضُهُمْ بَلْ بُوقًا مِثْلَ قَرْنِ الْيَهُودِ فَقَالَ عُمَرُ أَوَلاَ تَبْعَثُونَ رَجُلاً يُنَادِي بِالصَّلاَةِ فَقَالَ رَسُولُ الله يَا بِلاَلُ قُمْ فَنَادِ بِالصَّلاَةِ

“Dulu, kaum muslimin saat datang ke Madinah, mereka berkumpul. Mereka memperkirakan waktu shalat tanpa ada yang menyeru. Hingga suatu hari, mereka berbincang-bincang tentang hal itu. Ada yang mengatakan, ‘Gunakan saja lonceng seperti lonceng Nashara’. Dan yang lain menyatakan ‘Gunakan saja terompet seperti terompet Yahudi’. Umar berkata, ‘Tidakkah kalian mengangkat seseorang untuk menyeru shalat?’ Lalu Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Wahai, Bilal. Berdirilah dan serulah untuk shalat’.”

Mereka Dimuliakan karena Adzan

Dari hadits diatas, kita bisa mengetahui Bilal merupakan muadzin Rasulullah ﷺ. Namun, apakah hanya Bilal? Sedangkan di masa Rasulullah ﷺ, setidaknya kaum muslimin memiliki 3 buah masjid. Masjid al-Haram, Masjid an-Nabawi, dan Masjid Quba. Letaknya berjauhan sehingga tidak mungkin hanya Bilal yang menjadi muadzin Rasulullah ﷺ. Lalu siapa saja mereka yang dimuliakan dengan amanah sebagai muadzin Rasulullah?

1. Bilal bin Rabbah

Bilal dulunya adalah budak yang dimerdekakan oleh Abu Bakar Ash Shiddiq dari Umayyah bin Khalaf.

Semenjak keislamannya, Bilal memiliki kedudukan mulia di sisi Baginda Rasulullah Shallallahu allaihi wasallam. Suaranya yang merdu dan kedisiplinannya membuat Nabi menjadikannya Muadzin Masjid Nabawi.

Bilal memiliki suatu keistimewaan dibanding sahabat lainnya. Yakni Rasulullah saw. pernah mendengar di suatu malam suara gesekan sandal Bilal di surga.

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لِبِلاَلٍ عِنْدَ صَلاَةِ الْغَدَاةِ « يَا بِلاَلُ حَدِّثْنِى بِأَرْجَى عَمَلٍ عَمِلْتَهُ عِنْدَكَ فِى الإِسْلاَمِ مَنْفَعَةً فَإِنِّى سَمِعْتُ اللَّيْلَةَ خَشْفَ نَعْلَيْكَ بَيْنَ يَدَىَّ فِى الْجَنَّةِ ». قَالَ بِلاَلٌ مَا عَمِلْتُ عَمَلاً فِى الإِسْلاَمِ أَرْجَى عِنْدِى مَنْفَعَةً مِنْ أَنِّى لاَ أَتَطَهَّرُ طُهُورًا تَامًّا فِى سَاعَةٍ مِنْ لَيْلٍ وَلاَ نَهَارٍ إِلاَّ صَلَّيْتُ بِذَلِكَ الطُّهُورِ مَا كَتَبَ اللَّهُ لِى أَنْ أُصَلِّىَ. (رواه مسلم)

Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, Rasulullah Shallallahu allaihi wasallam. bersabda kepada Bilal ketika (selesai) shalat Shubuh.

“Wahai Bilal, ceritakan kepadaku amal yang paling engkau harapkan manfaatnya yang telah engkau kerjakan dalam Islam, karena sungguh tadi malam aku mendengar suara (gesekan) sandalmu di depanku dalam surga.” Bilal berkata, “Aku tidak pernah melakukan amal di dalam Islam yang paling aku harapkan manfaatnya di sisiku daripada (amal) yang sungguh aku tidak bersuci dengan sempurna (berwudhu) di waktu malam maupun siang kecuali aku melaksanakan shalat sebab bersuci itu yang telah Allah tetapkan kepadaku untuk aku laksanakan.” (HR. Muslim)

Dari hadits ini kita tahu keutamaan Bilal bin Rabah adalah ia selalu menjaga wudhunya di siang dan malam hari. Tidak hanya itu, setelah berwudhu ia akan melaksanakan shalat dua rakaat, yang dikenal dengan shalat sunnah wudhu. Oleh karena amal yang selalu ia lakukan itulah yang dapat menghantarkan ia masuk surga. Bahkan Rasulullah saw. telah diperdengarkan suara gesekan sandalnya di surga.

2. Abdullah bin Ummi Maktum

Abdullah bin Ummi Maktum memperoleh hidayah untuk bergabung bersama orang-orang yang telah memeluk Islam. Ketika itu ia masih muda belia, sehingga hatinya merasakan betul manisnya keimanan. Menginjak dewasa, dia merasakan bahwa ajaran Islam telah menjadikan hatinya bersih, sehingga walaupun matanya tak mampu melihat, namun itu merupakan nikmat besar yang dikaruniakan Allah kepadanya.

Dia selalu bergantian azan dengan Bilal bin Rabah. Jika salah satu dari mereka berdua azan, maka yang lainnya bertindak mengumandangkan iqamat. Namun Bilal mengumandangkan azan semalam untuk membangunkan kaum Muslimin, sedangkan Ibnu Ummi Maktum mengumandangkannya waktu Subuh.

Suatu ketika Abdullah bin Ummi Maktum menyampaikan keinginannya untuk
ikut berjihad dan berperan bersama Rasulullah dan pasukan Muslimin.

Abdullah bin Ummi Maktum merasa sangat sedih dan pilu tatkala ayat turun wahyu kepada Rasulullah yang berbunyi,  “Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang).”

Ia pun berkata, “Ya Allah, Kau memberiku ujian begini, bagaimana aku dapat berbuat…?” Kemudian turunlah ayat lainnya, “Selain yang mempunyai udzur…”

Kemuliaan seperti apakah gerangan yang lebih tinggi dari penghormatan ini, di mana wahyu diturunkan dua kali lantaran persoalan Ibnu Ummi Maktum; yang pertama merupakan teguran terhadap Rasulullah Shallallahu allaihi Wasallam, dan yang kedua ketentuan berperang bagi orang yang mampu dan berhalangan, termasuk di antaranya adalah Abdullah bin Ummi Maktum.

Walau demikian, Ibnu Ummi Maktum tetap bertekad kuat untuk berjihad fi sabilillah bersama barisan kaum Muslimin. Dia telah menyampaikannya berulangkali. Dia berkata kepada para sahabat Rasulullah,

“Serahkanlah panji kepadaku, karena sesungguhnya aku adalah seorang buta sehingga tidak akan dapat melarikan diri. Tempatkanlah aku di antara kedua pasukan!”

Sahabat yang mulia dan agung ini tidak berakhir hayatnya sebelum Allah mengabulkan hasrat hatinya tersebut. Pada Perang Qadisiyah, ia turut berperang sebagai pembawa panji pasukan berwarna hitam. Dialah seorang buta pertama yang turut berperang dalam sejarah peperangan Islam.

3. Abu Mahdzurah

Dalam Al-Sunan Al-Kubra, Al-Baihaqi meriwayatkan sebuah hadis tentang penista adzan, seorang bernama Abu Mahdzurah yang pernah mencaci suara adzan yang kemudian diberi hidayah sebagai Muadzin.

Ketika itu Abu Mahdzurah berada di Hunain. Ia berpapasan dengan rombongan Nabi Muhammad dan para sahabatnya yang hendak beranjak meninggalkan Hunain. Di tengah perjalanan Rasulullah berhenti untuk mengerjakan shalat.

Beliau pun memerintahkan salah seorang sahabatnya untuk mengumandangkan adzan. Abu Mahdzurah yang saat itu tengah duduk bersandar di suatu sudut mendengar suara adzan tersebut. Ia merasa terganggu dan berteriak protes serta menghina suara tersebut.

Mendengar teriakan itu Rasulullah pun memanggil Abu Mahdzurah. Alih-alih ingin menangkapnya beliau malah menyuruh Abu Mahdzurah untuk mengumandangkan adzan.

Abu Mahdzurah yang saat itu dikepung oleh Rasulullah dan para sahabatnya, tanpa menunjukkan rasa takut sedikit pun menyanggupi permintaan beliau. Rasul lalu mendektekan secara langsung kepada Abu Mahdzurah cara mengumandangkan adzan.

Merasa bahwa dia diperlakukan dengan sangat santun oleh Rasulullah, dan dia juga telah belajar cara mengumandangkan adzan, Abu Mahdzurah pun meminta agar ia diberi kesempatan untuk mengumandangkan adzan di Mekah. Mendengar permintaannya, Rasulullah saw mengizinkannya untuk mengumandangkan adzan di Mekah.

Dari peristiwa ini, hilanglah rasa benci Abu Mahdzurah dan seketika itu berubah menjadi rasa cinta kepada Rasulullah Shallallahu Allaihi Wasallam.

4. Saad al-Qarazh

Saad al-Qarazh adalah mantan budak Ammar bin Yasir. Beliaulah muazin Rasulullah di Masjid Quba. Pada zaman Khalifah Abu Bakar, beliau ditugaskan mengumandangkan Azan di Masjid Nabawi, karena Bilal enggan menjadi muazin setelah Rasulullah Shallallahu Allaihi Wasallam wafat. Setelah Sa’ad wafat, anaknya melanjutkan tugas sang ayah mengumandangkan azan di Masjid Nabi.

5. Ziyad bin al Harits ash Shuda’i

Dalam Musnad Ahmad, ada riwayat hadits, di mana Ziyad bin al-Harits ash-Shuda’i pernah adzan di hadapan Nabi Saw. Namun, hadits tersebut tidak berderajat shahih.
Seperti yang diriwayatkan dalam kitab al Muhadzdzab (Majmu’ 3/121):

وَالْمُسْتَحَبُّ أَنْ يَكُونَ الْمُقِيمُ هُوَ الْمُؤَذِّنُ لِأَنَّ زِيَادَ بْنَ الْحَارِثِ الصُّدَائِيَّ أَذَّنَ فَجَاءَ بِلَالٌ لِيُقِيمَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ” إنَّ أَخَا صُدَاءٍ أَذَّنَ وَمَنْ أَذَّنَ فَهُوَ يقيم ” فان اذن واحد وَأَقَامَ غَيْرُهُ جَازَ لِأَنَّ بِلَالًا أَذَّنَ وَأَقَامَ عبد الله بن زيد

Sunnahnya orang yang iqomah adalah orang yang adzan, karena Ziyad ibn al Harits ash Shuda`i melakukan adzan, kemudian datanglah Bilal untuk iqomah. Maka, Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya si saudara Shuda`i telah adzan. Barang siapa adzan, maka dia yang iqomah. Jika satu orang adzan dan satu orang lainnya iqomah, maka itu boleh. Karena Bilal adzan, sementara Abdullah ibn Zaid iqomah.”

Ziyad ibn al Harits ash Shuda`i juga ikut meriwayatkan hadits tentang mulianya mencari rezeki dan memberikannya kepada keluarganya.

Dari Abu Hurairah dia berkata,
“Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:

‘Sungguh, jika seseorang diantara kalian berangkat pagi hari untuk mencari kayu bakar, dan dipikul diatas punggungnya. Yang dengannya, dia bisa bersedekah dan mencukupi kebutuhannya sebagai manusia. Hal itu lebih baik daripada meminta-minta kepada orang lain, sama saja apakah dia memberi kepadanya atau tidak. Karena sesungguhnya, tangan yang diatas lebih baik dari pada tangan yang dibawah, dan mulailah memberi dari orang yang menjadi tanggunganmu”.

Keutamaan Mengumandangkan Azan.

Dalam beberapa riwayat bahwa orang yang mengumandangkan Azan memiliki keutamaan di sisi Allah. Di antaranya disebutkan dalam Hadis berikut:

الْمُؤَذِّنُونَ أَطْوَلُ النَّاسِ أَعْنَاقًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Juru Adzan adalah orang yang paling panjang lehernya (terhormat) kelak di hari Kiamat.” (HR Muslim)

الْإِمَامُ ضَامِنٌ، وَالْمُؤَذِّنُ مُؤْتَمَنٌ، فَأَرْشَدَ اللَّهُ الْأَئِمَّةَ، وَغَفَرَ لِلْمُؤَذِّنِينَ

“Imam adalah penjamin, dan juru azan adalah orang yang dipercaya. Maka Allah memberi petunjuk kepada para imam, dan memberi ampun bagi para juru azan”

Mendapat Kehinaan karena Menista Adzan.

Dihapuskannya khilafah Utsmaniyah oleh kalangan sekuler Turki pada tahun 1924 silam, menjadi salah satu episode paling kelam bagi umat Islam. Belum lagi, setelah khilafah dihapuskan, mereka juga mengharuskan pembacaan al-Quran serta mengumandangkan Adzan menggunakan bahasa Turki, tepatnya pada tahun 1935.

Setelah menghapuskan Khilafah dan merebut kekuasaan, Mustafa Kemal Ataturk Menggunakan kekuasaannya untuk mengacak-acak kehidupan Islam. Melarang Jilbab, membolehkan konsumsi khomr, dan melarang segala hal yang berkaitan dengan Arab. Ia menjabat sebagai presiden selama 15 tahun hingga akhir kematiannya pada tahun 1938.

H.S. Armstrong, salah seorang pembantu Attatürk dalam bukunya yang berjudul “Al-Zi’bu Al-Aghbar atau Al-Hayah Al-Khasah Li Taghiyyah” telah menulis: “Sesungguhnya Attatürk adalah keturunan Yahudi, nenek moyangnya adalah Yahudi yang pindah dari Spanyol ke pelabuhan Salonika”.

Attatürk mengganggap dirinya tuhan sama seperti firaun. Ketika itu ada seorang prajurit ditanya,

“siapa tuhan dan di mana tuhan tinggal?” karena takut, prajurit tersebut menjawab “Kemal Attatürk adalah tuhan”, dia tersenyum dan bangga dengan jawaban yang diberikan.

Saat-saat menjelang kematiannya, Allah mendatangkan kepadanya beberapa penyakit yang membuatnya tersiksa dan tak dapat menanggung siksaan di dunia, diantaranya penyakit kulit yang menyebabkan gatal-gatal di sekujur tubuh.

Dia juga menderita penyakit jantung dan darah tinggi. Kemudian rasa panas sepanjang hari, tidak pernah  merasa sejuk sehingga pompa air dikerahkan untuk menyirami rumahnya selama 24 jam.

Attatürk juga menyuruh para pembantunya untuk meletakkan kantong-kantong es di dalam selimut untuk membuatnya sejuk. Walau telah berusaha keras, tidak ada yang dapat mereka lakukan untuk mengusir rasa panas itu. Oleh karena tidak tahan dengan panas yang dirasakan, dia menjerit sangat keras hingga seluruh istana mendengarnya. Karena tidak tahan mendengar jeritan, para pembantunya membawa Attatürk ke tengah lautan dan diletakkan dalam kapal dengan harapan beliau akan merasa sejuk.

Selama 36 jam dan akhirnya meninggal dunia. Ketika itu tidak ada yang mau mengurus jenazahnya sesuai syariat. Mayatnya diawetkan selama 9 hari 9 malam, sehingga adik perempuannya datang meminta ulama-ulama Turki untuk memandikan, mengkafankan dan menshalatkannya.

Tidak cukup sampai disitu, Allah tunjukkan lagi azab ketika mayatnya akan dimakamkan. Sewaktu mayatnya hendak dikubur, tanah tidak menerimanya. Karena tidak diterima tanah, mayatnya diawetkan sekali lagi dan dimasukkan ke dalam musium yang diberi nama Etnografi selama 15 tahun hingga tahun 1953. Setelah 15 tahun mayatnya hendak dikuburkan kembali. Sampai akhirnya mayat Attaturk dibawa ke satu bukit dan disimpan dalam celah-celah marmer seberat 44 ton.

Petiklah pelajaran yang baik dari kisah ini, apakah kita akan mengikuti jalan mereka yang dimuliakan ataukah sebaliknya. Wa iyadzu billah

Lihat lebih banyak

Artikel terkait

Back to top button