Khutbah Jum'at
Trending

Khutbah Jum’at Edisi 220 “Kebangkitan Semangat Jihad Para Ulama”

Dikeluarkan Oleh:
Sariyah Dakwah Jamaah Ansharu Syari’ah

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ وَلاَ رَسُوْلَ بَعْدَهُ، قَدْ أَدَّى اْلأَمَانَةَ وَبَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَنَصَحَ اْلأُمَّةَ وَجَاهَدَ فِيْ سَبِيْلِهِ حَقَّ جِهَادِهِ..

اَلصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا الْمُصْطَفَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ سَلَكَ سَبِيْلَهُ وَاهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.رَبِّ اشْرَحْ لِيْ صَدْرِيْ وَيَسِّرْ لِيْ أَمْرِيْ وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِيْ يَفْقَهُوْا قَوْلِيْ.

قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. وَقَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. وَقَالَ: وَتَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى.

وَقَالَ النَّبِيُ : اِتَّقِ اللهَ حَيْثُ مَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بَخُلُقٍ حَسَنٍ. (رواه الترمذي، حديث حسن).

Jamaah Jum’at  hamba Allah yang  dirahmati Allah SWT.

Segala puji bagi Allah SWT, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga, dan para sahabatnya.

Khotib berwasiat kepada diri sendiri khususnya dan jama’ah sekalian marilah kita bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa, semoga kita akan menjadi orang yang istiqamah sampai akhir hayat kita.

Maasyirol Muslimin Rahimani Wa Rahimukumullah…

Sejarah umat Islam dipenuhi dengan teladan dan pelita yang menerangi jalan dan menerangkan jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang benar-benar beriman serta mengharapkan anugerah dan ridha Allah.

Perjalanan hidup Rasulullah SAW penghulu para Nabi dan pamungkas seluruh rasul, menampilkan kehidupan ideal yang ingin diteladani oleh seorang muslim. Jihad beliau SAW bersama para sahabat beliau yang mulia  dan peperangan-peperangan Islam yang silih berganti dengan kekuatan kafir di Badar, Uhud, Ahzab, Pembebasan Mekah, dan lain-lainnya, tidak lain adalah halaman-halaman sejarah abadi yang ditulis oleh kaum muslimin bersama Rasulullah SAW, agar menjadi cahaya penunjuk jalan dan lampu cemerlang bagi setiap orang yang menuruti jejak mereka dan berjalan di atas petunjuk mereka.

Sepanjang sejarah umat Islam yang lama dan kaya itu, telah terjadi peristiwa-peristiwa besar, bencana-bencana dahsyat dapat menyebabkan kanak-kanak mendadak beruban, banyak negara dan kerajaan berdiri, banyak pasukan besar menyerbu, banyak bala tentara kerajaan berdiri, banyak pasukan besar menyerbu, banyak bala tentara yang menyetir roda perang dari timur maupun barat, namun surya Islam tetap bersinar dan tak akan terbenam dari bumi selama-lamanya.

Beban paling besar dalam urusan ini diletakkan pada pundak para ulama umat yang agung, yaitu para ulama yang bertakwa dan berjihad, yang menjadi representasi firman Allah Yang Maha Benar: (yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang(pun) selain kepada Allah. dan cukuplah Allah sebagai Pembuat perhitungan.(QS.Al-Ahzab :39) Ulama pewaris para Nabi dan Rasul yang meneruskan perjuangan bukan para ulama penyebar fitnah, pemburu dunia, dan pelayan penguasa. Sesungguhnya peran ulama umat sangat vital dalam memimpin umat untuk berjihad menegakkan Agama Islam. Maka umat Islam wajib menjadi pendukung dan bala tentara bagi ulama pewaris para Nabi dan Rasul. Berjihad dan berjuang membela Islam dibawah komando ulama.

SEJARAH SEMANGAT JIHAD PARA ULAMA

Di Libya kita mengenal seorang pahlawan bernama Umar Mukhtar. Umar Mukhtar adalah salah satu tokoh pergerakan rakyat Libya melawan penjajah Italia pada awal abad 20. Karena perlawanannya itu, Umar Mukhtar akhirnya ditangkap oleh penjajah Italia, diadili, dan dijatuhi hukuman mati dengan cara digantung. Dan eksekusi hukuman mati itu dilakukan di hadapan khalayak ramai rakyat Libya. Dapat kita mengerti bahwa tujuan dari penjajah Italia melakukan hal itu adalah untuk menekan rakyat Libya dan untuk mengendurkan semangat perlawanan rakyat Libya. Tetapi yang terjadi adalah sebaliknya. Semangat perjuangan rakyat Libya bukannya mengendur, justru semakin menguat, sehingga akhirnya Libya merdeka pada 1951.

Sebelum terjun memimpin pergerakan rakyat melawan penjajah pada usia 56 tahun, Umar Mukhtar muda adalah seorang guru mengaji yang mengajar baca al-Qur’an kepada anak-anak di kampung. Sebelumnya, ia juga seorang yang tekun belajar agama, yang dalam budaya kita kurang lebih sama dengan sebutan “santri”. Ia adalah seorang santri, seorang kiai, seorang ulama. Begitu pula di negara-negara berpenduduk muslim lainnya yang mengalami penjajahan Eropa pada abad 19 dan 20 yang lalu. Termasuk di tanah air kita Indonesia. Kita mengenal tokoh-tokoh ulama yang juga pejuang kemerdekaan, seperti KH Wahab Chasbullah, KH Wahid Hasyim, KH Ahmad Dahlan, KH Ahmad Sahal, KH Imam Zarkasyi, KH Idham Khalid, dan lain sebagainya. Mereka adalah ulama yang pejuang.

Di sisi lain, banyak pula pejuang yang ulama. Jenderal Besar Sudirman adalah seorang yang sangat kental keagamaannya, seorang yang dekat dengan agama, bukan orang yang antiagama, bukan orang yang alergi dengan agama. Beliau biasa menyelenggarakan pengajian atau penyuluhan keagamaan kepada masyarakat, bahkan ketika sedang bergerilya sekalipun. Beliau terbiasa bangun malam untuk salat tahajud, bahkan ketika paru-parunya tinggal sebelah sekalipun. Beliau juga berasal dari latar belakang keluarga santri.

Dalam beberapa kesempatan, sang jenderal sering mengawali sambutannya dengan mengutip al-Qur’an surah ash-Shaff ayat 10-12 yang maknanya: Wahai orang-orang yang beriman! Maukah kamu aku tunjukkan suatu perdagangan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (Perdagangan itu adalah) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan berjihad di jalan Allah dengan hartamu dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui.

Pahlawan kita lainnya yang juga kental dengan ciri keulamaan dan kesantriannya, adalah Pangeran Diponegoro. Menurut beberapa sumber sejarah, pahlawan bangsa yang pada masa kecilnya bernama Raden Mas Antawirya ini secara implisit menyatakan sikapnya dalam melawan Belanda adalah untuk menegakkan syariat Islam di bumi Nusantara, selain tentu saja untuk membela Tanah Air dari penjajahan asing. Perjuangan masyarakat Jawa di bawah kepemimpinan Diponegoro dilandasi oleh landasan filosofis yang sangat kuat, yaitu jihâd fî sabîlillâh (jihad fi sabilillah) atau berjuang di jalan Allah.

Karena perlawanannya terhadap penjajahan Belanda yang memiliki corak keagamaan itu, maka tidak sedikit kaum santri dan kiai yang kemudian bergabung dalam pasukan perang pimpinan Diponegoro. Seorang sejarawan mencatat setidaknya ada 108 orang kiai, 31 orang bergelar haji, 15 orang syaikh, dan 12 orang penghulu yang turut berperang bersama Pangeran Diponegoro.

Nama-nama yang dikemukakan di atas itu adalah sebagian dari nama yang sering disebut secara resmi sebagai pahlawan bangsa. Namun yang tidak disebutkan tetapi telah benar-benar mengorbankan jiwa raganya untuk kepentingan umat dan bangsa, masih sangat banyak.

Apa yang kita kemukakan di sini menunjukkan secara cukup jelas bahwa seseorang dengan pemahaman agamanya yang benar dan keimanannya yang kuat, tidak akan bersikap diam ketika melihat saudara seagamanya ditindas. Ia tidak akan berpangku tangan ketika melihat saudara sebangsanya dijajah. Ia tidak akan diam ketika tanah airnya diinjak-injak oleh penjajah asing. Ia tidak akan bersikap masa bodoh jika orang-orang di sekelilingnya miskin, terbelakang, bodoh, dan lapar.

Itu memang karena ilmu yang menjadi konsentrasi para ulama di satu sisi, dan perlawanan terhadap segala bentuk kezaliman di sisi lain, merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Hubungan antara berilmu dan berjuang bagaikan hubungan antara roh dan jasad. Satu sama lain saling membutuhkan dan saling melengkapi. Itulah mengapa, misalnya, al-Jashshâsh, salah seorang ulama fikih mazhab Hanafi pada abad ke-4 H, dalam bukunya Ahkâm al-Qur’ân mengatakan, “Keteguhan sikap untuk berjuang itu diperoleh dari keteguhan dalam mencari dan mempelajari ilmu. Menguasai ilmu agama secara benar akan melahirkan semangat juang yang tepat.”

Tidak heran pula kalau kemudian ada ulama lain yang mengungkapkan bahwa semangat juang yang tinggi tetapi tidak dilandasi oleh penguasaan ilmu keagamaan yang benar dan kuat, hanya akan melahirkan fitnah atau kekacauan belaka. Sebaliknya, penguasaan ilmu-ilmu keagamaan yang tidak melahirkan semangat untuk berjuang di jalan Allah, hanya akan merugikan diri sendiri.

Apa yang terjadi di beberapa belahan dunia Islam dan di negeri kita belakangan ini sedikit banyak membuktikan kebenaran ungkapan tersebut. Akibat dari bekal keilmuannya yang sedikit, tidak jarang kita temukan seorang muslim membunuh saudaranya sendiri yang muslim atas nama jihad. Tidak jarang seorang muslim mengafirkan saudara muslimnya sendiri, juga atas nama jihad memurnikan akidah tauhid. Tidak jarang seorang muslim menilai sesat saudaranya sendiri hanya karena perbedaan-perbedaan kecil yang pada hakikatnya tidak prinsipil dan tidak mendasar.

Tidak jarang terjadi seorang muslim mengafirkan saudaranya sendiri yang masih melaksanakan salat dan puasa, hanya karena perbedaan sikap politik dalam ajang pemilihan pemimpin. Tidak jarang juga kerukunan antarumat beragama menjadi terganggu oleh ujaran-ujaran kebencian, rasa kebangsaan dan kebinekaan menjadi terganggu oleh ujaran kebencian, yang semuanya adalah akibat pemahaman keagamaan yang sempit.

Terkait kesatupaduan antara ilmu dan jihad ini, Imam Ghazali dalam bukunya Ihyâ’ ‘Ulûm ad-Dîn mengatakan, “Orang yang paling dekat kedudukannya dengan kedudukan nabi adalah ahl al-‘ilmi (yakni para ulama, orang-orang yang berilmu) dan ahl al-jihâd (yakni para pejuang, para pahlawan). Mengapa? Karena ahl al-‘ilmi berperan membantu menunjukkan masyarakat jalan menuju apa-apa yang diajarkan oleh Rasulullah saw. Sementara, para ahl al-jihâd berjuang dan berperang di atas landasan ajaran yang diajarkan oleh para nabi dan rasul.”

Hubungan erat antara ilmu dan jihad ini dapat kita temukan rujukannya dalam surah al-Hadid ayat 25, di mana Allah swt. berfirman yang maknanya: “Sungguh, Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan bukti-bukti yang nyata dan Kami turunkan bersama mereka kitab dan neraca (keadilan) agar manusia dapat berlaku adil. Dan Kami menciptakan besi yang mempunyai kekuatan hebat dan banyak manfaat bagi manusia, dan agar Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya walaupun (Allah) tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Mahakuat, Maha perkasa.”

Pada ayat itu, seperti dikatakan oleh Ibn al-Qayyim, kata al-kitâb (yakni kitab suci yang merupakan sumber ilmu agama dan segala macam pengetahuan) dan kata al-Hadîd (yakni besi yang merupakan simbol senjata dan kekuatan, simbol perang) disebutkan secara bersamaan. Dua hal itulah –ilmu dan jihad— yang akan menegakkan kehidupan agama ini. Demikian kurang lebih kata Ibn al-Qayyim dalam kitab Miftâh Dâr as-Sa‘âdah. Itulah sebabnya pula, agaknya, mengapa dalam beberapa kesempatan Rasulullah saw. memosisikan ilmu setara dengan jihad.

Pesan al-Qur’an maupun sabda-sabda Rasulullah saw. yang demikian itu kemudian membentuk karakter para sahabat, lalu diikuti oleh para tabi’in hingga masa kita sekarang ini. Betapa, misalnya, sahabat Ali bin Abi Thalib r.a. yang dijuluki sebagai bâb al-‘ilmi (pintunya ilmu dan kebijakan) adalah juga seorang pejuang yang berani berduel satu lawan satu dengan musuh. Betapa sahabat Umar bin Khaththab r.a. yang memiliki kekuatan fisik dan sikap tegas dan keras, juga memiliki kedalaman ilmu agama yang luar biasa. Buku-buku fikih klasik kita cukup banyak memuat ijtihad-ijtihad yang dihasilkan oleh pemikiran Umar bin Khattab r.a.

Dengan kata lain, tokoh-tokoh ulama dari kalangan sahabat Nabi saw. adalah juga tokoh-tokoh pejuang. Dan para pejuang yang berjihad di medan perang, adalah orang-orang yang berjuang atas dasar ilmu dan pengetahuan keagamaan yang kuat.

Pada bagian akhir khutbah ini, ada baiknya kita kemukakan ungkapan salah seorang sahabat Nabi saw. yang mempertegas kesatu-paduan antara ilmu dan jihad, kesatuan antara sifat keulamaan dan karakter kepejuangan, yaitu Abu Darda’ r.a. Dalam salah satu ungkapannya ia mengatakan, “Orang yang berpendapat bahwa langkah untuk mencari ilmu itu bukan jihad, itu adalah orang yang kurang akal. Dan orang yang berjihad tanpa didasari ilmu yang cukup, ia adalah orang yang tidak berakal.”

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ

Wallahul muwaffiq

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَالْعَصْرِ، إِنَّ الإِنسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ، إِلاَّ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ.

Khutbah Kedua

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.

جَمَاعَةَ الْجُمُعَةِ، أَرْشَدَكُمُ اللهُ. أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا وَيَرْزُقُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا.

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ. اَللَّهُمَ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ. اَللَّهُمَّ انْصُرِ الْمُجَاهِدِيْنِ فِيْ كُلِّ مَكَانٍ وَزَمَانٍ.

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ اْلأَبْرَارِ. رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَّسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا، رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِن قَبْلِنَا، رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ، وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنتَ مَوْلاَنَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ. اَللَّهُمَّ إِنَا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَجَنَّتَكَ وَنَسْأَلُكَ شَهَادَةً فِيْ سَبِيْلِكَ. اَللَّهُمَّ أَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُبْتَدِعَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ أَعْدَائَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ.

اَللَّهُمَّ شَتِّتْ شَمْلَهُمْ وَمَزِّقْ جَمْعَهُمْ وَزَلْزِلْ أَقْدَامَهُمْ وَأَلْقِ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الرُّعْبَ. اَللَّهُمَّ عَذِّبْهُمْ عَذَابًا شَدِيْدًا وَحَسِّبْهُمْ حِسَابًا ثَقِيْلاً. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.

Download Materi Khutbah Jum’at Edisi 220



Download File Pdf / Ms. Word

Lihat lebih banyak

Artikel terkait

Back to top button