Khutbah Jum’at Edisi 311 | Berkah Kemerdekaan dan Dakwah Islam
Dikeluarkan Oleh Sariyah Dakwah Jama’ah Ansharu Syari’ah
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ وَلاَ رَسُوْلَ بَعْدَهُ، قَدْ أَدَّى اْلأَمَانَةَ وَبَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَنَصَحَ اْلأُمَّةَ وَجَاهَدَ فِيْ سَبِيْلِهِ حَقَّ جِهَادِهِ.
اَلصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا الْمُصْطَفَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ سَلَكَ سَبِيْلَهُ وَاهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.رَبِّ اشْرَحْ لِيْ صَدْرِيْ وَيَسِّرْ لِيْ أَمْرِيْ وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِيْ يَفْقَهُوْا قَوْلِيْ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. وَقَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. وَقَالَ: وَتَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى.
وَقَالَ النَّبِيُ : اِتَّقِ اللهَ حَيْثُ مَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بَخُلُقٍ حَسَنٍ. (رواه الترمذي، حديث حسن).
Jamaah Jum’at hamba Allah yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga, dan para sahabatnya.
Khotib berwasiat kepada diri sendiri khususnya dan jama’ah sekalian marilah kita bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa, semoga kita akan menjadi orang yang istiqamah sampai akhir hayat kita.
Ma’asyirol Muslimin Rahimani Wa Rahimukumullah…
Peran Umat Islam dalam Mengusir Penjajah
Ketika kaum penjajah datang, Islam sudah mengakar dalam hati bangsa Indonesia, bahkan saat itu sudah berdiri beberapa kerajaan Islam, seperti Samudra Pasai, Perlak, Demak dan lain-lain. Jauh sebelum mereka datang, umat Islam Indonesia sudah memiliki identitas bendera dan warnanya adalah merah putih. Ini terinspirasi oleh bendera Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam. yang juga berwarna merah dan putih.
Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam pernah bersabda :” Allah telah menundukkan pada dunia, timur dan barat. Aku diberi pula warna yang sangat indah, yakni Al-Ahmar dan Al-Abyadl, merah dan putih “. Begitu juga dengan bahasa Indonesia. Tidak akan bangsa ini mempunyai bahasa Indonesia kecuali ketika ulama menjadikan bahasa ini bahasa pasar, lalu menjadi bahasa ilmu dan menjadi bahasa jurnalistik.
Beberapa ajaran Islam seperti jihad, membela yang tertindas, mencintai tanah air dan membasmi kezaliman adalah faktor terpenting dalam membangkitkan semangat melawan penjajah. Bisa dikatakan bahwa hampir semua tokoh pergerakan, termasuk yang berlabel nasionalis radikal sekalipun sebenarnya terinspirasi dari ruh ajaran Islam.
Perjuangan para mujahidin Islam untuk membebaskan negeri ini dari penguasa kafir yang sangat menindas, baik secara politik, ekonomi, dan terutama keyakinan, buahnya sudah mulai dirasakan saat ini. Walaupun ada yang pesimis melihat politik Indonesia yang hingga saat ini masih belum memberi peluang kepada gerakan-gerakan Islam untuk berkuasa sepenuhnya dalam bidang politik, namun sesungguhnya perkara itu hanya tinggal menunggu waktu.
Kecerdikan dan kegigihan para pejuang Islam setelah kemerdekaan untuk kembali kepada dakwah, justru membukakan peluang besar semua bidang di negeri ini akan dapat dikendalikan umat Islam. Sebab, dakwah ini memang prasyarat mutlak sebelum umat Islam berkuasa. “Politik kita tergantung pada dakwah kita,” demikian ungkap Pak Natsir lagi dalam satu tulisannya. Ini tentu patut disyukuri, dipertahankan, dan terus ditingkatkan intensitasnya. Ini adalah salah satu berkah dari kemerdekaan yang diperjuangkan para ulama dan mujahidin Islam terdahulu.
Definisi Kemerdekaan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologi merdeka berarti bebas. Kemerdekaan artinya kebebasan. Sedangkan secara terminologi, Merdeka artinya adalah bebas dari segala penjajah dan penjajahan atau penghambaan. Kemerdekaan adalah suatu keadaan di mana seseorang atau negara bisa berdiri sendiri, bebas dan tidak terjajah.
Sedangkan istilah kemerdekaan dalam bahasa Arab disebut „al-Istiqlāl“. Hari Kemerdekaan disebut Id al-Istiqlāl. Hal ini merupakan bentuk penafsiran dari: التحرر والخلاص من القيد والسيطرة الاجنبية ”al-Taharrur wa al-Khalāsh min al-Qayd wa al-Saytharah al-Ajnabiyyah” artinya bebas dan lepas dari segala bentuk ikatan dan penguasaan pihak lain. Dalam istilah lain disebutkan: القدرة على تنفيذ مع عدم القسر والعنف من الخارج artinya Kemampuan melaktualisasikan diri tanpa adanya segala bentuk pemaksaan dan kekerasan dari luar dirinya.
Kemerdekaan yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 barulah gerbang dan pintu yang terbuka. Kemerdekaan atau Kebebasan secara maknawi sejatinya adalah situasi batin yang terlepas dari segala rasa yang menghimpit, yang menekan dan yang menderitakan jiwa, pikiran dan gerak manusia baik yang datang dari dalam diri sendiri maupun dari luar. Ada juga yang berpendapat bahwasannya Kemerdekaan/Kebebasan adalah suasana hati yang damai, yang tenang terbukanya kehendak-kehendak dan harapan-harapan yang manis manusia.
Islam dan Kemerdekaan
Manusia menurut Islam adalah makhluk yang merdeka/bebas sejak ia ada. Ini di satu sisi. Pada sisi lain ia adalah hamba-Nya, karena dia diciptakan dan Dialah Penciptanya. Manusia adalah makhluk merdeka ketika ia berhadapan dengan sesamanya dan adalah hamba ketika berada di hadapan Allah, Penciptanya. Dalam bahasa agama manusia disebut Abdun Allah.
Jadi, manusia tidak bisa dan tidak boleh menjadi budak bagi manusia yang lain. Perbudakan manusia atas manusia sama artinya dengan melanggar hak Tuhan. Manusia yang memperbudak manusia lain sama dengan memosisikan dirinya sebagai Tuhan Yang Maha Esa.
Nabi Muhammad dan para Nabi yang lain adalah para utusan Allah. Mereka ditugaskan membawa misi Tauhid ini, yang tidak lain hanya bermakna memerdekakan dan membebaskan manusia dari segala bentuk penindasan manusia atas manusia yang lain. Al-Qur’an menegaskan:
الٓرۚ كِتَٰبٌ أَنزَلۡنَٰهُ إِلَيۡكَ لِتُخۡرِجَ ٱلنَّاسَ مِنَ ٱلظُّلُمَٰتِ إِلَى ٱلنُّورِ بِإِذۡنِ رَبِّهِمۡ إِلَىٰ صِرَٰطِ ٱلۡعَزِيزِ ٱلۡحَمِيدِ
“(Inilah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya yang terang-benderang dengan izin Tuhan mereka”. (Q.S. Ibrahim: 1).
Mengeluarkan adalah membebaskan. Kegelapan di sini bermakna, kekafiran, kezaliman, kesesatan dan kebodohan. Cahaya adalah keimanan kepada Tuhan, keadilan, jalan lurus dan Ilmu pengetahuan. Ini semjua merupakan ajaran paling inti dari Islam dan setiap agama yang dibawa para nabi, utusan Tuhan dan para pembawa misi kemanusian yang lain. Karena ia merupakan refleksi dan aksi dari pernyataan Ke-Maha-Esa-an Tuhan.
Kemerdekaan manusia dalam Islam telah diperoleh sejak ia dilahirkan ibunya dan oleh karena itu tidak seorangpun dibenarkan memperbudaknya atas dasar kekuasaan apapun. Keyakinan Islam ini dipraktikkan Nabi melalui perintah-perintahnya kepada manusia untuk membebaskan sistem perbudakan melalui segala cara yang mungkin.
Diinspirasi oleh tindakan Nabi ini Umar bin Khattab, khalifah kaum muslim ke dua, kemudian mengembangkannya melalui tindakan pembebasan penzaliman manusia atas manusia yang lain. Ketika Abdullah, anak Amr bin Ash, Gubernur Mesir, menganiaya seorang petani desa yang miskin, Umar bin Khattab segera memanggil anak sang Gubernur tersebut. Kepadanya Umar mengatakan:
“sejak kapan kamu memperbudak orang, padahal ia dilahirkan ibunya dalam keadaan merdeka“. Umar lalu mempersilakan si petani miskin tersebut mengambil haknya yang diperlukan terhadap anak pejabat tinggi negara itu.
Sikap Umar ini memperlihatkan kebijakan yang seharusnya dilakukan oleh seorang pemimpin. Dia memperlakukan semua orang yang berada dalam kekuasaannya. Umar ingin menunjukkan bahwa di depan hukum, setiap orang mempunyai hak untuk tidak dihakimi dan dizalimi hanya karena kedudukan sosialnya yang dianggap rendah.
Kunci utama untuk mendapatkan keberkahan suatu negeri adalah iman dan takwa kepada Allah.
Semua orang pasti berharap negerinya menjadi negeri yang berkah. Dengan keberkahan ini penduduk suatu negeri akan hidup dengan aman, tenteram, makmur, subur, dipenuhi dengan kebaikan dan kebahagiaan. Atau dalam bahasa Alquran ketika menjelaskan negeri Saba’ disebut dengan baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
Secara bahasa istilah berkah, menurut Imam al-Ghazali, artinya ziyadah al-khair, yakni bertambahnya nilai kebaikan. Dikuatkan pula oleh Imam Nawawi bahwa berkah adalah tumbuh, berkembang, atau bertambah dan kebaikan yang berkesinambungan.
Tentang keberkahan ini Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya:
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS al-A’raf: 96).
Al-Qurtubi dalam tafsirnya mengatakan, yang dimaksud keberkahan dari langit dan bumi adalah hujan dan tumbuh-tumbuhan.
Sementara itu, al-Baghawi dalam kitab Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta’wil menjelaskan, keberkahan dalam ayat tersebut adalah diluaskan dan dimudahkannya berbagai macam kebaikan di seluruh penjuru. Syarat dan kunci utama untuk mendapatkan keberkahan tersebut adalah iman dan takwa kepada Allah.
Namun sebaliknya, kemaksiatan, kufur nikmat, dan kezaliman yang merajalela akan mencabut keberkahan dari suatu negeri itu sendiri. Allah telah menggambarkan di dalam Alquran dengan memberikan sebuah perumpamaan tentang sebuah negeri yang awalnya penuh berkah kemudian berubah menjadi sengsara karena kemaksiatan yang dilakukannya.
“Dan Allah telah membuat perumpaan sebuah negeri yang dahulunya aman, tenteram, rezekinya datang melimpah ruah dari setiap tempat, tetapi karena penduduknya mengingkari nikmat-nikmat Allah, maka Allah merasakan bencana kelaparan dan ketakutan sebab ulah perilaku mereka sendiri.” (QS an-Nahl: 112).
Salah satu upaya untuk menegakkan keimanan dan ketakwaan adalah dengan menghidupkan gerakan amar makruf dan nahi mungkar. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai macam elemen baik keluarga maupun masyarakat, seperti organisasi masyarakat, lembaga pendidikan, pondok pesantren, masjid-masjid, dan lain-lain. (QS Ali Imran: 104).
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَالْعَصْرِ، إِنَّ الإِنسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ، إِلاَّ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ.
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
جَمَاعَةَ الْجُمُعَةِ، أَرْشَدَكُمُ اللهُ. أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا وَيَرْزُقُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ. اَللَّهُمَ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ. اَللَّهُمَّ انْصُرِ الْمُجَاهِدِيْنِ فِيْ كُلِّ مَكَانٍ وَزَمَانٍ.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ اْلأَبْرَارِ. رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَّسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا، رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِن قَبْلِنَا، رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ، وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنتَ مَوْلاَنَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ. اَللَّهُمَّ إِنَا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَجَنَّتَكَ وَنَسْأَلُكَ شَهَادَةً فِيْ سَبِيْلِكَ. اَللَّهُمَّ أَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُبْتَدِعَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ أَعْدَائَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ.
اَللَّهُمَّ شَتِّتْ شَمْلَهُمْ وَمَزِّقْ جَمْعَهُمْ وَزَلْزِلْ أَقْدَامَهُمْ وَأَلْقِ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الرُّعْبَ. اَللَّهُمَّ عَذِّبْهُمْ عَذَابًا شَدِيْدًا وَحَسِّبْهُمْ حِسَابًا ثَقِيْلاً. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.