Nabimu Dihina (lagi), Bagaimana sikapmu?
Budi Eko Prasetiya, SS
Amir Jamaah Ansharu Syariah Jember
Nikmat terbesar bagi seorang manusia adalah menjadi seorang yang beriman kepada Allah. Tidak akan menjadi orang yang beriman dan mengenal Islam jika Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak menciptakan manusia yang termulia yakni baginda Rasulullah Shalallahu ‘alayhi wasallam. Mencintai Nabi adalah bagian dari keimanan yang harus dijaga hingga nyawa lepas dari badan.
Setiap muslim hendaklah memahami bahwa Nabinya lebih berhak dia cintai dari apapun yang ada dalam hidupnya. Mari kita simak firman Allah Ta’ala,
قُلْ إِنْ كَانَ آَبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
“Katakanlah: Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. At Taubah: 24).
Ibnu Katsir mengatakan,
“Jika semua hal-hal tadi lebih dicintai daripada Allah dan Rasul-Nya, serta berjihad di jalan Allah, maka tunggulah musibah dan malapetaka yang akan menimpa kalian.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 4/124).
Ancaman keras inilah yang menunjukkan bahwa mencintai Rasul dari makhluk lainnya adalah wajib. Bahkan tidak boleh seseorang mencintai dirinya hingga melebihi kecintaan pada nabinya.
Nabi Muhammad Shalallahu ‘alayhi wasallam merupakan seorang manusia yang terpilih, bukan manusia biasa. Kita harus sadar bahwa beliau Shalallahu ‘alayhi wasallam seorang manusia yang dipuji bukan lagi oleh manusia biasa tetapi oleh Allah yang menciptakannya. Allah memuji Rasulullah Shalallahu ‘alayhi wasallam dalam al Quran, di antaranya dalam surat al-Qalam ayat 4
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ
“Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar memiliki akhlak yang mulia),”.
Maka, jika Allah sudah memuji, berarti beliau adalah orang yang harus dan memang pantas dipuji oleh umat manusia.
Salahkah marah ketika Nabi dihina?
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَلَدِهِ وَوَالِدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
“Salah seorang di antara kalian tidak akan beriman sampai aku lebih dia cintai daripada anaknya, orang tuanya bahkan seluruh manusia.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Bagaimana bisa kita tidak merasa sakit dan marah, jika teladan mulia yang kita harapkan syafaatnya ini dijadikan olok-olokan oleh pihak lain, bahkan secara terang-terangan di media massa. Adalah wajib hukumnya bagi seorang Muslim untuk menjaga kehormatan keluarga jika dihina, apalagi ini seorang Nabi akhir zaman kecintaan Allah, yang iman kita juga diukur atas dasar kecintaan kita kepada beliau Shallallahu ‘allaihi wasallam.
Memang, Nabi Muhammad Shalallahu ‘alayhi wasallam sangat santun bila ada hinaan kepada pribadi beliau. Beliau pun bersabar dan mendoakan, sebagaimana awal dakwah beliau di Thaif.
Nabi Shalallahu ‘allaihi wasallam menjawab permintaan malaikat untuk menghancurkan kota tersebut dengan jawaban: “Ya Allah berikanlah petunjuk kepada kaumku, sesung guhnya mereka tidak mengetahui.”
Manakala hinaan tersebut berkaitan dengan Allah dan kemuliaan Islam beliau bersikap sangat tegas. Al-Imam Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya terkait Masjid Dhiror di QS at Taubah ayat 107-108, menceritakan ketika Nabi Shalallahu ‘alayhi wasallam mengetahui bahwa masjid yang dimaksud untuk kemudharatan, kekufuran, memecah belah persaudaraan, dan sebagai tempat untuk memata-matai gerak-gerik umat, serta sekaligus untuk tempat penantian kembalinya Abu ‘Amir al-Fasiq dari Romawi dengan membawa bala bantuan untuk musuh Islam, maka beliau Shalallahu ‘alayhi wasallam mengirim sejumlah sahabat untuk mendatangi masjid tersebut seraya berkata kepada mereka :
“انْطَلِقُوْا إِلَى هذَا الْمَسْجِدِ الظَّالِمِ أَهْلُهُ، فَاهْدِمُوْهُ وَاحْرِقُوْهُ ”
“Berangkatlah kalian ke masjid itu yang zholim penghuninya, lalu hancurkan dan bakar masjid tersebut!“
Para sahabat pun berangkat, dan mereka melaksanakan apa yang diperintahkan Rasulullah dengan baik tanpa sedikitpun keraguan.
Bila kemuliaan agama ini dihina, wajib kita memberi respon yang terbaik dengan penegakan hujjah. Jika sampai tahap ini masih juga mereka mengganggu maka kita harus memberi sikap terbaik dengan melawannya. Termasuk berkaitan diulangnya penghinaan terhadap kemuliaan Nabi Muhammad ﷺ yang dilakukan sengaja oleh Politisi India Juru Bicara Barathiya Janata Party (BJP), Nupur Sharma.
Sharma telah membuat pernyataan yang menghina Nabi Muhammad dalam sebuah debat di televisi. berjudul “The Gyanvapi Files” pada 26 Mei, di saluran Times Now. Pernyataan Sharma ini akhirnya memicu gelombang kecaman di India dan dunia Islam.
Serangan verbal dan fisik terhadap Islam dan umat Islam di India yang telah terjadi berulang kali oleh ekstrimis Hindu India akan memunculkan efek domino. Hal demikian tak bisa diabaikan begitu saja.
Harus ada penyikapan tegas untuk meredam segala bentuk reaksi yang mungkin akan membawa kepada aksi kekerasan sebagai respon atas ketidak adilan yang menimpa ummat muslim India.
Mengingat Gerakan anti-Muslim mulai terjadi pada 2014 ketika partai nasionalis Hindu, BJP berkuasa. Kedatangan pemerintahan baru yang dipimpin oleh Perdana Menteri Narendra Modi membawa misi islamphobia bagi Muslim di India yang belum pernah terjadi sebelumnya.