Penghafal Qur’an, Mulia di Dunia dan di Akhirat
Oleh Abu Hamasah
Katib Jamaah Ansharu Syariah Mudiriyah Jember
Menyikapi berita terkait cibiran kaum liberal saat para santri penghafal Quran menutup telinga ketika mendengar musik, alangkah baiknya bila kembali kita ketahui betapa mulianya kedudukan penghafal Al Qur’an dalam Islam.
Sebuah kedudukan terhormat lagi mulia yang untuk meraihnya tidak bisa dengan berleha-leha. Namun harus dengan kesungguhan dan penuh perjuangan. Sekiranya mereka tahu kemuliaan ini, mungkin saja mereka mau menempuh proses mulia ini dan tidak berkomentar ngelantur di luar kapasitasnya.
Al-Qur’an adalah kalamullah yang pantas diagungkan dan ditinggikan. Al Qur’an adalah sebaik-baiknya bacaan yang mampu merubah kehidupan manusia bila dipelajari, dipahami dan diamalkan. Lebih dari sekedar teman dekat, siapapun yang merasakan manisnya iman selalu ingin didekatnya dan tak ingin menjauh darinya, karena Al Quran lah yang mampu memberi syafa’at di alam akhirat kelak.
Penjagaan Al Qur’an adalah bentuk kemuliaan. Karena Al Qur’an adalah mulia, maka sang penjaganya akan mulia juga karenanya. Salah satu cara menjaga kalam agung-Nya adalah dengan menghafalkannya dan memuliakan penghafal Al Qur’an.
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا ٱلذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُۥ لَحَٰفِظُونَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur’an, dan sesungguhnya Kami pula yang benar-benar akan memeliharanya,” (QS. Al-Hijr : 9)
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Penghafal Al Qur’an akan datang pada hari kiamat, kemudian Al Qur’an akan berkata: ’Wahai Tuhanku bebaskanlah dia.’ Kemudian orang itu dipakaikan mahkota kehormatan. Al-Qur’an kembali meminta: ‘Wahai Tuhanku tambahkanlah.’ Maka orang itu dipakaikan jubah kemuliaan. Kemudian Al Qur’an memohon lagi: ‘Wahai Tuhanku ridhoilah dia.’ Maka Allah pun meridhoinya. Dan diperintahkan kepada orang itu: ‘Bacalah dan terus naiki derajat-derajat Surga.’ Dan Allah menambahkan setiap ayat yang dibacanya tambahan nikmat dan kebaikan. (HR. Tirmidzi)
Inilah kemuliaan yang diraih bila sang hamba memuliakan penciptanya dengan menghafal kalam-Nya. Menghafal Al Qur’an adalah identitas diri sebagai seorang yang mengaku bahwa dirinya adalah Muslim dan Muslimah. Al Qur’an adalah jalan hidup yang akan menerangi setiap penempuhnya. Jika seorang hamba tak mengenal bahkan tak mempunyai hafalan Al Qur’an padahal dia Muslim, mungkin jalan hidupnya akan terombang-ambing oleh keras dan hitamnya dunia. Orang semacam itu bagaikan rumah yang kumuh yang tak berpenghuni lagi ingin runtuh.
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam memberikan penghormatan kepada orang-orang yang mempunyai keahlian membaca dan menghafal Al Qur’an, memberi kabar tentang kedudukan mereka, dan keistimewaannya dari yang lain.
Dari Abi Hurarirah radhiyallahu anhu ia berkata: “Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam mengutus satu utusan yang terdiri dari beberapa orang. Kemudian Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam mengecek kemampuan membaca dan hafalan Al Quran mereka: setiap laki-laki dari mereka ditanyakan sejauh mana hafalan Al Quran-nya.
Kemudian seseorang yang paling muda ditanya oleh Rasulullah SAW.: “Berapa banyak Al Quran yang telah engkau hafal, hai Fulan?” ia menjawab: aku telah hafal surah ini dan surah ini, serta surah Al Baqarah. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam kembali bertanya: “Apakah engkau hafal surah Al Baqarah?” Ia menjawab: Betul ya Rasulullah. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Pergilah, dan engkau menjadi ketua rombongan itu!”.
Kedudukan mulia itu tidak hanya diraih pada saat hidup, saat mati-pun juga diberikan. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam mendahulukan orang yang menghafal lebih banyak dari yang lainnya dalam kuburnya, seperti terjadi dalam mengurus syuhada perang Uhud.
Balasan terbaik itu tidak hanya bagi para penghafal Al Quran saja, namun juga menyentuh kedua orang tuanya dan orang yang berkontribusi baginya.
Dari Buraidah ia berkata: Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang membaca Al Quran, mempelajarinya dan mengamalkannya, maka dipakaikan mahkota dari cahaya pada hari Kiamat, cahayanya seperti cahaya matahari, kedua orang tuanya dipakaikan dua jubah (kemuliaan), yang tidak pernah didapatkan di dunia, keduanya bertanya: mengapa kami dipakaikan jubah ini? dijawab: “karena kalian berdua memerintahkan anak kalian untuk mempelajari Al Quran” Kedua orang itu mendapatkan kemuliaan dari Allah, karena keduanya berjasa mengarahkan anaknya untuk menghafal dan mempelajari Al Quran semenjak kecil.
Demikianlah kemuliaan hafizh dan hafizhah. Mereka pantas ditinggikan, dijunjung tinggi martabatnya, karena di dalam hatinya ada kalam Allah yang tersimpan dan selalu mengikuti setiap langkah kehidupannya. Bahkan kemuliaanya pun mengalir kepada kedua orang tua apabila mereka memerintahkan sang anak agar mempelajari dan menghafal kitab-Nya.
Pentinglah kita renungkan mendalam dan bertanya pada diri sendiri, “Di manakah kini Al Qur’an-mu, Al Qur’an-ku? Di dalam hatimu ataukah hanya tergeletak dan berdebu di atas rak buku yang berjajar rapi dan sekedar jadi koleksi pajangan?!”
Semoga sejak saat ini kita mulai mengkaji dan menghafalnya; kitab agung kalam mulia dari-Nya.
وَلَقَدْ يَسَّرْنَا ٱلْقُرْءَانَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِن مُّدَّكِرٍ
“Dan sesungguhnya telah kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang-orang yang mengambil pelajaran?” (QS Al Qamar : 17)