Menjadikan Ramadan sebagai Puncak Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Oleh: Budi Eko Prasetiya, SS
Katib Jamaah Ansharu Syariah Mudiriyah Banyuwangi
Setiap muslim harus bisa menjadikan puasa Ramadan ini sebagai puncak dari pada amar ma’ruf nahi munkar. Dengan beragam keutamaan dan dilipat gandakannya pahala amal sholih, bulan Ramadan adalah bulan yang ditunggu kehadirannya untuk dimaksimalkan kebaikan yang ada di dalamnya, termasuk dengan Amar ma’ruf nahi munkar.
Sebagaimana yang kita fahami bahwa puasa Ramadan hukumnya wajib, maka meninggalkannya secara sengaja tentu menjadi perbuatan berdosa. Allah Ta’ala berfirman :
يا أيها الذين آمنوا كتب عليكم الصّيَام كما كُتب على الذين من قبلكم لعلّكم تتّقون
“wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kalian bertaqwa” (QS. Al Baqarah: 183).
Berpuasa ramadan adalah salah dari rukun Islam yang lima, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
بُني الإِسلام على خمس: شهادة أن لا إِله إِلا الله وأنّ محمّداً رسول الله، وإقام الصلاة، وإِيتاء الزكاة، والحجّ، وصوم رمضان
“Islam dibangun di atas lima rukun: syahadat laa ilaaha illallah muhammadur rasulullah, menegakkan shalat, membayar zakat, haji dan puasa Ramadan” (HR. Bukhari – Muslim).
Puasa adalah ibadah yang tidak ada tandingannya yang menggabungkan 3 jenis kesabaran: sabar dalam melakukan ketaatan kepada Allah, sabar dalam menjauhi hal yang dilarang Allah dan sabar terhadap takdir Allah atas rasa lapar dan kesulitan yang ia rasakan selama puasa.
Salah satu keberkahan di bulan Ramadan adalah diampuninya dosa-dosa yang telah lalu serta Allah Subhanahu wa Ta’ala membebaskan para hamba-hamba-Nya dari api neraka setiap malam Ramadan, yaitu dari awal bulan Ramadan sampai dengan akhir bulan yang telah ditentukan.
Ini merupakan satu anugerah yang besar bagi umat Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam yang tidak diberikan kepada umat-umat nabi sebelumnya.
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:
إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ غُلِّقَتِ أَبْوَابُ النَّارِ فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ وَفُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ وَيُنَادِي مُنَادٍ يَا بَاغِيَ الْخَيْرِ أَقْبِلْ وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ مِنْ النَّارِ وَذَلكَ فِي كُلُّ لَيْلَةٍ حَتَّى يَنْقَضِيَ رَمَضَانُ
“Apabila awal malam bulan Ramadan (telah tiba), maka ditutuplah pintu-pintu Neraka dan tidak ada satupun yang dibuka, dan dibuka pintu-pintu Surga dan tidak satupun yang ditutup. Lalu penyeru (dari malaikat) berkata: ‘Wahai orang yang menginginkan kebaikan, sambutlah!. Wahai orang yang menginginkan keburukan, tahanlah!. Dan Allah memilih orang-orang yang akan dibebaskan dari Neraka, dan itu ada pada setiap malam sampai akhir bulan Ramadhan”. (HR. At Tirmidzi: 682, Ibnu Majah: 1642, Ibnu Khuzaimah: 1883, Ibnu Hibban: 3435).
Bulan Ramadan adalah sebuah kesempatan yang tepat untuk memperingatkan kaum muslimin tentang hal-hal yang mungkar dan haram, maksiat dan pelanggaran agama yang dapat merusak kemuliannya.
Upaya ini tidak cukup dilakukan secara individu maupun sebagian kelompok atau Organisasi Massa Islam. Namun juga harus melibatkan peran serta negara.
Negara yang kemerdekaannya didukung penuh oleh perjuangan umat Islam ini harus berperan aktif menciptakan kondusifitas Ramadan.
Melalui aparatur pemerintah dan keamanannya harus ada tindak lanjut untuk memberi peringatan tegas dan penutupan tempat-tempat yang menjadi sumber maksiat, seperti tempat produksi dan penjualan minuman keras, tempat hiburan malam, rumah karaoke, diskotik dan sejenisnya.
Bahkan, kaum muslimin pun juga harus punya peran menegakkan amar ma’ruf nahi munkar selama Bulan Ramadan. Mulai dengan memberikan nasehat dan arahan kepada para pelaku maksiat maupun sesama muslim yang masih awam terkait ini.
Termasuk kepada para wanita muslimah agar menutup auratnya dan menjaga dari fitnah saat keluar rumah. Juga kepada orang-orang yang sengaja tidak berpuasa tanpa ada udzur syar’i.
Kepada mereka wajib untuk diberikan amar ma’ruf nahi munkar, apalagi bila hal itu termasuk dalam sikap tidak menghormati keagungan bulan Ramadhan ini.
Amar ma’ruf itu bisa pula dengan saling memotivasi kepada sesama muslim agar mereka semakin kuat selama bulan puasa dan puasanya terjaga dari hal-hal yang tidak bermanfaat.
Apalagi yang dapat mengurangi nilai pahalanya atau bahkan bisa jadi menghanguskannya, seperti menggunjing, mengadu domba, sumpah palsu, memakan harta haram, tidak shalat berjamaah atau bahkan sama sekali tidak shalat dengan sengaja.
Amar ma’ruf nahi munkar di bulan ini sangat dianjurkan. Setiap muslim pasti sangat antusias meraih beragam keutamaan yang ada di bulan mulia ini, sehingga hidayah Allah menjadi lebih dekat dan menggugah untuk perbaikan diri dan perbaiki kehidupannya.
Berharap mereka akan lebih rajin shalat, gemar sedekah, lebih banyak bacaan Qurannya, lebih baik lagi interaksi sosialnya dan masyarakat mau hidup diatur dengan aturan Islam.
Beginilah sebenarnya harapan dengan menjadikan Bulan Ramadan sebagai puncak dari amar ma’ruf nahi munkar.
Bumi Allah yang ditempati kaum muslimin ini layak dimuliakan dengan penegakan amar ma’ruf nahi munkar sehingga menjadi Baldatun thoyyibatun wa robbun ghoffur.