Khutbah Jumat Edisi 341 Hikmah Syariat Puasa Ramadhan
Dikeluarkan Oleh Sariyah Dakwah Jama’ah Ansharu Syari’ah
الْحَمْدُ لِلّٰهِ ذِي الْفَضْلِ وَالإِنْعَامِ، وَفَضَّلَ شَهْرَ رَمَضَانَ عَلَى غَيْرِهِ مِنْ شُهُوْرِ الْعَامِ، خَصَّهُ بِمَزِيْدٍ مِنَ الْفَضْلِ وَالْكَرَمِ وَالإِنْعَامِ،
وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، تَبَارَكَ اسْمُ رَبِّكَ ذِي الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّـدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَفْضَلُ مَنْ صَلَّى وَصَامَ، صَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّـدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْبَرَرَةِ الْكِرَامِ، وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ ،
فَيَاأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ. فَقَالَ اللهُ تَعَالٰى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ. يَاۤأَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
Jamaah Jum’at hamba Allah yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga, dan para sahabatnya.
Khotib berwasiat kepada diri sendiri khususnya dan jama’ah sekalian marilah kita bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa, semoga kita akan menjadi orang yang istiqamah sampai akhir hayat kita.
Ma’asyirol Muslimin Rahimani Wa Rahimukumullah…
Setiap syariat yang diturunkan Allah sejak Nabi Adam hingga Nabi Muhammad memiliki empat tujuan. Pertama, untuk mengetahui pencipta alam semesta dan mengakui keesaan-Nya. Kedua, mengajarkan cara menunaikan ibadah. Ketiga, menganjurkan manusia untuk melakukan amar ma’ruf nahi mungkar. Dan keempat, menuntun manusia supaya selalu berhias diri dengan keutamaan dan sesuatu yang bernilai ibadah.
Dengan kata lain semua syariat pasti memiliki hikmah yang menjadi tujuan utamanya. Begitu juga puasa. ibadah mulia ini memiliki banyak faedah dan hikmah. Sebagaimana disebutkan oleh Imam Ali ash-Shabuni dalam kitabnya Rawai’u Al Bayan Tafsir Ayatu al Ahkam min al Qur’an, tidak diragukan lagi puasa memiliki segudang faidah yang sangat agung. Faidah ini hanya diketahui oleh para ulama dan cendikiawan dan mereka telah merasakan faedah dan rahasia puasa.
Hadirin yang dirahmati Allah Subhanahu Wa Ta’ala,
Hikmah Syariat Puasa Ramadhan
Secara khusus beberapa hikmah puasa yang bersifat ruhani sebagai tujuan asasi disyaratkannya puasa. Allah tidak mensyariatkan ibadah kecuali dalam rangka mendidik manusia supaya memiliki malakatu al Taqwa (bakat takwa), membiasakan diri tunduk kepada pencipta, menghambakan diri sepenuhnya dan menjalankan perintah yang maha kuasa.
Puasa tidak lain merupakan penghambaan, mematuhi perintah dan menjauhi larangan Allah. Dengan puasa ramadhan akan tumbuh kesadaran pada seseorang untuk senantiasa beribadah dan berserah diri terhadap perintah dan hukum Allah.
Hal ini merupakan tujuan tertinggi dan tujuan puncak semua ibadah. Bahkan lebih dari itu, kesadaran dan penyerahan diri ini merupakan tujuan asasi diciptakannya manusia. Sebagaimana firman Allah,
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
بَلٰى مَنْ اَسْلَمَ وَجْهَهٗ لِلّٰهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَلَهٗۤ اَجْرُهٗ عِنْدَ رَبِّهٖ ۖ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ
“Tidak! Barang siapa menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah dan dia berbuat baik, dia mendapat pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 112).
Kita tidak pernah tahu apa yang Allah TA’ALA rencanakan untuk kehidupan kita. Karena ketidaktahuannya inilah, tak heran bila ketika peristiwa buruk menimpa, kadang kita selalu meluapkan kekecewaan kepada Allah.
Kita tidak berprasangka baik kepada-Nya bahwa di balik peristiwa buruk ada kebaikan yang menyertai. Sebab, kemampuan manusia dalam berpikir sangatlah terbatas, sedangkan seluruh yang menimpanya, itu bisa saja peristiwa baik maupun buruk.
Dengan demikian, kita harus memasrahkan diri saat musibah menerpa, bersabar ketika kenestapaan terjadi dalam hidup, dan mensyukuri setiap episode kehidupan penuh harapan positif.
Ada berbagai manfaat positif yang bisa kita peroleh dari sikap pasrah kepada Allah. Kemuliaan yang tampak pada diri seseorang pada hakikatnya merupakan buah kepasrahan diri kepada-Nya. Seseorang yang memiliki totalitas kepasrahan tidak akan bergantung pada selain Allah. Hanya kepada Dia-lah ia akan selalu bergantung dan berserah diri.
Ketika dihadapkan dengan persoalan hidup dan menyadari keterbatasannya, lalu memasrahkan diri kepada Allah. Dia (Allah) yang memiliki kekuatan tak terbatas. Allah pula yang lebih mengetahui segala sesuatunya. Tingkat kepasrahan diri kepada Allah menjadi modal utama menggapai ketenangan hidup dan menghilangkan depresi yang sering dialami manusia.
Oleh karena itu, percaya penuh kepada Allah dapat menghilangkan kecemasan dan kegelisahan. Ketika berbahagia, ia tidak terlalu berbangga. Ketika kebahagiaan itu lenyap, ia pun tidak terlalu gelisah dan bersedih hati.
Hikmah kedua disyariatkannya puasa adalah dalam rangka mendidik jiwa manusia dan membiasakannya untuk selalu bersabar dan berjuang di jalan Allah dengan menanggung efek kesukaran puasa seperti menahan lapar dan dahaga. Puasa mendidik manusia supaya memiliki kekuatan tekad sehingga mampu mengendalikan hawa nafsu dan keinginan duniawi.
Tidak diperbudak dan tidak menjadi tawanan hawa nafsu yang menjadi sebab buruknya manusia karena gelimangan dosa. Puasa membimbing pada jalan petunjuk sehingga manusia mencapai satu derajat mulia menjadi hamba Allah bukan hamba hawa nafsu.
أَفَرَءَيْتَ مَنِ ٱتَّخَذَ إِلَٰهَهُۥ هَوَىٰهُ وَأَضَلَّهُ ٱللَّهُ عَلَىٰ عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمْعِهِۦ وَقَلْبِهِۦ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِۦ غِشَٰوَةً فَمَن يَهْدِيهِ مِنۢ بَعْدِ ٱللَّهِ ۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ
Allah berfirman: Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberikannya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran. (Al-Jaatsiyah: 23).
Dalam surah lain Allah berfirman: Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya. (Al-Furqaan: 43-44).
Ayat-ayat di atas di antaranya menjelaskan bahwa orang yang mempertuhankan hawa nafsunya adalah orang yang sesat. Mereka menurutkan hawa nafsu, karena mereka tidak memfungsikan pendengaran, hati dan penglihatan mereka secara baik untuk mendengar, memahami, dan melihat ayat-ayat Allah, untuk mendengar, memahami, dan melihat sejarah, apa akibat yang diterima oleh orang yang mempertuhankan hawa nafsu dan apa kenikmatan yang dianugerahkan kepada orang yang hanya tunduk kepada Tuhan.
Di dalam ayat di atas, orang yang tidak dapat memfungsikan pendengaran, hati dan penglihatan secara baik diidentikkan Allah dengan binatang ternak. Ini, di antaranya, karena binatanglah yang dalam kehidupannya hanya menurutkan hawa nafsu. B
agaimana jika manusia telah identik dengan binatang yang di antara ciri-ciri kehidupannya adalah untuk kepuasan makan, seks, masa bodoh dengan keadaan sekitar, dan bahkan ada yang buas? Tidakkah tatanan kehidupan akan berantakan? Tidak hancurkah suatu bangsa jika orang-orangnya telah disamakan Tuhan dengan binatang ternak? Lihatlah apa yang terjadi dengan bangsa Romawi dan Abbasiyah yang disebutkan di atas.
Puasa mendidik manusia supaya memiliki rasa cinta, kasih sayang dan sifat dermawan. Membentuk manusia memiliki hati welas asih, pribadi yang baik, berakhlak mulia dan memaksimalkan potensi iman manusia.
Puasa tidak semata melarang manusia untuk makan, minum dan senggama badan. Lebih dari itu, untuk memancarkan energi ruhani dalam diri manusia supaya peka terhadap penderitaan orang lain sehingga tergerak untuk menolong, menghapus kesedihan dan menghilangkan derita saudaranya.
Hal ini dicontohkan oleh Nabi Yusuf. Suatu ketika ia ditanya kenapa membiarkan dirinya dalam derita kelaparan, sementara saat itu ia menjabat sebagai bendahara urusan logistik sehingga dengan mudah dirinya bisa mengambil bahan pangan dan tak perlu tersiksa oleh lapar. Nabi Yusuf menjawab,
“Saya khawatir dalam keadaan kenyang akan melupakan orang-orang yang kelaparan”.
Puasa membersihkan jiwa manusia. Sebab dengan berpuasa akan tertanam sifat takut dan selalu merasa diawasi oleh Allah. Menjauh dari segala yang diharamkan. Rahasia puasa adalah untuk mengantar manusia pada derajat taqwa yang sesungguhnya.
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah: 183).
Sebagaimana disinggung oleh Allah bahwa disyariatkannya puasa tidak lain supaya manusia bertakwa. Oleh karena itu, dalam al Qur’an Allah tidak berfirman supaya manusia mengalami kesulitan dan penderitaan. Sama sekali tidak untuk menyiksa manusia.
Tujuannya tidak lain supaya manusia bisa memetik buah puasa, yakni membentuk manusia yang bertakwa. Dengan demikian, umat Islam seharusnya mengerti akan keagungan dan keelokan hikmah puasa yang diberikan kepadanya.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ
Wallahul muwaffiq
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَالْعَصْرِ، إِنَّ الإِنسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ، إِلاَّ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ.
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
جَمَاعَةَ الْجُمُعَةِ، أَرْشَدَكُمُ اللهُ. أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا وَيَرْزُقُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ. اَللَّهُمَ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ. اَللَّهُمَّ انْصُرِ الْمُجَاهِدِيْنِ فِيْ كُلِّ مَكَانٍ وَزَمَانٍ.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ اْلأَبْرَارِ. رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَّسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا، رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِن قَبْلِنَا، رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ، وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنتَ مَوْلاَنَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ. اَللَّهُمَّ إِنَا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَجَنَّتَكَ وَنَسْأَلُكَ شَهَادَةً فِيْ سَبِيْلِكَ. اَللَّهُمَّ أَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُبْتَدِعَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ أَعْدَائَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ.
اَللَّهُمَّ شَتِّتْ شَمْلَهُمْ وَمَزِّقْ جَمْعَهُمْ وَزَلْزِلْ أَقْدَامَهُمْ وَأَلْقِ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الرُّعْبَ. اَللَّهُمَّ عَذِّبْهُمْ عَذَابًا شَدِيْدًا وَحَسِّبْهُمْ حِسَابًا ثَقِيْلاً. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.