Khutbah Jumat Edisi 356 | Memaknai Kemerdekaan Dalam Bingkai Ketauhidan
Dikeluarkan Oleh Sariyah Dakwah Jama’ah Ansharu Syari’ah
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ وَلاَ رَسُوْلَ بَعْدَهُ، قَدْ أَدَّى اْلأَمَانَةَ وَبَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَنَصَحَ اْلأُمَّةَ وَجَاهَدَ فِيْ سَبِيْلِهِ حَقَّ جِهَادِهِ.
اَلصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا الْمُصْطَفَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ سَلَكَ سَبِيْلَهُ وَاهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.رَبِّ اشْرَحْ لِيْ صَدْرِيْ وَيَسِّرْ لِيْ أَمْرِيْ وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِيْ يَفْقَهُوْا قَوْلِيْ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. وَقَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. وَقَالَ: وَتَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى.
وَقَالَ النَّبِيُ : اِتَّقِ اللهَ حَيْثُ مَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بَخُلُقٍ حَسَنٍ. (رواه الترمذي، حديث حسن).
Jamaah Jum’at hamba Allah yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga, dan para sahabatnya.
Khotib berwasiat kepada diri sendiri khususnya dan jama’ah sekalian marilah kita bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa, semoga kita akan menjadi orang yang istiqamah sampai akhir hayat kita.
Ma’asyirol Muslimin Rahimani Wa Rahimukumullah…
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah.
Judul khutbah Jum’at hari ini adalah “Memaknai Kemerdekaan dalam Bingkai Ketauhidan” tentu kita maklumi bersama bahwa judul ini berkaitan dengan kita akan memperingati Hari Ulang Tahun ke-78 Kemerdekaan Republik Indonesia yang mengambil tema secara Nasional adalah “Terus Melaju Untuk Indonesia Maju”.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2018) makna kemerdekaan adalah keadaan (hal) berdiri sendiri, bebas, lepas, tidak terjajah lagi, dan kebebasan, contohnya kemerdekaan adalah hak segala bangsa, artinya suatu bangsa yang merdeka adalah bangsa yang bebas dari penjajahan.
Bentuk Penjajahan di Indonesia Masa Sekarang
1. Bidang Ideologi
Masyarakat Indonesia menganut Ideologi Ketuhanan Yang Maha Esa dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Ideologi berarti ide, konsep, gagasan, cita-cita, pedoman, dan pandangan hidup bagi bangsa. Nilai-nilai yang ada pada setiap butir pancasila harus dijadikan sebagai pedoman dasar dalam melangsungkan kehidupan bernegara.
Namun dalam praktiknya saat ini, globalisasi dapat mengancam Ideologi ketuhanan Yang Maha Esa yang berlaku di Indonesia. Masuknya gaya hidup modern dan bentuk ideologi liberal ke Indonesia menyebabkan masyarakat melupakan nilai-nilai luhur ketuhanan yang maha esa. Ini merupakan bentuk penjajahan era modern yang sering tidak disadari.
Di banyak negara yang menggunakan ideologi liberal, kebebasan individual dijunjung tinggi.
Namun, kebebasan ini kadang-kadang disalahartikan menjadi kebebasan yang tidak terbatas, dan tidak cocok dengan ketuhanan yang maha esa. seperti maraknya LGBT, dll.
2. Bidang Sosial Budaya
Sebagai negara kesatuan, kehidupan sosial budaya di Indonesia erat kaitannya dengan toleransi keberagaman. Dari Sabang sampai Merauke, setiap warga negara harus mengutamakan persatuan untuk menjaga keutuhan Negara.
Pada masa penjajahan sebelum merdeka, rakyat Indonesia yang mengutamakan persatuan bisa mewujudkan kemerdekaan. Meski saat ini Indonesia telah merdeka, penjajahan era modern masih mengancam kehidupan sosial budaya rakyatnya.
Globalisasi dapat memicu masuknya gaya hidup individualisme, budaya yang tidak sesuai dengan nilai ketuhanan yang maha esa, dan perkembangan golongan masyarakat. Bentuk penjajahan di atas justru bisa melunturnya nilai luhur ketuhanan yang maha esa dan karakter masyarakat Indonesia yang mengutamakan gotong royong.
3. Bidang Ekonomi
Demokrasi ekonomi telah lama menjadi amanat konstitusi, khususnya Pasal 33 UUD 1945. Namun, penerapannya saat ini masih jauh dari keinginan. Liberalisasi dan privatisasi sektor-sektor ekonomi strategis telah semakin mengukuhkan ketimpangan struktur ekonomi Indonesia.
Bukan saja karena segelintir elit pemilik korporasi yang kini menguasai mayoritas aset dan hasil produksi nasional, tetapi juga karena mereka sebagian besar berasal dari luar negeri.
corak keterjajahan ekonomi Indonesia ini setidaknya tampak dalam beberapa indikasi, seperti kondisi Indonesia yang masih menjadi pemasok bahan mentah, misalnya migas, batubara, emas, CPO, kakao, susu, dan berbagai produk mentah lain bagi pihak luar negeri.
Bahan mentah ini sebagian besar telah dikuasai perusahaan swasta luar negeri, seperti pada 85% kontrak minyak dan gas bumi.
Selain itu, ekonomi Indonesia masih menjadi pasaran bagi pabrikan atau perusahaan luar negeri. Ia mencontohkan impor pangan Indonesia yang mencapai 110 triliun rupiah/tahun, berupa kedelai sebesar 2,2 juta ton/tahun. Awan menambahkan saat ini Indonesia juga masih menjadi pemasok tenaga kerja yang diupah murah bagi perusahaan dan pihak-pihak di luar negeri.
Padahal, negara dengan jumlah penduduk lebih besar dari Indonesia, seperti India dan China, tidak mengirimkan tenaga kerja tidak terampilnya ke luar negeri. Sayangnya, Indonesia juga masih mengalami ketergantungan yang parah dalam penyusunan UU yang terkait dengan pengelolaan ekonomi nasional, seperti UU BUMN, UU Ketenagalistrikan, dan lain-lain.
Kondisi ini menandakan kemakmuran tidak lagi untuk masyarakat. Indonesia yang kaya dengan SDA, kimiskinan dan pengangguran masih saja bertambah. Agar masyarakat tidak lagi menjadi kuli di negeri sendiri, kedaulatan ekonomi yang menjadi ruh demokrasi ekonomi harus digelorakan kembali.
4. Bidang Pendidikan
Di era modern seperti ini saat ini, semua rakyat Indonesia memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Berbeda dengan zaman sebelum merdeka, hanya orang-orang dari golongan tertentu yang dapat merasakan pendidikan.
Dengan adanya globalisasi, pendidikan semakin maju dan berkembang. Kemudahan mengakses internet juga menunjang kegiatan belajar. Namun, ternyata dampak negatif globalisasi juga bisa mengancam pendidikan Indonesia. Melalui bidang pendidikan, penjajahan bisa terjadi di Indonesia karena masuknya budaya negara lain melalui internet.
Pendidikan Indonesia harusnya mengutamakan karakter ketuhanan yang maha esa, namun justru terpengaruh oleh budaya luar yang modern.
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah.
Sejarah kemerdekaan dengan ketauhidan
Pada masa perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia, Umat Islam yang dipimpin oleh para Ulama Islam saat itu, selain berjuang secara fisik, juga berjuang secara non fisik yaitu dengan berdoa, berdzikir kepada Allah subhanahu wata’ala memohon pertolongan agar dapat mengatasi dan mengalahkan penjajah saat itu, berjuang meraih kemerdekaan dengan bingkai Ketauhidan yakni meyakini akan kekuasaan dan kekuatan adalah milik Allah subhanahu wa ta’ala, Laa Quwwata illa Billah, tiada kekuatan kecuali kekuatan dari Allah subhanahu wa ta’ala.
Tiga bulan setelah proklamasi kemerdekaan RI, terjadi lagi pertempuran hebat di Surabaya, tanggal 10 November 1945 antara pasukan Allied Forces Netherland East Indies (AFNEI) dibawah Komandan dari Inggris dan Pasukan Belanda yang tergabung dalam Netherland Indies Civil Administration (NICA) yang ingin menjajah kembali Indonesia.
Namun rakyat Indonesia di Surabaya tidak menyerah dan dengan berbekal binkai ketauhidan yaitu Resolusi atau Fatwa Jihad yang dikeluarkan tanggal 22 Oktober 1945 dan dipelopori oleh Hadratus Syeh K.H. Hasyim Asy’ary yang subtansi isinya penolakan kembalinya kekuasaan kolonial (Penjajah) dan mengakui kekuasaan Republik Indonesia yang baru merdeka sesuai hukum Islam dan memerangi penjajah hukum wajib, kemudian dinyatakan dalam fatwa tersebut bahwa yang gugur dalam melawan penjajah hukumnya syahid karena berjuang fi sabilillah melawan penjajah untuk mempertahankan kemerdekaan.
Kemudian bingkai ketauhidan berupa Gema Takbir Allahu Akbar yang dikumandangkan oleh Bung Tomo pada saat pidatonya tanggal 10 November 1945 menjadi penyemangat arek arek Suroboyo khususnya yang tidak gentar oleh serangan 30,000 pasukan Inggris di Surabaya.
Bung Tomo mengatakan “Andai tidak dengan kalimat Allahu Akbar, saya tidak tahu dengan apa membakar semangat para pemuda melawan penjajah”, sebagai penghormatan atas perjuangan mempertahankan kemerdekaan, maka tanggal 10 November dinyatakan sebagai hari Pahlawan dan diperingati oleh seluruh rakyat Indonesia.
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah.
Alhamdulillah, kini Indonesia memperingati hari kemerdekaannya yang ke-78 dengan mengusung tema besar secara Nasional “Pulih lebih cepat, bangkit lebih kuat” maka untuk meraih apa yang diusung oleh tema tersebut, maka kita perlu memaknai kemerdekaan dengan bingkai ketauhidan, sebagaimana para pejuang dahulu berjuang dengan bingkai ketauhidan seperti kumandang kalimat tasbih, tahmid, dan takbir serta yakin akan kekuatan yang dimiliki Allah subhanahu wa ta’ala akan diberikan kepada orang-orang yang bertauhid, meyakini bahwa tiada kekuatan kecuali dari Allah subhanahu wa ta’ala, tidak ada pemberi keselamatan dan keamanan kecuali Allah subhanahu wa ta’ala, tidak ada pelindung kecuali Allah, tidak ada pemberi rezeki kecuali Allah dan seterusnya hanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala kita beribadah dan hanya kepada-Nya kita memohon pertolongan.
Hal yang Perlu Ditingkatkan Dalam Memaknai Kemerdekaan dengan Bingkai Ketauhidan
Dalam memaknai kemerdekaan dengan bingkai ketauhidan di alam kemerdekaan ini beberapa hal yang perlu kita tingkatkan yaitu:
1. Rasa syukur kepada Allah subhanahu wata’ala atas nikmat kemerdekaan ini, semoga dengan rasa syukur yang ikhlas, Allah subhanahu wata’ala akan menambah kemerdekaan dan membantu kita untuk mempertahankannya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala:
وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ
Artinya : “Dan ingatlah ketika Tuhanmu memaklumkan; sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmatku) maka pasti adzab-Ku sangat berat” (QS. Ibrahim/14 : 7).
2. Meningkatkan Iman dan Takwa kepada Allah subhanahu wata’ala agar kemerdekaan yang kita nikmati menjadi Berkah untuk bangsa Indonesia, firman Allah subhanahu wa ta’ala:
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
Artinya: “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertaqwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) maka kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan” (QS. al-Araf/7 : 96).
3. Mengisi Kemerdekaan dengan membangun keseimbangan antara kepentingan akhirat dan dunia, dengan berbuat berbagai kebaikan dan yang bermanfaat bagi umat manusia.
Di antaranya turut melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, serta tidak membuat kerusakan di muka bumi ini karena Allah subhanahu wata’ala tidak suka kepada orang yang suka berbuat kerusakan.
Firman Allah subhanahu wata’ala:
وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ
Artinya: ”Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugrahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupa bagianmu di dunia, dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan” (QS. al-Qashash/28 : 77).
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah.
Demikianlah khutbah Jumat ini, semoga menjadi tadzkirah bagi kita yang sedang menikmati suasana Hari Ulang Tahun ke-78 Republik Indonesia, dan semoga Allah subhanahu wata’ala menolong kita agar dapat mengisi kemerdekaan dengan bingkai ketauhidan.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَالْفَجْرِ وَلَيَالٍ عَشْرٍ وَالشَّفْعِ وَالْوَتْرِ. وَالّلَيْلِ اِذَا يَسْر.
وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ.
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
جَمَاعَةَ الْجُمُعَةِ، أَرْشَدَكُمُ اللهُ. أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا وَيَرْزُقُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ. اَللَّهُمَ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ. اَللَّهُمَّ انْصُرِ الْمُجَاهِدِيْنِ فِيْ كُلِّ مَكَانٍ وَزَمَانٍ.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ اْلأَبْرَارِ. رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَّسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا، رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِن قَبْلِنَا، رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ، وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنتَ مَوْلاَنَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ. اَللَّهُمَّ إِنَا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَجَنَّتَكَ وَنَسْأَلُكَ شَهَادَةً فِيْ سَبِيْلِكَ. اَللَّهُمَّ أَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُبْتَدِعَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ أَعْدَائَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ.
اَللَّهُمَّ شَتِّتْ شَمْلَهُمْ وَمَزِّقْ جَمْعَهُمْ وَزَلْزِلْ أَقْدَامَهُمْ وَأَلْقِ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الرُّعْبَ. اَللَّهُمَّ عَذِّبْهُمْ عَذَابًا شَدِيْدًا وَحَسِّبْهُمْ حِسَابًا ثَقِيْلاً. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.