Mengapa ada Hafalan?
Oleh: Ustadz Budi Eko Prasetyo
Amir Mudiriyah Tapal Kuda
Dalam pendidikan Barat tidak ada pelajaran menghapal, mengapa? Karena memang mereka tidak punya teks untuk dihapal. Maka dari itu, selain tidak menghapal, mereka juga anti dengan menghapal.
Pendidikan Islam justru diawali dengan menghapal. Sebab, kewajiban seorang muslim yabg pertama dan utama adalah shalat. Dalam shalat ada gerakan dan bacaan. Shalat tanpa membaca surat al-Fatihah tidak sah shalatnya. Maka, menghapal surat al-Fatihah hukumnya wajib.
Membaca dan menghapal teks al-Quran mendapat pahala tiap hurufnya. Bahkan membaca dengan terbata-bata pun meski tanpa tahu artinya juga dapat pahala 2. Yakni pahala membaca dan pahala usaha kerasnya. Peserta didik yang hapal al-Quran akan memakaikan mahkota ke kepala orang tuanya di surga. Artinya, sang penghafal akan berada di surga dan orang tuanya akan dibawanya masuk pula ke surga, meskipun mungkin sebelumnya ia berada di neraka. Bisa menghapal al-Quran merupakan kompetensi yang didambakan semua orang Islam yang berakal.
Kehebatan ulama kita jaman dahulu sering diukur dengan kekuatan hapalan. Imam Syafii hapal al-Quran umur 6 th dan kitab al-Muwatta, karangan gurunya, umur 10 tahun. Imam Malik ketika dibawakan 30 hadits, sekali diperdengarkan, 29 hadits langsung hapal.
Diberikan nikmat pandai menghapal juga termasuk salah satu bentuk kecerdasan. Ini sekaligus menjawab keraguan pengamat pendidikan bahwa menghapal bukan termasuk belajar. Dia hanya mengumpulkan informasi saja, tidak membentuk pemahaman. Kalaulah jadi pandai karena kebiasaan saja, seperti otot tangan yang dilatih beban lama-lama jadi kuat dan membesar.
Kita juga tahu bahwa pemahaman itu penting. Namun dengan mengatakan bahwa menghapal tidak penting, apalagi bilang menghapal tidak dibutuhkan, maka pemahaman ini harus diluruskan.
Banyak keuntungan menghapal, terutama menghapal al-Quran, doa dan dzikir. Banyak orang sakit, sekarat, hati sedang galau, pikiran sedang kacau dan sebagainya, tidak ada quran, tp mulutnya bisa komat kamit membaca quran, doa dan dzikir. Kemudian hati menjadi tenang.
Bayangkan jika seseorang berada di rumah sakit dalam kondisi kritis tidak bisa apa-apa Ia hanya bisa memandangi langit kamar. Mungkin sedang menunggu malaikat maut mencabut nyawa. Ia ingin sekali turun dari tempat tidur, berwudhu, mengambil mushaf dan mengaji, tapi tentu tidak bisa. Dengan dia hapal al Quran maka pikirannya akan menelusuri lembar demi lembar mushaf al Quran yg sudah dihapalnya itu. Dan ketika malaikat akan mencabut nyawa, ia sudah siap dalam keadaan bersih dan suci.
Rajin menghapal di waktu muda juga mencegah kepikunan di kala tua. Banyak orang sudah tua menjadi pikun karena malas menghapal di waktu muda terutama al-Quran.