Musyawarah Menuju Gerbang Kebangkitan Umat Islam
Oleh:
Moch Agus Surosyid, CT.NNLP, CP.HLC, MT.NLSQ | Qoid Sariyah Siyasah wal Alaqah Jamaah Ansharu Syariah Wilayah Jawa TImur
Digelarnya Musyawarah Ulama dan Tokoh Umat Islam Nasional (MUTU) pada Kamis 3 September 2020. Kita semua tentu sangat berharap bisa mendapatkan keberkahan dari Allah Subhanahu wa ta’ala dengan digelarnya agenda penting berkumpulnya para ulama dan umat Islam di Solo Jawa Tengah.
Yang pertama, dalam agenda Musyawah Umat dan Tokoh Umat Islam Nasional kita dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari “Keberkahan Musyarawah.”
Musyawarah adalah suatu kelaziman fitrah manusia dan termasuk tuntutan suatu masyarakat. Musyawarah bukanlah tujuan pada asalnya, tetapi disyariatkan dalam agama Islam untuk mewujudkan keadilan diantara manusia, dan juga untuk memilih perkara yang paling baik bagi mereka, sebagai perwujudan tujuan-tujuan syari’at dan hukum-hukumnya, oleh karena itu musyawarah adalah salah satu cabang dari cabang-cabang syari’at agama, mengikuti serta tunduk pada dasar-dasar syari’at agam
Diriwayatkan dari al-Hasan al-Bashri rahimahullah bahwa beliau mengatakan,
إن الله عز وجل لم يأمر نبيه بمشاورة أصحابه لحاجة منه إلى آرائهم، ولكنه أحب أن يعلمه ما في المشاورة من البركة
“Sesungguhnya Allah tidaklah memerintah Nabi-Nya shallallahu alaihi wa sallam agar bermusyawarah dengan para sahabat beliau karena memerlukan pendapat mereka. Akan tetapi, Allah hendak mengajari beliau tentang keberkahan yang ada pada musyawarah.”
(Bahjatul Majalis 1/449).
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan agar umat Islam jangan sekali-kali menjauhi para ulama. Bagi mereka yang menjauhi ulama, maka Allah Ta’ala akan memberikan musibah (cobaan).
Dalam Kitab Nashaihul ‘Ibad (nasihat bagi para hamba) karya Syeikh Nawawi Al-Bantani disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Hendaklah kalian berkumpul dengan ulama (artinya mengamalkan ilmunya) dan mendengarkan kalam para ahli hikmah (artinya orang yang menganl Tuhan). Karena sesungguhnya Allah Ta’ala menghidupkan hati yang mati dengan cahaya hikmah sebagaimana Allah menghidupkan bumi yang mati (gersang) dengan air hujan.”
Mengutip dari kegiatan yang diadakan NACC dalam diskusi publik. Salah satu pemateri, Akhmad Saleh Muwafik, M.Si (dilansir oleh situs jurnalislam.com) menjelaskan bahwa penjaga keberkahan suatu Negeri adalah orang-orang soleh.
Beliau mengungkapkan tentang, “Negeri ini merdeka tidak terlepas dari keterlibatan para ulama. Karena konsepsi Islam berlawanan dengan kolonialisme. Tidak heran bila para ulama yang pertama kali mengobarkan perlawanan terhadap kolonialisme,” ungkapnya
Kemudian, satu bukti bahwa Islam adalah agama universal dan komprehensif itu dibuktikan dengan ditetapkannya perintah musyawarah.
Bahkan, Allah subhanahu wa ta’ala mensejajarkan musyawarah dengan ibadah shalat.
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS Asy-Syura [42]: 38).
Secara eksplisit, kita orang beriman ini memiliki tiga kewajibani penting, yakni shalat, musyawarah, dan gemar berinfak (membelanjakan hartanya di jalan Allah). Ini menandakan bahwa musyawarah menduduki posisi penting dalam urusan sosial kemasyarakatan, sama seperti pentingnya shalat bagi hubungan pribadi kepada Allah azza wa jalla.
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa orang yang beriman itu tidak menunaikan satu urusan kecuali setelah di musyawarahkan, sehingga tidak ada salah paham. Justru dengan musyawarah yang akan terjadi yakni saling mendukung, menguatkan, dan saling mengisi.
Dalam ayat yang lain Allah ‘azza wa jalla secara gamblang memerintahkan orang-orang beriman untuk bermusyawarah dalam menetapkan suatu urusan. “Dan, bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.” (QS Ali Imran (3): 159).
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam sebagai Nabi yang dijamin bebas dari dosa (maksum) telah memberikan keteladanan yang sangat baik dengan menjadikan musyawarah sebagai tahap akhir dalam pengambilan keputusan urusan keumatan.
Dan telah disebutkan dalam hadits-hadits yang shahih musyawarah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sahabat-sahabat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam banyak perkara, kami sebutkan diantaranya.
- Musyawarahnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sahabat beliau (pada hari peperangan Badar) untuk bepergian menjumpai rombongan orang musyrik yang membawa barang-barang dagangan.
- Musyawarahnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sahabat beliau juga untuk menentukan posisi mereka (dalam perang Badar) hingga Al-Mundzir bin Amru memberi isyarat untuk maju di depan kaum.
- Musyawarahnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sahabat beliau (pada hari peperangan Uhud) apakah kaum musimin menanti musuh di Madinah atau keluar dari kota Madinah untuk menyongsong musuh, maka sebagian besar sahabat berpendapat untuk menyongsong musuh di luar kota Madinah, maka keluarlah mereka menyongsong musuh di luar Madinah.
- Musyawarahnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sahabat beliau (pada hari peperangan Khondak) untuk berdamai dengan pasukan musyrikin yang bergabung menyerang kaum muslimin dengan memberikan sepertiga buah-buahan di kota Madinah pada tahun itu juga, maka dua orang sahabat Nabi yaitu Sa’ad bin Muadz dan Sa’ad bin Ubadah menolak hal ini, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tidak melakukan perdamaian itu.
- Musyawarahnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sahabat beliau (pada hari perjanjian Hudaibiyyah) untuk menawan anak-anak kaum musyrikin, maka berkatalah Abu Bakar As-Shiddiq kepada beliau : “Sesungguhnya kita tidak datang untuk memerangi seorangpun, dan kita datang hanya untuk ber-umrah”. Maka Nabi pun menerima pendapat itu.
- Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Abu Bakar dan Umar bin Khatthab : “Seandainya kalian bersepakat dalam suatu urusan niscaya aku tidak akan menyelesihi kalian berdua”.
- Abu Hurairah berkata : “Tidaklah aku melihat seseorang yang lebih banyak bermusyawarah dengan sahabat-sahabatnya dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Perlu diingat, bahwasanya syariat Islam telah datang dengan menetapkan asas musyawarah ini. Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi wahyu, dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak membutuhkan pendapat-pendapat manusia, karena Allah-lah yang mengajarkan kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam hukum-hukum agama dan dunia, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada umatnya hukum-hukum agama dan dunia (yang dibutuhkan) mereka tanpa penambahan maupun pengurangan sedikitpun, karena beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang dipercaya dan terpercaya, akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala berkeinginan agar NabiNya menetapkan asas musyawarah ini kepada umatnya, dimulai dari diri beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam terlebih dahulu, agar umat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mempelajarinya dan tidak bersikap sombong terhadap konsep musyawarah tersebut. Allah berfirman.
وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ
“Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu”
[Ali-Imran/3 : 159]
Semoga adanya agenda musyawarah para ulama dalam acara Silatnas MUTU dengan menyambangi tema “Mengembalikan NKRI Kepangkuan Ulama” ini menjadi pemantik semangat umat Islam untuk kembali menorehkan sejarah gemilang umat Islam.
Besar sekali harapan kita, ke depan Negeri ini menjadi lebih baik lagi. NKRI dan bangsa ini, kaum muslimin secara khusus bisa dijaga dan mendapatkan curahan berkah yang melimpah dari Allah Subhanahu wa ta’ala. Yang salah satu asbab nya, dikarenakan kita mengembalikan NKRI ini kepangkuan Uama. Aamiin.
#RapatkanBarisanBersamaUlamaMembelaNKRI